Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CERPEN] Ilusi

Orang berjalan (Unsplash.com/Florian Yvinec)
Orang berjalan (Unsplash.com/Florian Yvinec)
Intinya sih...
  • Kafia merenungkan kelemahannya dan kesulitannya untuk percaya pada orang lain
  • Orang-orang mengagumi Kafia tapi tidak tahu bahwa dia berjuang dengan kesulitan sendiri
  • Kafia memilih untuk meninggalkan tekanan dunia luar dan mencari kedamaian di dalam dirinya sendiri
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kafia membatin, memikirkan busur panahnya yang meleset. Perlahan pikirannya menerka, menggali sebuah jawaban yang sudah lama tak ia temukan. Ia tak mengerti mengapa dirinya tak bisa percaya oleh siapapun. Mungkin, ia tak ingin mempebolehkan seorangpun melihat sisi lainnya, sisi lemahnya, sisi bingungnya dan berbagai macam sisi dirinya yang selalu berusaha ia tutupi agar semua orang hanya melihatnya sebagai sosok yang luar biasa. 

Itulah mengapa ia tak pernah banyak bicara tentang perasaannya pada orang lain. 

Orang-orang mungkin akan melihatnya berjalan anggun di atas kilauan kaca megah. Namun, mereka tak pernah tahu, bahwa Kafia berusaha tersenyum sambil menahan dinginya kilauan es yang terlihat seperti kaca dan perlahan membekukan darahnya. 

Orang-orang mendambakan posisi Kafia. Tapi, mereka juga tak bisa mengelak bahwa Kafia memang sudah sepantasnya berada di atas sana. Ia menawan dalam setiap langkahnya. Lalu, saat Kafia memilih mengakhirinya dan ingin berjalan dalam lorong yang gelap dan sunyi, orang-orang mempertanyakan dan menyalahkannya. Mereka menyayangkan keputusan bodoh gadis itu. 

"Hei, semua bisa diakali. Kenapa kau mudah sekali pergi begitu saja?"

"Benar, kau bisa cari solusi lain. Tidak perlu membuat banyak alasan untuk berhenti."

"Orang-orang di luar sana banyak yang sepertimu, tapi mereka memilih mengakalinya dan bertahan. Belajar lah mencari cara bertahan."

Kafia mengangguk. Ia tak bisa menahannya lagi. Meski ia menemukan cara lain, ia tetap tak bisa membohongi diri bahwa dinginnya es yang terlihat seperti kaca itu telah merambah dan membekukan diri hingga ubun-ubunnya. 

Kini, lorong sunyi dengan pijakan hangat cukup menjadi obat. Meski suara-suara itu masih bergema dalam lorong-lorong yang Kafia lalui. Tapi ia bersyukur, ia tak harus menyiksa dirinya dalam setiap pergantian langkahnya. 

Meskipun demikian, ia masih selalu bertanya-tanya apakah suatu saat nanti ia akan menyesali keputusannya atau tidak. Namun, yang pasti, ia tetap ingin melangkah tanpa melukai dirinya sendiri. 

Sebab mengorbankan kesejahteraan untuk bertahan agar menjadi hebat di mata dunia hanyalah sebuah hal menyenangkan yang berbentuk ilusi

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us