[CERPEN] Sidang Terakhir

Hari itu akhirnya tiba, hari yang ditunggu-tunggu sekaligus membuat Laila gugup. Sidang akhir skripsi, momen penentuan setelah berbulan-bulan berjibaku dengan penelitian dan penulisan. Malam sebelumnya, Laila mengundang teman-teman dekatnya: Dani, Rina, dan Sari. Mereka yang selalu ada selama masa kuliah ini. Laila yakin mereka akan datang, memberi dukungan moral yang sangat dibutuhkannya.
Selain mereka, Laila juga memberi kabar kepada beberapa teman baik, seperti Sita dan Ardi, meskipun tidak mengundang mereka secara langsung. Laila mengirim pesan singkat meminta doa dan dukungan dari mereka. Tidak diharapkannya mereka datang, cukup doa dan semangat dari kejauhan.
Keesokan harinya, Laila bersiap-siap di kamar. Jas hitam dan kemeja putih sudah rapi tergantung di pintu lemari. Disisirnya rambut dengan hati-hati, mencoba menenangkan diri yang semakin gelisah. Sambil mengenakan dasi, ponselnya berdering. Pesan masuk dari Sita.
"Aku datang ya, semangat untuk sidangnya!"
Laila tersenyum, merasa terharu. Ternyata ada yang mau inisiatif datang sendiri, meskipun ia tidak mengundangnya. Rasa gugup sedikit berkurang, digantikan oleh rasa hangat di hati.
Di kampus, suasana sudah ramai. Mahasiswa berlalu-lalang, beberapa dosen yang ditemui memberi senyum dan anggukan kecil. Laila berjalan menuju ruang sidang, ditemani detak jantung yang semakin cepat. Sidangnya dijadwalkan pukul 1 siang, dan Laila berharap semua teman-teman yang diundang bisa datang tepat waktu.
Di depan ruang sidang, ditemukan tiga orang teman yang memang diundang. Dani, Rina, dan Sari tersenyum dan menyapanya, memberikan semangat terakhir sebelum ia masuk ke dalam. Tapi, dari sekian banyak teman dekat yang diundang, hanya mereka bertiga yang datang. Rasa kecewa sedikit terasa, tapi Laila mencoba tetap fokus.
Sidang berjalan dengan baik. Para penguji menanyakan beberapa hal tentang skripsinya, dan Laila menjawab sebaik mungkin. Ketegangan memuncak saat pengumuman hasil. Alhamdulillah, Laila dinyatakan lulus. Rasanya seperti beban berat terangkat dari pundaknya.
Keluar dari ruang sidang sekitar pukul 3 sore, dilihat teman-teman yang tadi menunggu dengan senyum lebar. Selain mereka, ada beberapa wajah tak terduga. Sita dan Ardi, yang tidak diundang, ternyata mereka datang juga. Mereka yang selama ini dipikir tidak terlalu dekat, justru memberikan dukungan lebih.
Tiba-tiba, mata Laila berkaca-kaca. Ia teringat betapa berartinya momen ini baginya. Betapa ia berharap bisa membaginya dengan mereka yang dicintainya. Di tengah keramaian, Laila melihat Rina mendekat, memeluknya erat.
"Kita bangga sama kamu, Lai," bisiknya lembut.
Air mata Laila tumpah. Pelukan itu membuat semua rasa kecewa dan lelah luruh. Dani dan Sari menyusul, memeluknya bergantian. Ardi dan Sita berdiri di dekat mereka, tersenyum hangat, seolah berkata bahwa mereka ada di sini untuk Laila, bukan karena undangan, tapi karena persahabatan.
Sambil berbincang dan tertawa bersama mereka, Laila merenung. Kadang, orang-orang yang kita anggap paling dekat justru tidak sebaik yang kita kira. Dan sebaliknya, mereka yang tampak jauh, ternyata memiliki ketulusan yang luar biasa.
Sambil berjalan keluar kampus, Laila menghela napas panjang. Meskipun sedikit kecewa karena beberapa teman yang diundang tidak datang, Laila tahu itu bukan kewajiban mereka. Namun, ada rasa kesepian yang tak bisa disangkal karena harapan yang tak terpenuhi. Di sisi lain, Laila sangat senang dan terharu dengan teman-teman yang tidak diundang namun datang. Kehadiran mereka memberikan kebahagiaan dan kehangatan yang tak terduga.
Hari itu, Laila belajar banyak tentang pertemanan. Bahwa hubungan tidak diukur dari seberapa sering kita bersama, tapi dari ketulusan dan kehadiran di saat-saat penting. Momen sidang akhir ini menjadi pembelajaran berharga baginya tentang arti sebenarnya dari persahabatan.
Sore itu, setelah semuanya selesai, Laila pulang dengan hati yang lebih hangat. Bukan hanya karena ia lulus sidang, tapi juga karena ia menemukan siapa teman sejati sebenarnya. Mereka yang hadir bukan hanya dalam kebahagiaan, tapi juga di saat-saat penuh ketegangan dan butuh dukungan.