[CERPEN] Sahabat untuk di Surga

- Ratri bertemu dengan sahabat-sahabatnya dari masa SMA di acara pernikahan dan kedai ramen.
- Para sahabat Ratri telah menyelesaikan tugas akhir perkuliahannya, namun Ratri masih mencari pekerjaan.
- Ratri merasa dekat dengan sahabatnya Zahra, meskipun mereka belum pernah saling bertukar cerita mengenai permasalahan mendalam yang mereka hadapi.
Matahari bekerja dengan keras memberikan cahaya terang pada langit hari itu. Ratri menata baju dan penampilannya dengan hati-hati. Ia memakai rok berwarna merah muda dengan corak kotak-kotak ditemani kemeja putih polos. Tas putih sederhana hadiah dari sang sahabatnya pun turut ia pakai. Hari itu Ratri segera pergi menuju tempat yang telah dijanjikan.
“Haiiii!” sapa Ratri dengan raut ceria melihat sosok yang ia sangat rindukan. Mereka adalah para sahabat yang ia temukan pada masa SMA. Begitu berharga karena merekalah yang membantu Ratri untuk bertahan dan tersenyum pada masa itu walaupun rumah yang ia huni sedang kacau.
Ratri pergi ke acara pernikahan bersama keempat sahabat SMA kemudian berkumpul di kedai ramen untuk berbincang bersama. Sahabatnya dan Ratri sama-sama baru menyelesaikan tugas akhir perkuliahannya. Mengambil jurusan yang beragam dimulai keperawatan, biologi, teknik sipil, dan administrasi. Ratri sendiri juga mengambil jurusan biologi belajar di perguruan tinggi yang sama dengan salah satu sahabatnya.
Saat berkumpul di kedai ramen tentunya mereka tak melewatkan topik tentang pekerjaan. Hanya Ratri yang sedang berjuang mencari pekerjaan. Tak lupa juga berbicara terkait pernikahan.
Sahabatnya seorang perawat itu sedang melanjutkan masa perolehan gelarnya. Sahabatnya teknik sipil sedang magang, sahabat ahli administrasi sudah bekerja sebagai tim marketing. Dan sahabat biologinya sedang mengikuti pelatihan bahasa Jepang beserta kisah romantisnya disana.
“Andai aku dulu memperhatikan laki-laki dan mencari jodoh pada saat masa perkuliahan. Tapi diriku telalu fokus kuliah dan bukan seorang mahasiswa yang ngekos jadi gak bisa deh,” keluh Ratri yang iri akan cerita romantis sahabatnya.
“Oiyaa! Kamu juga kuliah pulang-pergi naik motor bukan. Sama sepertiku, sampai ke tempat kuliah hanya membawa baju yang bau asap mobil penuh debu, baju yang kusut, dan muka seadanya,” Emma menyetujui alasan mereka tak menemukan pasangan di tempat perkuliahan. Ratri pun tertawa karena merasakan semua keadaan tersebut.
Ratri tidak selalu sering mengabari dengan para sahabat SMA ini. Tak selalu bisa berkumpul bersama seperti ini. Karena menyadari akan hal kesibukan yang relatif sama.
“Zahra, aku lihat-lihat banyak tau lowongan ke Kalimantan tentang sawit cocok denganku, kalo kamu tertarik ga?” ucap Ratri pada Zahra yang berasal asli dari Kalimantan yang telah lama tinggal di Bandung, sehingga ditakdirkan saling bertemu di sekolah yang sama.
“Beneran banyak aku juga liat, akusih mau-mau aja disana ada paman tante jadi aman. Kalo kamu hati-hati pilih pekerjaan di Kalimantan jangan sampai salah perusahaan,” balas Zahra dengan santai.
“Tapi terlalu jauh juga sih,” Ratri menjadi ragu.
Ratri cukup dekat dengan sabahatnya Zahra. Hanya saja Ratri dan Zahra belum pernah saling bertukar cerita mengenai permasalahan mendalam yang mereka hadapi. Tetapi selalu saling mengerti dan menghargai.
“Tau gak? Walaupun kita udah kenal dari kelas 11 dan 12 SMA karena sekelas. Tapi aku masih ingat kamu pada saat ujian pelajaran bahasa Jepang kelas 10. Aku takjub melihatmu mengerjakan ujian dengan sangat serius dan jujur. Aku saat itu ingin sekali berteman denganmu,” Zahra bercerita dengan semangat mengenang kejadian 6 tahun lalu itu.
Ratri terkejut mendengarkan fakta dari segi ingatan Zahra. Hal ini karena Ratri juga masih teringat suasana saat itu. Dirinya mendapatkan kursi paling belakang untuk ujian itu. Ratri santai mengerjakan dengan tenang karena telah memahami materi kisi-kisi yang telah di bahas oleh sang guru. Sehingga ini adalah ujian paling mudah, tugasnya tinggal membaca pertanyaannya dengan seksama dan menjawab pertanyaan dengan teliti.
Guru pengawas saat itu pergi ditengah masa ujian masih berlangsung. Para murid pun banyak yang leluasa membuka contekannya secara terang-terangan. Hal ini membuat mereka dapat menyelesaikanya dengan sangat cepat.
Ratri masih teringat sekali, masa itu dirinya menjadi pusat perhatian karena menjadi orang yang paling terakhir untuk selesai. Hari itu adalah hari terakhir ujian. Dan semua murid dikelas itu sangat ingin sekali segera pulang. Bahkan waktu ujian belum habis setengahnya, mereka telah menyelesaikan ujiannya. Saat itu Ratri sedikit marah karena ingin menjawab dengan tenang dan teliti. Tapi tak bisa karena yang lain menunggu.
Tak disangka ada Zahra yang memperhatikan keseriusan dan kejujuran dirinya saat itu. Saat itu Ratri tidak menyesal tidak membuat contekan seperti murid-murid kebanyakan. Ia merasa cukup atas kinerja otaknya yang telah belajar untuk mempersiapkan ujiannya. Buktinya nilainya pun tak kalah bagus. Entah hasil nilai mereka berapa, tak Ratri pedulikan. Yang terpenting dirinya pada akhirnya mendapatkan nilai 92.
“Wahh makasih! Tapi tau gak? Kerennya saat itu aku juga kagum padamu. Aku masih ingat kamu duduk paling belakang dan di ujung dekat tembok. Saat itu aku sangat mengagumi kamu dengan pakaian yang kamu pakai. Menurutku kamu sangat keren dan ingin sekali punya teman sepertimu,” Ratri bersemangat bercerita akan keajaiban kisah mereka saat itu.
Zahra memakai busana sekolah secara syar’i dengan kerudungnya yang panjang menjuntai. Sekolah mereka merupakan SMA umum sehingga jarang sekali yang menemukan siswi berpakaian seperti Zahra.
Ratri dan Zahra saling berbicara pada hati mereka saat itu, mengagumi sosok tak mereka kenal. Mereka tidak pernah saling berbicara sepatah kata sekalipun saat ujian bahasa Jepang itu. Tetapi sungguh menakjubkan mereka bisa bertemu kembali dikelas 11 dan bersahabat hingga kini.
“Jika aku nanti ada di neraka tolong tarik aku ya ke surga bareng kamu,” ucap Zahra sambil tersenyum.
Ratri terkejut akan perkataan itu karena dirinya bahkan tak sesempurna itu. Bahkan dirinya selalu melepaskan kerudungnya saat tampil menari. Mendengar dari seseorang yang berpakaian lebih baik darinya sungguh sangat mengejutkan. Tetapi ia pun pada akhirnya berani menjawab.
“Waaa! Kamu juga ya!”
Selama ini kebaikan itu tak selalu mendapatkan apresiasi atau dihargai. Orang-orang hanya memperhatikan dari hasil akhirnya saja. Tak disadarinya walaupun banyak orang tak peduli dengan kebaikan yang dilakukan, tetapi siapa tau ada sedikit orang yang melihat mengagumi kebaikan itu.
Ratri merasa beruntung telah bertemu semua yang menjadi sahabatnya. Ia merasa bahwa takdir memang menakjubkan.