Studi: Booster Vaksinasi COVID-19 Cegah Kematian pada Lansia

Studi dilakukan langsung di Indonesia!

Jangan lengah! Peperangan melawan pandemik COVID-19 masih belum selesai. Dengan mutasi yang masif, SARS-CoV-2 membuahkan varian dan sub-varian yang bandel agar tetap eksis di dunia. Yang terbaru adalah varian B.1.1.529 (Omicron) dan berbagai subvariannya.

Apakah ini berarti vaksinasi tak ada gunanya? Jangan salah. Justru, selain mencegah, vaksinasi COVID-19 terbukti ampuh untuk memperkecil risiko COVID-19 parah hingga meninggal dunia. Tidak percaya? Studi yang dilakukan di Indonesia menjadi buktinya. Yuk, simak fakta selengkapnya berikut ini!

1. Studi libatkan hampir 2 juta partisipan

Studi: Booster Vaksinasi COVID-19 Cegah Kematian pada Lansiailustrasi pasien COVID-19 yang dirawat inap (unsplash.com/Olga Kononenko)

Berbagai penelitian mencatat pengaruh vaksinasi COVID-19 mencegah keparahan dan mortalitas. Bertajuk "Analisis kematian COVID-19 di Indonesia, 1 Januari –30 Juni 2022", para peneliti dari Universitas Indonesia ingin mengonfirmasi pengaruh vaksinasi COVID-19 terhadap risiko COVID-19 berat hingga meninggal dunia di populasi Tanah Air.

Salah satu peneliti dan ahli epidemiologi UI, dr. Iwan Ariawan, MSPH, menjelaskan bahwa penelitian analisis ini melibatkan data New All Record (NAR) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI). Data ini mencatat kasus COVID-19 di Indonesia hingga status terakhirnya, antara meninggal dunia atau sembuh. 

Lalu, data tersebut dipadukan dengan data vaksinasi dari Primary Care (PCare) BPJS Kesehatan. Jadi, selain data kasus COVID-19 dan statusnya, penelitian ini mencakup riwayat vaksinasi, dari yang belum hingga sudah booster.

"Dari situ, kita mau lihat, efek vaksinasi dalam mencegah kematian pada orang yang sudah terinfeksi COVID-19," kata Iwan kepada IDN Times pada Rabu (20/7/2022).

Dilakukan dari 1 Januari hingga 30 Juni 2022, Iwan memprakirakan bahwa penelitian ini dilakukan saat Omicron tengah merebak di Indonesia. Secara total, penelitian ini melibatkan 1.792.360 partisipan. Dari angka tersebut, para partisipan terbagi menjadi empat kelompok:

  • Belum vaksin: 247.674 jiwa.
  • Vaksin 1 kali: 74.892 jiwa.
  • Vaksin 2 kali: 552.794 jiwa.
  • Vaksin 3 kali/booster: 917.001 jiwa.

2. Hasil: Vaksinasi sampai booster cegah mortalitas akibat COVID-19

Iwan menjelaskan bahwa dari awal Januari sampai akhir Juni, tingkat kematian COVID-19 terpantau rendah di tengah tren kasus COVID-19 yang melandai. Menariknya adalah hasil penelitian ini mengonfirmasi bahwa vaksinasi COVID-19 hingga booster mencegah COVID-19 parah pada para pasien.

Penelitian ini mencatat bahwa mereka yang belum divaksinasi 28 kali lebih berisiko meninggal akibat COVID-19. Pada mereka yang sudah divaksinasi sekali dan dua kali, risiko berkurang masing-masing hanya 15 kali dan 6 kali. Jika sudah booster, maka risiko tersebut turun jadi 0,1 persen atau 1 kali saja.

“Data langsung di lapangan membuktikan efek vaksinasi besar dalam mencegah kematian, apalagi sampai booster,” ujar Iwan.

Baca Juga: Perbedaan Gejala Infeksi COVID-19 Varian Omicron Jika Sudah Booster

3. Terlihat pada lansia

Studi: Booster Vaksinasi COVID-19 Cegah Kematian pada Lansiailustrasi vaksinasi COVID-19 untuk lansia (IDN Times/Aditya Pratama)

Kelompok lansia (60 tahun ke atas) adalah salah satu kelompok paling rentan terkena COVID-19 parah hingga meninggal dunia, terutama karena komorbiditas seperti diabetes dan/atau hipertensi. Dari segi proporsi kasus, penelitian ini mencatat bahwa ada 168.956 pasien COVID-19 lansia. Mereka terbagi jadi:

  • Belum vaksin: 43.335 jiwa.
  • Vaksin 1 kali: 9.484 jiwa.
  • Vaksin 2 kali: 44.987 jiwa.
  • Vaksin 3 kali/booster: 71.150 jiwa.

Jika tidak divaksinasi, pasien lansia berisiko 9,3 persen (23 kali) lebih mungkin meninggal dunia akibat COVID-19. Risiko terus menurun saat vaksinasi dosis pertama dan kedua, masing-masin 5,6 persen (14 kali) dan 4,2 persen (11 kali). Lalu, saat sudah booster, risiko menurun hanya 0,4 persen saja.

"Makin terlihat pada kelompok lansia. Kelompok lansia memiliki risiko kematian paling tinggi dari usia lain. Namun, setelah vaksinasi primer hingga booster, risikonya turun," tutur Iwan.

4. Vaksin mana yang lebih ampuh?

Saat menjelaskan hasil penelitian ini, Iwan menjelaskan bahwa penelitian ini membuktikan manfaat vaksinasi COVID-19 untuk merangsang produksi antibodi tubuh melawan SARS-CoV-2. Oleh karena itu, vaksinasi COVID-19 bisa mencegah COVID-19 berat hingga rawat inap atau meninggal dunia.

"Begitu ada infeksi, tubuh dan antibodi siap untuk melawan," kata Iwan.

Seperti yang telah dipaparkan berbagai studi lampau, vaksinasi COVID-19 berkurang efektivitasnya dalam waktu tertentu (biasanya 6 bulan). Oleh karena itu, booster ada untuk mendongkrak antibodi, dan menurut penelitian yang sudah ada, Iwan menyarankan booster heterolog (beda platform).

Studi: Booster Vaksinasi COVID-19 Cegah Kematian pada Lansiailustrasi vaksin COVID-19 (IDN Times/Aditya Pratama)

Meski bukan penelitian khusus, Iwan mengatakan bahwa penelitian ini memanfaatkan data yang sudah ada. Akan tetapi, kekurangan dari penelitian ini adalah data yang terbatas. Salah satu contohnya adalah data komorbiditas yang tidak diketahui.

Saat ditanya apa vaksin yang paling ampuh, Iwan mengatakan bahwa penelitian ini belum menjelaskan lebih jauh. Namun, karena penelitian ini tak membedakan vaksin, Iwan mengatakan bahwa terlepas dari apa pun platform vaksinnya, makin lengkap vaksinasi, makin rendah risiko kematian akibat COVID-19.

"Kita belum melihat sampai ke sana, karena banyak variasi vaksin. Jadi, belum dianalisis. Meski begitu, semua vaksin sama," ujar  Iwan.

Iwan mengatakan bahwa untuk mengetahui vaksin mana yang lebih baik atau kombinasinya, ia meminta masyarakat untuk menunggu hasil survei serologi yang tengah berlangsung hingga Agustus 2022. Dengan pengukuran antibodi, baru bisa terlihat kelompok vaksin dan kombinasi apa yang terbaik.

5. Bagaimana dengan BA.2.75?

Studi: Booster Vaksinasi COVID-19 Cegah Kematian pada Lansiailustrasi SARS-CoV-2 (technologynetworks.com)

Terdeteksi pada Minggu (17/7/2022) kemarin, Kemenkes RI mengumumkan masuknya tiga kasus subvarian BA.2.75 di Indonesia. Apakah patut diteliti untuk selanjutnya?

Mengenai subvarian tersebut, Iwan mengatakan bahwa hanya waktu yang bisa memberi tahu apakah varian ini layak diteliti di Indonesia. Karena baru tiga kasus, maka perlu dilihat apakah BA.2.75 akan mendominasi atau tidak, dan dari situ, baru bisa terlihat efek vaksinasi hingga booster terhadap subvarian tersebut.

"Kalau ingin melihat efek vaksinasi terhadap BA.2.75, tentu tidak bisa sekarang. Hal ini dikarenakan kasusnya masih minim, yaitu 3 kasus," tutur dr. Iwan.

Dokter Iwan menekankan bahwa penelitian ini adalah bukti jelas bahwa vaksinasi hingga booster amat penting untuk kepentingan bersama melawan COVID-19. Efeknya pun besar untuk mengurangi risiko kematian akibat COVID-19. Oleh karena itu, yang belum di-booster, harus segera menerima booster.

"Ini bukan soal syarat perjalanan atau masuk mal. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah COVID-19 berat sampai meninggal dunia," kata Iwan.

Baca Juga: Keampuhan Mix-and-Match Booster Vaksin COVID-19, Didukung Studi

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya