Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Mitos Memasak Daging Kurban yang Ternyata Salah Kaprah

ilustrasi masak daging kurban (unsplash.com/Usman Yousaf)
ilustrasi masak daging kurban (unsplash.com/Usman Yousaf)
Intinya sih...
  • Merebus daging kurban terlalu lama membuat tekstur keras dan rasa hilang
  • Daging kurban membutuhkan bumbu yang tepat untuk menyeimbangkan aroma dan rasa
  • Mencuci daging kurban sebelum dimasak dapat merusak tekstur dan menyebabkan kontaminasi silang

Di balik aroma sedap yang menyeruak dari dapur, saat Idul Adha ada banyak anggapan seputar cara mengolah daging kurban yang ternyata belum tentu benar. Entah dari omongan tetangga, warisan cara lama keluarga, atau kabar berseliweran di media sosial, mitos soal masak daging kurban kerap diterima tanpa pernah dicoba dibuktikan.

Padahal, kalau salah langkah, rasa daging bisa jadi hambar atau malah alot. Sayang sekali kalau kualitasnya justru menurun hanya karena cara masak yang keliru.

Kunci kelezatan memasak daging kurban sebenarnya bukan cuma di bumbu, tapi juga dari cara memperlakukan bahan utamanya dengan benar sejak awal. Termasuk dalam memilih metode masak yang sesuai dan memahami karakter daging kurban yang berbeda dari daging harian biasa.

Biar gak terpengaruh, berikut lima mitos memasak daging kurban yang sebaiknya tidak lagi dipercaya mentah-mentah. Bisa bikin kualitas daging kurban menurun, lho!

1. Lama merebus daging akan membuatnya empuk

ilustrasi merebus daging (vecteezy.com/Muhammad Yahya)
ilustrasi merebus daging (vecteezy.com/Muhammad Yahya)

Banyak orang percaya bahwa merebus daging kurban dalam waktu lama akan membuat teksturnya empuk. Sayangnya, cara ini justru sering membuat serat daging mengeras karena suhu tinggi terlalu lama memecah protein secara berlebihan, sehingga daging bukannya empuk, tapi malah jadi kering, padat, bahkan susah dikunyah. Selain itu, merebus terlalu lama juga bisa menghilangkan cita rasa alami dari daging itu sendiri.

Solusi terbaik adalah merebus daging dengan metode slow cook atau menggunakan panci presto dengan durasi yang sesuai. Jika memakai metode konvensional, cukup rebus sekitar 30–45 menit, lalu diamkan dalam air rebusan tertutup agar tekstur tetap lembut.

Selain itu, perhatikan juga ukuran potongan semakin besar, semakin butuh waktu, tetapi bukan berarti harus terlalu lama. Waktu yang tepat justru menjaga rasa daging tetap kuat dan konsistensinya tidak hancur.

2. Bumbu simpel akan cukup untuk semua olahan daging kurban

ilustrasi menumis bumbu (vecteezy.com/Ika Rahma)
ilustrasi menumis bumbu (vecteezy.com/Ika Rahma)

Ada anggapan bahwa daging kurban tidak butuh bumbu terlalu banyak, karena rasanya sudah enak dari sananya. Pendapat ini tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak sepenuhnya tepat.

Daging kurban, apalagi yang baru disembelih, cenderung punya aroma khas yang cukup tajam jika tidak diolah dengan bumbu yang  tepat. Bumbu minimalis, seperti garam dan bawang putih, mungkin cocok untuk olahan daging sapi impor yang sudah matang prosesnya, tapi kurang maksimal untuk daging kurban yang segar dan kuat aromanya.

Untuk hasil terbaik, kombinasikan rempah-rempah, seperti ketumbar, jinten, kunyit, jahe, lengkuas, dan daun jeruk, agar aroma dan rasa daging lebih seimbang. Jenis masakan juga memengaruhi pemilihan bumbu, misalnya, semur, tongseng, atau gulai, butuh racikan berbeda dari sate atau sup.

Menyesuaikan bumbu yang akan dipakai dengan jenis masakan dan daging justru malah menambah rasa yang semakin kaya. Lebih jauh lagi, bisa mengurangi aroma prengus alami daging kurban, lho!

3. Daging kurban harus dicuci sebelum dimasak

ilustrasi daging kurban (vecteezy.com/Andrey Starostin)
ilustrasi daging kurban (vecteezy.com/Andrey Starostin)

Banyak yang langsung terburu-buru membersihkan, lalu mencuci daging kurban setelah diterima, dengan harapan menghilangkan kotoran dan darah yang menempel. Namun, kebiasaan mencuci daging ini sebenarnya berdampak buruk pada kualitas daging kurban.

Air justru dapat  membuat tekstur daging lebih cepat rusak jika tidak langsung dimasak setelah dicuci. Selain itu, mencuci daging mentah di wastafel bisa menyebabkan kontaminasi silang ke permukaan dapur.

Sebaiknya, simpan daging dalam suhu dingin tanpa mencucinya terlebih dahulu, terutama jika tidak langsung dimasak. Bila ingin dibersihkan, cukup lap bagian luar dengan tisu dapur bersih sebelum masuk proses masak.  Suhu tinggi akan membunuh bakteri yang mungkin ada, sehingga lebih aman dan tetap mempertahankan kualitas daging. 

4. Daging tidak boleh langsung dimasak setelah disembelih

iluatrasi memasak daging kurban (vecteezy.com/Srinrat Wuttichaikitch)
iluatrasi memasak daging kurban (vecteezy.com/Srinrat Wuttichaikitch)

Sebagian orang menahan diri untuk tidak memasak daging kurban pada hari yang sama, karena percaya bahwa daging masih "panas" dan akan alot jika langsung dimasak. Padahal, hal ini sangat tergantung pada jenis masakan yang ingin dibuat dan bagaimana proses pemotongan serta penyimpanannya dilakukan. Jika daging kurban sudah cukup didiamkan beberapa jam di suhu ruang atau pendingin, kualitasnya tetap bisa optimal.

Untuk masakan berkuah seperti sop atau rawon, daging kurban yang masih segar justru memberi rasa kaldu yang lebih gurih, lho. Namun, jika ingin memasak menu seperti rendang atau dendeng, menyimpan daging semalam di kulkas memang bisa memberi hasil yang lebih baik. Artinya, bukan soal boleh atau tidak, tapi lebih kepada kecocokan waktu dan metode dengan resep yang digunakan.

5. Lemak harus dibuang agar daging lebih sehat

ilustrasi daging kurban (vecteezy.com/Chinnachart Martmo)
ilustrasi daging kurban (vecteezy.com/Chinnachart Martmo)

Lemak pada daging kurban sering kali dibuang karena dianggap membuat masakan jadi berminyak atau tidak sehat. Padahal, dalam porsi wajar, lemak justru memberi cita rasa gurih dan memperkaya tekstur masakan, terutama pada masakan Nusantara, seperti gulai atau sate.

Lemak memberikan sensasi lembut yang tidak bisa digantikan oleh bagian daging tanpa lemak. Kuncinya adalah tahu bagian mana yang sebaiknya digunakan dan pada menu apa. Lemak tipis di sela daging sangat cocok untuk olahan panggang atau bakar, sementara bagian berlemak lebih tebal bisa dipakai untuk sop atau tongseng agar kuah lebih kental dan aromatik. Jadi, membuang semua lemak tanpa mempertimbangkan jenis masakan bisa jadi justru merugikan rasa.

Mitos seputar daging kurban sering kali dipercaya banyak orang termasuk di Indonesia tanpa diuji kebenarannya. Padahal, setiap langkah dalam memasak daging perlu disesuaikan dengan karakter dan jenis olahan yang ingin disajikan. Memahami cara masak yang tepat bukan hanya menjaga rasa, tapi juga menghormati bahan makanan yang telah dikorbankan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us