Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CERPEN] Pelukis Arwah

Ilustrasi Pelukis Perempuan (pexels.com/Valeriia Miller)

Gelora adalah pelukis yang gemar berkelana ke kota-kota kecil di Indonesia. Ia percaya bahwa keindahan sejati tidak selalu ditemukan di galeri besar atau di kota-kota metropolitan, melainkan di sudut-sudut tersembunyi yang penuh dengan kehidupan sederhana. Selama lima tahun terakhir, sejak 2019, Gelora telah menghasilkan puluhan karya bernuansa romansa dari perjalanan panjangnya.

Tahun 2024, langkahnya membawanya ke sebuah desa kecil yang terletak di tepi danau dengan pohon trembesi raksasa yang menaungi tepian airnya. Sore itu, ketika matahari mulai condong ke barat, ia melihat seorang pemuda berparas tampan, gagah, dan berkulit putih duduk di bawah pohon trembesi. Pemuda itu tampak begitu damai, menatap danau yang memantulkan semburat jingga senja.

Tanpa ragu, Gelora mengeluarkan kamera dan mengabadikan momen itu. Lalu, dengan penuh semangat, ia mulai melukis. Tangannya bergerak lincah, menangkap detail wajah sang pemuda, ekspresinya yang tenang, serta suasana magis yang menyelimuti pemandangan itu. Namun, ketika ia mengangkat kepalanya, pemuda itu telah menghilang. Gelora mengedarkan pandangannya, mencari sosok itu, tetapi yang tersisa hanya gemerisik daun yang diterpa angin.

Selama beberapa hari berikutnya, Gelora kembali ke tempat yang sama setiap sore, berharap dapat bertemu lagi dengan pemuda itu. Ia ingin menyerahkan lukisan yang telah selesai, sekaligus berkenalan lebih jauh. Namun, penantiannya sia-sia. Pemuda itu tak pernah muncul lagi.

Penasaran, Gelora memutuskan untuk bertanya kepada warga setempat. Ia menghampiri seorang wanita paruh baya yang tengah duduk di teras rumahnya.

"Maaf, Bu. Saya ingin bertanya, apakah Ibu mengenal seorang pemuda yang sering duduk di bawah pohon trembesi dekat danau?" tanyanya.

Wanita itu menatap Gelora dengan ekspresi kaget. "Nak, pemuda yang kau maksud… sudah meninggal dua tahun lalu. Ia tenggelam di danau itu."

Gelora merasa tubuhnya menegang. "Tidak mungkin… Saya melihatnya sendiri. Saya bahkan melukisnya!" katanya, menunjukkan lukisan yang dibawanya.

Wanita itu menatap lukisan itu dengan mata berkaca-kaca. "Ya Tuhan… Itu benar-benar dia… Anak itu bernama Rama. Ia sering duduk di sana sebelum kejadian tragis itu terjadi. Banyak orang bilang, arwahnya masih sering terlihat di sekitar danau."

Dada Gelora berdebar. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Ia masih sulit mempercayai apa yang didengarnya. Bagaimana mungkin ia melukis seseorang yang sudah tiada?

Malamnya, di penginapannya, Gelora terus menatap lukisan itu. Semakin ia perhatikan, semakin ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Sorot mata pemuda dalam lukisan itu seperti hidup, seakan menatap balik ke arahnya. Dengan perasaan tak menentu, ia menyandarkan tubuhnya ke kursi dan mencoba mengabaikan perasaan aneh yang menyelimutinya.

Tiba-tiba, suara bisikan lembut terdengar di telinganya. "Bagaimana rasanya melukis arwah? Apakah kau… mencintaiku?"

Gelora terlonjak. Matanya membelalak, menatap sekeliling. Tidak ada siapa-siapa di kamar itu. Namun, ia merasakan kehadiran seseorang. Jantungnya berpacu cepat, antara ketakutan dan keinginan yang tak dapat dijelaskan.

Dalam keheningan itu, ia berbisik lirih, "Jika memang kaulah yang kulukis… datanglah lagi."

Angin berhembus pelan, menggoyangkan tirai jendela yang sedikit terbuka. Gelora menatap ke luar, ke arah danau yang berkilauan di bawah cahaya bulan. Sebuah firasat mengatakan bahwa ia belum melihat yang terakhir dari Rama.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Khoirul Hasanah
EditorKhoirul Hasanah
Follow Us