Pola Investasi Global: AS dan Jepang Paling Cinta Produk Lokal

- Investor AS mengalokasikan 78% kepemilikan saham ke pasar domestik, menunjukkan patriotisme investasi.
- Investor Jepang menaruh 80% aset obligasi dan 78% saham di dalam negeri, menunjukkan kepercayaan besar pada produk lokal.
- Investor Eropa memprioritaskan aset di negara sendiri namun tetap membuka peluang ke pasar luar dengan alokasi 36% saham AS.
Kamu mungkin sudah sering dengar soal pentingnya diversifikasi investasi supaya risiko tetap aman terkendali. Tapi kenyataannya, banyak investor di berbagai negara justru lebih nyaman menaruh uangnya di aset dalam negeri. Kebiasaan ini disebut home bias, di mana investor merasa lebih yakin dengan pasar lokal karena dianggap lebih familiar.
Amerika Serikat dan Jepang jadi contoh paling kuat soal ini karena sebagian besar portofolio mereka sangat terpusat di aset lokal. Setiap negara juga punya karakter sendiri dalam pembagian investasinya, khususnya pada saham dan obligasi. Semua pola ini terlihat jelas dalam data yang dihimpun oleh Goldman Sachs Global Investment Research.
1. Investor Amerika sangat percaya diri dengan pasar dalam negeri

Investor di AS mengalokasikan 78 persen kepemilikan saham mereka ke pasar domestik. Angka ini membuat mereka jadi salah satu yang paling “patriotik” dalam berinvestasi. Mungkin kamu bisa memahami alasannya karena perusahaan-perusahaan besar dunia seperti Apple, Google, dan Tesla berasal dari sana.
Selain saham, pasar obligasi di AS juga didominasi investasi lokal. Sebanyak 77 persen dana surat utang ditanamkan di Amerika sendiri. Kepercayaan tinggi pada ukuran ekonomi dan likuiditas pasar kemungkinan besar jadi penggerak utama tren ini.
2. Jepang lebih cinta produk lokal dibanding negara mana pun

Investor Jepang bahkan lebih ekstrem daripada AS untuk urusan obligasi. Sebanyak 80 persen aset obligasi mereka disimpan di dalam negeri. Hal ini menunjukkan kepercayaan besar terhadap instrumen keuangan lokal, terutama obligasi pemerintah Jepang.
Di pasar saham, 78 persen juga diinvestasikan secara domestik. Investor Jepang cenderung merasa lebih aman karena lebih familier dengan perusahaan lokal dan kondisi ekonomi negaranya. Pola ini menunjukkan bahwa stabilitas sering jadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi di Jepang.
3. Eropa mencoba seimbang, tapi tetap condong ke dalam negeri

Investor di kawasan Euro Area menaruh 46 persen investasi saham pada perusahaan domestik. Sementara itu, alokasi pada obligasi lokal bahkan mencapai 69 persen. Ini menandakan bahwa sebagian besar investor di Eropa masih memprioritaskan aset di negara mereka sendiri.
Namun, mereka tetap membuka peluang ke pasar luar. Ada 36 persen alokasi ke saham AS, memberikan sentuhan global pada portofolio mereka. Terutama karena banyak perusahaan raksasa dunia masih berbasis di Amerika.
4. Norwegia dan Inggris berani keluar zona nyaman

Norwegia menjadi contoh negara yang agresif berinvestasi di luar negeri. Sebanyak 48% saham yang mereka miliki justru berasal dari pasar saham AS. Hanya 12 persen saja terkonsentrasi di pasar domestik.
Inggris juga memperlihatkan pola serupa dalam investasi saham. Investor Inggris hanya menaruh 19% portofolio ekuitas di dalam negeri. Ada pengaruh kondisi pasar saham lokal yang cenderung stagnan setelah Brexit, sehingga pilihan luar negeri dianggap lebih menjanjikan.
5. Swiss dan Australia suka kombinasi global

Swiss tercatat punya eksposur tinggi terhadap obligasi AS, mencapai 33 persen. Kondisi ini kemungkinan dipengaruhi imbal hasil obligasi AS yang lebih menarik dibanding nilai bunga 0 persen di Swiss. Investor di sana mencari peluang lebih besar meski harus keluar dari zona nyaman.
Australia juga menyeimbangkan portofolionya antara pasar lokal dan global. Pada saham, mereka menaruh 37 persen di AS dan 33 persen di dalam negeri. Pola ini menunjukkan strategi diversifikasi yang cukup kuat dibanding banyak negara lain.
Setiap negara punya alasan sendiri kenapa mereka memilih fokus pada aset lokal atau justru berani mengambil peluang di luar negeri. Amerika dan Jepang jadi juara dalam urusan nasionalisme investasi, sedangkan Norwegia dan Inggris tampak lebih terbuka pada pasar global.
Bagi kamu yang sedang belajar membangun portofolio, pola ini bisa jadi inspirasi bahwa gak ada strategi tunggal untuk sukses. Hal terpenting, kamu paham risiko, tahu kondisi ekonomi tempat kamu berinvestasi, dan selalu belajar mengambil keputusan yang tepat sesuai tujuan keuanganmu.



















