6 Ciri Sindrom Peter Pan, Orang Dewasa dengan Kelakuan Anak Kecil

Apakah kamu mengenal Peter Pan? Ya, tokoh dongeng Disney ini digambarkan sebagai anak laki-laki yang tidak pernah dewasa. Hal inilah yang menjadi inspirasi sindrom Peter Pan (Peter Pan syndrome).
Mind, Body, and Green melansir, sindrom ini pertama kali disebut oleh Dan Kiley dalam buku psikoanalis berjudul The Peter Pan Syndrome: Men Who Have Never Grown Up tahun 1983. Sindrom ini menggambarkan fenomena orang yang telah dewasa dan menua secara fisik tapi tidak secara emosional.
Meski Peter Pan adalah anak laki-laki, sebenarnya sindrom ini bisa dialami oleh semua gender, lho. Untuk lebih mengenalnya, ada baiknya menyimak ciri-ciri orang dengan sindrom Peter Pan ini.
1. Menghindari konflik dan konfrontasi

Untuk sebagian orang, menghindari konflik dan konfrontasi adalah hal yang baik. Sayangnya, jika selalu menghindari konflik itu dapat menunjukkan orang dengan sindrom Peter Pan melarikan diri dari kenyataan, lho.
Jika terlalu lama menghindari konflik dan konfrontasi bahkan sampai melarikan diri dari kenyataan, nantinya dia jadi enggan memiliki keinginan. Menurutnya, buat apa mempunyai keinginan jika nantinya tidak terealisasi juga.
2. Susah mengambil keputusan

Sejak kecil terbiasa menerima keputusan orang lain, membuatnya jadi sulit mengambil keputusan. Padahal rata-rata, setiap orang diperkirakan membuat lebih dari 35.000 keputusan setiap harinya, sesuai laman Inc.
Jadi bisa dibayangkan, berapa banyak keputusan terbuang hanya karena dia memikirkan satu keputusan saja. Padahal sebagai orang dewasa, memikirkan berbagai keputusan adalah hal yang wajar, tapi tidak bagi orang dengan sindrom Peter Pan.
Setidaknya ada dua alasan si sindrom Peter Pan ini terlihat 'pasrah'. Pertama adalah takut dipandang negatif. Alasan lainnya, yakni karena bingung mengambil keputusan yang mana.
3. Terlalu bergantung pada orang lain

Rumah berantakan, baju kotor di mana-mana, dan piring kotor menumpuk menjadi tanda seseorang mengalami sindrom Peter Pan. Ini karena orang dengan sindrom Peter Pan tidak siap menghadapi hidup di dunia yang sebenarnya.
Trauma, orangtua yang terlalu protektif, atau pola asuh yang permisif di waktu muda membuatnya tidak mampu menjadi mandiri. Dia berharap ada orang lain yang membersihkan permasalahannya dan semua akan baik-baik saja. Namun, apakah selamanya ada orang lain yang akan membantunya? Sepertinya tidak.
4. Tidak peduli dengan finansial yang sehat

Tak sedikit yang berhemat di usia produktif agar bisa menabung, sehingga nantinya tidak mengalami kesulitan di hari tua. Namun, itu tidak akan dilakukan orang dengan sindrom Peter Pan.
Kesenangan hari ini harus dirasakan hari ini adalah prinsip dari orang dengan sindrom Peter Pan. Bahkan, bukan hal yang mustahil jika saldo rekeningnya menjadi negatif hanya untuk kehidupan hura-huranya.
5. Menerima bertambahnya usia, tapi menolak jadi dewasa

Pada umumnya, kedewasaan seseorang ikut bertumbuh seiring bertambahnya usia. Sikapnya pun ikut berubah, ketika bertambah usia menjadi lebih bijaksana, sabar, mau memahami orang lain, dan masih banyak lagi.
Untuk orang dengan sindrom Peter Pan, hal tersebut tidak akan terjadi. Bertambah usia tidak lantas membuat tingkat kedewasaan bertambah. Sebab, ia sudah merasa nyaman dengan kondisinya dan malas untuk berubah.
6. Tidak ingin terikat dengan hubungan jangka panjang

Sindrom Peter Pan membuat orang yang mengalaminya jadi sulit untuk berhubungan jangka panjang. Menurutnya, keterikatan membuatnya jadi tersiksa. Selain itu, dia juga sulit untuk berkomitmen secara emosional dengan orang lain.
Ini bukan berarti orang yang malas berhubungan jangka panjang pasti mengalami sindrom Peter Pan, lho. Namun, jika orang itu memiliki rasa takut dan membuatnya enggan bertanggung jawab atau menolak tumbuh dewasa, bisa saja dia mengalami sindrom Peter Pan.
Sebenarnya, sindrom Peter Pan ini lebih melihat ke perilaku seseorang bukan berdasarkan diagnosis resmi. Meski begitu, jika kamu merasa mempunyai beberapa perilaku sindrom ini, yuk tata kembali hidupmu dan buat ulang tujuan yang ingin dicapai. Kalau masih merasa kesulitan, terapi ke ahli bisa jadi solusinya.