[PUISI] Dunia yang Dilukis seperti Mimpi

Kita menggambar langit
seperti yang kau ajarkan—
biru yang tak lagi biru,
melainkan kenangan
yang belum sempat kau beri nama.
Di padang rumput yang tak pernah letih menghijau,
anak-anak berlarian tanpa sebab
sebab dunia, katanya,
harus indah,
harus lembut,
harus seperti cerita sebelum tidur.
Tapi mereka lupa,
kau menggambar itu
dengan tangan yang luka,
dengan hati yang menolak
pabrik-pabrik besi
dan mesin perang
yang melumat lembutnya waktu.
Sekarang, kami meniru warnamu
tapi melupakan kata-katamu.
kami menjual sihir
tanpa mantra.
Dunia menjadi lukisan
yang bisa diunduh,
dibagikan,
disukai,
tanpa pernah dibaca
dengan mata yang letih,
seperti matamu dulu
saat menggambar Totoro
di bawah bayang kabut dan letih.
Lukisan, katanya,
adalah mimpi,
bukan Derana.
Aku ingin bertanya—
jika langit bisa digambar ulang,
apakah ia masih langit,
atau hanya poster
yang digantung di dinding algoritma?
di ujung senja,
aku mendengar
angin yang tak bisa divisualkan,
berbisik:
“yang kau tiru adalah bentuk,
tapi yang hilang adalah hati.”