5 Alasan Probiotik Bisa Bantu Ringankan Gejala Depresi

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), depresi adalah salah satu masalah kesehatan yang paling umum. Diperkirakan 5 persen dari populasi atau sekitar 280 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan kesehatan mental ini.
Depresi tidak hanya menyebabkan masalah dalam hubungan sosial maupun percintaan, tetapi juga masalah kesehatan. Depresi harus ditangani. Ada banyak cara pengobatan depresi dari dokter serta dukungan perubahan gaya hidup. Selain disarankan untuk mengonsumsi makanan sehat dan seimbang, orang dengan depresi juga bisa mengonsumsi probiotik yang katanya bisa membantu meringankan gejala depresi. Kok, bisa? Berikut ini alasannya.
1. Menangani hiperaktivitas sumbu HPA

Sumbu hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) merupakan sistem hormonal yang terlibat dalam merespons stres. Ketika mengalami stres, tubuh melepaskan hormon kortisol yang bertanggung jawab untuk mengatasi stres.
Namun, terlalu banyak kortisol yang diproduksi oleh tubuh akibat stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan hiperaktivitas sumbu HPA, yang dapat berkontribusi pada perkembangan depresi.
Untungnya, hal ini dapat ditangani dengan konsumsi makanan atau minuman yang kaya akan probiotik. Mengutip studi dalam jurnal Nutrients tahun 2021, kandungan probiotik dalam makanan ataupun minuman bisa mengurangi atau menormalisasi hiperaktivitas sumbu HPA baik secara langung maupun tidak langsung.
Secara langsung, probiotik dapat mengurangi pelepasan hormon stres kortisol dari kelenjar adrenal. Ini membantu menenangkan respons tubuh terhadap stres dan mengurangi reaksi berlebih pada sumbu HPA.
Probiotik juga dapat memengaruhi jalur lain yang terhubung dengan sumbu HPA secara tidak langsung. Probiotik dapat mengurangi peradangan di dalam usus, yang juga berhubungan dengan respons stres. Ketika peradangan berkurang, hal ini membantu mengurangi aktivitas berlebih pada sumbu HPA dan mengurangi stres.
2. Membantu sirkuit neurotransmiter kembali normal

Sirkuit neurotransmiter adalah jaringan yang memungkinkan komunikasi antara sel-sel saraf di otak. Ketika kita mengalami gangguan mental seperti depresi, sirkuit neurotransmiter dalam otak kita mungkin mengalami ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan gangguan dalam sistem saraf kita dan memengaruhi suasana hati dan emosi kita.
Studi dalam jurnal Nutrients tahun 2021 menyebut bahwa probiotik dapat membantu pemulihan sirkuit neurotransmiter dalam otak kita. Mereka bekerja dengan cara mengatur ulang keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Saat keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan pulih, probiotik membantu mengirim sinyal positif ke otak kita melalui jalur saraf.
Probiotik dapat membantu meningkatkan produksi serotonin, yang dikenal sebagai "hormon bahagia." Peningkatan serotonin membantu meningkatkan suasana hati dan mengurangi gejala depresi. Selain itu, probiotik juga dapat membantu memproduksi dopamin dan gamma-aminobutyric acid (GABA), yang berperan penting dalam mengendalikan suasana hati dan mengurangi kecemasan.
3. Probiotik dapat membantu produksi butirat

Menurut penelitian dalam jurnal Nutrients tahun 2021, probiotik dapat membantu meringankan gejada depresi dengan menghasilkan zat butirat. Butirat adalah senyawa yang dihasilkan oleh probiotik dalam saluran pencernaan, yang berfungsi menghambat aktivitas enzim HDAC.
HDAC adalah enzim yang berperan dalam mengubah struktur protein di dalam sel, termasuk di dalam sel-sel otak kita. Perubahan struktur protein ini dapat memengaruhi bagaimana gen-gen di dalam sel otak diaktifkan atau dinonaktifkan.
Aktivitas HDAC yang berlebihan dapat menyebabkan gen-gen yang berperan dalam kesehatan mental kita menjadi tidak aktif, yang dapat menyebabkan gangguan mental seperti depresi dan kecemasan. Ketika HDAC dihambat oleh butirat, struktur protein di otak berubah dengan cara yang menguntungkan.
Dengan menghasilkan butirat, probiotik membantu meningkatkan asetilasi histon. Asetilasi histon dapat meningkatkan ekspresi gen-gen yang berperan dalam mengatur suasana hati dan emosi.
4. Probiotik memberikan efek terapeutik pada sistem saraf pusat

Ketika kita merasa cemas atau stres, ada koneksi langsung antara usus dan otak. Ini disebut "gut-brain axis." Penelitian dalam jurnal Annals of General Psychiatry tahun 2017 telah menemukan bahwa probiotik dapat berdampak positif pada kesehatan mental.
Probiotik dapat memengaruhi koneksi ini dengan cara yang menguntungkan. Mengonsumsi makanan yang mengandung probiotik dapat membantu mengurangi peradangan dalam tubuh.
Peradangan bisa menjadi seperti reaksi tubuh terhadap stres dan kecemasan, yang dapat memengaruhi suasana hati. Dengan mengurangi peradangan, probiotik membantu menjaga suasana hati tetap positif.
Selain itu, probiotik juga dapat memengaruhi zat kimia dalam otak yang disebut serotonin. Serotonin adalah zat kimia yang berperan penting dalam suasana hati dan emosi. Ketika kadar serotonin rendah, kita bisa merasa sedih atau cemas. Probiotik membantu meningkatkan produksi serotonin, yang pada gilirannya dapat membuat kita merasa lebih bahagia dan tenang.
5. Peningkatan produksi triptofan

Triptofan adalah salah satu zat kimia penting dalam tubuh kita yang berperan dalam membentuk serotonin, yaitu zat kimia yang dapat memengaruhi suasana hati dan emosi kita. Ketika kadar serotonin rendah, kita bisa merasa cemas, stres, atau bahkan depresi.
Berdasarkan hasil studi dalam jurnal Annals of General Psychiatry tahun 2017, konsumsi makanan yang mengandung probiotik dapat membantu meningkatkan produksi triptofan dalam tubuh.
Ketika triptofan meningkat, otak kita dapat menggunakan zat kimia ini untuk membuat lebih banyak serotonin. Dengan meningkatnya kadar serotonin, kita bisa merasa lebih bahagia, tenang, dan rileks. Ini dapat membantu mengurangi gejala stres dan kecemasan yang dirasakan sehari-hari.
Probiotik bisa didapat dari makanan dan minuman seperti kefir, kombucha, miso, tempe, yoghurt, kimchi, dan lain sebagainya. Walaupun probiotik bisa membantu depresi, tetapi pengobatan dari dokter tetaplah terapi utama. Selain itu, perlu juga didukung oleh faktor-faktor lainnya seperti rutin olahraga, tidur cukup, mendapatkan dukungan sosial.