Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Garuda Indonesia Pertimbangkan PKPU Meski Ada Risiko Pailit

default-image.png
Default Image IDN

Jakarta, IDN Times - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mempertimbangkan pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sebagai opsi penyelamatan perusahaan dari krisis keuangan. Opsi itu dipertimbangkan meski ada risiko pailit.

Namun, Direktur Utama Garuda menegaskan, PKPU bukanlah pernyataan pailit dari perusahaan.

"Jadi opsi nomor 2, itu adalah opsi restrukturisasi lewat PKPU. PKPU itu bukan kebangkrutan, tapi penundaan kewajiban pembayaran utang. Bukan (pernyataan pailit)," kata Irfan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (21/6/2021).

1. Risiko pailit dari PKPU

Livery masker pesawat Garuda Indonesia (Dok.Garuda Indonesia)
Livery masker pesawat Garuda Indonesia (Dok.Garuda Indonesia)

Irfan menerangkan, risiko pailit itu bisa terjadi apabila dalam 270 hari (9 bulan) dari pengajuan PKPU, antara debitur (Garuda) dengan kreditur (pihak yang memberikan pinjaman) tak menemui kesepakatan.

"Hanya saja begitu kita masuk ke PKPU, setelah 270 hari tidak ada kesepakatan antara debitur dan kreditur, otomatis terpailitkan. Artinya ada risiko selalu untuk bisa jadi pailit ketika masuk ke PKPU," tegas Irfan.

2. Manajemen harus hati-hati

Irfan Setiaputra, Direktur Utama Garuda Indonesia (IDN Times/Aldila Muharma)
Irfan Setiaputra, Direktur Utama Garuda Indonesia (IDN Times/Aldila Muharma)

Irfan mengatakan, meski PKPU ini masuk opsi penyelamatan Garuda, namun manajemen perusahaan sangat berhati-hati mempertimbangkannya. Jika perusahaan mengajukan PKPU, maka sudah harus mengantongi rencana untuk menyelesaikan negosiasi dengan kreditur.

"Ada dua hal. Pertama Garuda harus punya plan yang solid, yang pertama kalau ini lewat restrukturisasi selesai, disepakati oleh para kreditur, Garuda akan seperti ini. Karena para kreditur itu kan mesti punya keyakinan. Kalau dia mengorbankan tagihan dia, dia mesti tahu bahwa Garuda ini akan sustain for longer time," imbuhnya.

3. Harus ajukan proposal restrukturisasi kepada kreditur

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Hal lain yang harus disiapkan Garuda sebelum mengajukan PKPU adalah proposal restrukturisasi. Adapun rencananya ialah menawarkan penukaran utang menjadi kepemilikan atau debt to equity.

Namun, rencana kedua ini harus mengantongi restu para pemegang saham? Mengapa demikian? Karena menukar utang menjadi kepemilikan itu akan mengurangi kepemilikan saham dari para pemegang saham alias terdilusi.

"Misalnya orang berutang Rp1 miliar ke kita, lalu kita tawarkan sebagai ganti utang Rp1 miliar ini yaitu debt to equity. Ini bisa saja jadi penawaran, tapi harus disetujui pemegang saham, karena pemegang saham pasti akan terdilusi begitu kita tawarkan equity," papar Irfan.

Irfan mengatakan, skema tersebut bisa bersifat sementara atau permanen.

"Debt to equity itu ada yang permanen dan temporer. Nah temporer itu bisa dalam bentuk MCB, yang permanen dalam bentuk share (saham)," terangnya.

4. Opsi lain penyelamatan Garuda

Irfan Setiaputra, Direktur Utama Garuda Indonesia (IDN Times/Aldila Muharma)
Irfan Setiaputra, Direktur Utama Garuda Indonesia (IDN Times/Aldila Muharma)

Selain opsi PKPU, Garuda juga mengantongi 3 opsi lainnya dalam upaya penyelamatan perusahaan. Pertama, dukungan pinjaman atau suntikan modal dari pemerintah hingga Garuda selamat dari ancaman bangkrut.

Kedua adalah opsi PKPU tersebut. Ketiga, restrukturisasi perusahaan dengan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru. Bentuknya, Garuda akan terus melakukan restrukturisasi, bersamaan dengan itu pemerintah mulai mendirikan perusahaan maskapai penerbangan domestik baru yang akan mengambil alih sebagian besar rute domestik Garuda dan menjadi national carrier di pasar domestik.

Opsi terakhir adalah melikuidasi Garuda, sehingga Indonesia tak lagi memiliki maskapai nasional alias national flight carrier, dan hanya ada maskapai swasta.

Namun, manajemen saat ini sedang mempertimbangkan opsi kedua dan ketiga.

"Tapi ini memang opsi yang paling rasional, hitungan kita sampai saat ini semakin mendekati keyakinan kita, kalau kita eksekusi ini dengan baik, kita bisa memperoleh negosiasi dengan para kreditur yang hari ini sekitar Rp70 triliun. Termasuk di dalamnya adalah kreditur BUMN, yang tentu saja tidak mudah bagi mereka menerima proposal apapun," tandas Irfan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
Jumawan Syahrudin
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us