Munchausen Syndrome by Proxy, Manipulasi Gangguan Kesehatan pada Anak

Munchausen syndrome by proxy (MSP) ialah gangguan kesehatan mental yang melibatkan pengasuh anak, paling sering seorang ibu. Dalam praktiknya, pelaku MSP dengan sengaja membuat skenario tentang gejala palsu atau menyebabkan gejala nyata pada korban (anak) hingga seolah-olah ia memiliki masalah kesehatan, baik fisik maupun mental.
Tindakan ini sering kali dikaitkan dengan gangguan maladaptif atau mencari perhatian oleh pengasuh. Studi yang termuat dalam Frontiers in Pediatrics tahun 2018 bahkan menekankan jika MSP dianggap sebagai bentuk pelecehan anak yang serius.
Munchausen syndrome by proxy diklasifikasikan sebagai gangguan buatan yang dilakukan oleh orang lain (factitious disorder imposed on another/FDIA). Ini cenderung menggambarkan pola perilaku ketimbang sindrom psikiatri yang mendasarinya.
1. Gejala

Secara garis besar, tanda akan praktik MSP bisa diidentifikasi dari pelaku maupun korban. Pada pelaku, tanda-tanda yang sering dianggap sebagai MSP di antaranya adalah:
- Merekayasa laporan tentang kondisi anak. Biasanya ini ditandai dengan berbedanya laporan yang dibuatnya dengan hasil milik tenaga medis.
- Ingin dilihat sebagai pihak yang baik.
- Secara rutin mencari perhatian dan validasi.
- Tidak mau meninggalkan dan menunjukkan loyalitas untuk selalu berada di sisi korban.
- Tidak konsisten dan tidak komprehensif dalam menjelaskan riwayat kondisi anak.
- Tidak menunjukkan kekhawatiran terhadap rekomendasi prosedur diagnostik sampai pengobatan untuk anak.
Selanjutnya, tanda peringatan pada anak sebagai korban meliputi:
- Melaporkan masalah medis, yakni tidak merespons pengobatan yang diterima dengan optimal.
- Gejala atau tanda tertentu hanya muncul di hadapan pengasuh.
- Gejala atau tanda tertentu membaik ketika berada pada perawatan medis.
- Riwayat masalah kesehatan, meliputi cedera, penyakit, dan prosedur medis, seolah berulang kali terjadi.
- Ketika dilakukan tes medis mendalam, kondisi anak normal dan tidak ada masalah kesehatan yang perlu dikhawatirkan.
2. Penyebab

Penyebab pasti MSP masih belum jelas. Namun, para ahli percaya jika kondisi ini berhubungan dengan faktor biologis dan psikologis. Pernyataan demikian pun didukung oleh penelitian yang termuat dalam Forensic Research & Criminology International Journal tahun 2018.
Di samping itu, ada teori lain yang mengatakan bahwa FDIA rentan terjadi pada individu dengan riwayat pengabaian atau pelecehan ketika masih kecil. Risiko lain yang juga menjadi ancaman adalah memiliki masalah kejiwaan, seperti stres, kecemasan, depresi, gangguan kepribadian, dan gangguan bipolar.
3. Diagnosis

Untuk mendiagnosis MSP, pelaku sendirilah yang harus mengakui tindakannya tersebut. Kemudian ia perlu menjalani sejumlah perawatan berbasis psikiatri. Permasalahan terbesar yang sering dihadapi dokter dalam membuat diagnosis adalah ketidakjujuran pengidap MSP. Untuk mengakalinya, dokter biasanya akan mendiagnosis korban terlebih dahulu.
Apabila anak menunjukkan pola "sakit" secara berulang, maka tidak menutup kemungkinan pengasuhnya akan dicurigai mengalami MSP. Namun, penting untuk dipahami bahwa baik dokter maupun orang lain yang dekat dengan anak sama-sama bertanggung jawab menjaga keselamatannya.
Untuk memenuhi diagnosis klinis MSP, terdapat empat kriteria berikut yang harus dipenuhi:
- Pelaku terlibat dalam pemalsuan tanda atau gejala fisik atau psikologis, induksi cedera, penyakit.
- Menjadikan korban sebagai objek yang sakit atau terluka.
- Perilaku menipu terlihat tanpa adanya insentif eksternal.
- Perilaku tersebut tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain.
4. Penanganan

Perlu digarisbawahi bahwa perawatan MSP tidak hanya melibatkan pelaku, tetapi juga korban. Bahkan, jika memungkinkan, seluruh keluarga pun bisa berkontribusi dalam perawatan.
Anak yang menjadi korban perlu segera diberikan perlindungan. Perlindungan pun harus melibatkan aspek fisik maupun psikis.
Sementara itu, pelaku harus mendapatkan konseling psikiatri dengan ahlinya. Opsi lain berupa terapi individu atau terapi keluarga juga dapat membantu mengatasi situasi tersebut.
5. Mekanisme koping

Anak-anak korban pengasuh dengan MSP dapat mengembangkan berbagai penyakit dan cedera fisik. Komplikasi serius dapat mengancam keselamatan. Beberapa anak mungkin mengalami depresi dan kecemasan akibat pelecehan yang diterimanya. Selain itu, juga berisiko bisa mengembangkan gangguan buatan saat menginjak dewasa.
MSP adalah bentuk pelecehan anak yang parah. Ini memerlukan intervensi segera dari tenaga medis dan layanan perlindungan anak. Profesional kesehatan mental sering dikerahkan untuk merawat individu yang menunjukkan perilaku tersebut. Namun, layanan perlindungan anak juga diharuskan mengambil tindakan melalui jalur hukum yang berlaku.
Baik pelaku maupun korban munchausen syndrome by proxy pada dasarnya sama-sama membutuhkan perawatan kesehatan mental yang memadai. Hal demikian berguna untuk membantu mengatasi trauma hubungan yang dinilai tidak sehat seperti itu.