Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[PUISI] Menunggu Narendra

ilustrasi orang tua (pexels/Thom Gonzales)

Langit kelam terdiam
memilih menyimpan luka dalam
enggan menumpahkan sedu sedan
meluapkan air mata, sungkan

Suasana sepi senyap walau senja sejatinya masih cukup indah
untuk sejenak santai bercanda dengan tetangga dan bocah-bocah
tidak ada lagi bising suara blender dari warung sebelah
begitupun tiada dering kelinthing penjual rambut nenek, aroma kue rangin, ataupun bakaran jadah

Seorang Emak gelisah
memandang dengan pipi basah
suaminya sudah beberapa bulan di rumah 
membuka periuk nasi tiada isi walau sebulir
bersusah payah meredam tangis anaknya dengan ASI yang tak lagi mengalir

Mata Emak redup, berusaha tegar walau begitu rumit dipikir
berusaha sabar walau hidup seakan tak dapat dianulir

Jika lisan mampu sedikit menurunkan harga diri mengungkapkan perih
Jika saja memandang diri tetap terhormat walau tangan tengadah
Mungkin, dia biasa saja menghadapi zaman pandemi yang susah
Mungkin, dia tidak perlu lagi menahan sedih pedih

Dia dan mereka menunggu para narendra berjiwa kesatria
ulurkan tangan dan hati untuk peduli pada kaum nestapa

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kidung Swara Mardika
EditorKidung Swara Mardika
Follow Us