Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Saat Biopsi, Ini yang Perlu Diketahui Pasien Kanker Payudara

ilustrasi penyitas kanker payudara (pexels.com/Anna Tarazevich)
ilustrasi penyitas kanker payudara (pexels.com/Anna Tarazevich)
Intinya sih...
  • Biopsi penting untuk mengetahui jenis kanker, tingkat keparahan, dan langkah pengobatan yang tepat.
  • Rebiopsi mungkin diperlukan jika terjadi perubahan pada kondisi pasien atau respons terhadap terapi yang tidak sesuai harapan.
  • Pasien kanker payudara tidak perlu takut melakukan biopsi berkat kemajuan teknologi medis yang membuat prosedur lebih minim invasif dan nyaman.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Biopsi menjadi langkah krusial dalam proses diagnosis kanker. Ketika ditemukan benjolan atau jaringan yang mencurigakan dalam tubuh, dokter biasanya merekomendasikan prosedur medis ini untuk memastikan apakah sel-sel tersebut bersifat ganas atau jinak. 

Dengan mengambil sampel jaringan dan memeriksanya di bawah mikroskop, biopsi akan memberikan informasi penting untuk menentukan jenis kanker, tingkat keparahannya, serta langkah pengobatan yang paling tepat.

Biopsi bukan sekadar langkah awal

Dokter spesialis bedah onkologi dan Pendiri Yayasan Smart Pink Indonesia, dr. Farida Briani, Sp.B(K)Onk, menjelaskan bahwa biopsi tidak hanya tentang mengetahui, tetapi juga menyesuaikan langkah pengobatan yang paling tepat untuk setiap pasien.

"Lewat biopsi, dokter bisa memastikan apakah sel-sel di tubuh bersifat ganas, serta memahami sifat biologis kanker itu sendiri. Keputusan pengobatan yang optimal hanya bisa dibuat dengan informasi yang akurat dan terbaru," ujarnya dalam keterangan tertulis. 

Lebih dalam dijelaskan bahwa biopsi sangat penting dilakukan pada pasien kanker payudara karena dokter dapat memeriksakan penanda tumor (ER, PR, HER2, KI67) dan menetukan tipe-tipe kanker payudara (luminal A, luminal B, tipe HER2, dan TNBC), yang mana penentuannya sangat penting untuk metode pengobatan yang tepat.

Kemungkinan tindakan ulang

ilustrasi biopsi saat pembedahan (pexels.com/Anna Shvets)
ilustrasi biopsi saat pembedahan (pexels.com/Anna Shvets)

Biopsi terkadang perlu dilakukan kembali, terutama jika terjadi perubahan selama atau setelah pengobatan. 

“Rebiopsi mungkin diperlukan jika terjadi perubahan pada kondisi pasien atau respons terhadap terapi yang tidak sesuai harapan, untuk memastikan apakah karakteristik kanker tetap sama atau sudah berubah—karena perubahan inilah yang dapat memengaruhi strategi pengobatan selanjutnya,” jelas dr. Farida.

Dalam beberapa kasus kanker payudara, sifat biologis tumor dapat berubah seiring waktu atau setelah terapi sistemik. Oleh karena itu, strategi pengobatan harus disesuaikan kembali berdasarkan hasil rebiopsi.

Teknologi masa kini

Pasien kanker payudara tidak perlu takut melakukan biopsi dan rebiopsi berkat kemajuan teknologi medis. Prosedur ini kini lebih minim invasif dan lebih nyaman.

“Saat ini, sebagian besar prosedur biopsi dapat dilakukan tanpa operasi terbuka, cukup dengan jarum halus yang dipandu oleh teknologi pencitraan seperti USG, mamografi, atau MRI. Dari segi biaya pun lebih efisien—hanya sekitar seperempat hingga setengah dari biaya operasi terbuka,” jelasnya.

Terdapat empat tipe biopsi kanker payudara:

  1. Fine-needle aspiration (FNA): Menggunakan jarum halus untuk menyedot cairan dari benjolan, biasanya jika dicurigai sebagai kista. Bisa dibantu USG dan dilanjutkan dengan FNAB jika perlu pemeriksaan sel.  

  2. Core-needle biopsy: Dilakukan dengan jarum berongga untuk mengambil sampel jaringan padat, dilakukan dengan anestesi lokal dan bisa dibantu USG, rontgen, atau manual. Efek samping lebih ringan dibanding biopsi bedah. 

  3. Skin punch biopsy: Diambil saat ada ruam atau kemerahan pada kulit payudara yang bukan infeksi atau alergi, untuk mendeteksi kemungkinan inflammatory breast cancer (IBC).  

  4. Surgical biopsy: Pengangkatan sebagian atau seluruh benjolan dan jaringan sekitarnya, dilakukan di rumah sakit dengan anestesi lokal atau umum.

Pemilihan jenis biopsi yang paling tepat sangat bergantung pada kondisi masing-masing pasien. Dokter akan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti usia, riwayat kesehatan, ukuran benjolan, lokasi, dan tampilan area mencurigakan pada payudara.

"Dengan pendekatan yang tepat dan teknologi yang terus berkembang, biopsi kini dapat dilakukan dengan lebih aman, nyaman, dan akurat—membantu memastikan pasien mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang sesuai sejak awal," dr. Farida mengatakan.

Benjolan di payudara tidak selalu kanker

Menemukan benjolan di payudara sering kali memicu rasa takut. Padahal, dalam sebagian kasus benjolan ini bersifat jinak. Dokter Farida mengingatkan akan pentingnya bersikap tenang namun tetap kritis. 

“Dari semua kelainan payudara, hanya sekitar 10 persen yang terbukti kanker. Jadi jangan panik, tapi juga jangan abai,” ia berpesan.

Data menunjukkan bahwa hanya 3–6 persen benjolan yang bersifat ganas dan 80 persen benjolan yang diperiksa lewat biopsi ternyata tidak berbahaya. Oleh sebab itu, langkah pertama yang bijak saat menemukan kelainan adalah tidak terburu-buru menyimpulkan, melainkan segera berkonsultasi dengan dokter. Evaluasi yang tepat akan memberikan kejelasan dan ketenangan.

Sangat penting memahami dasar-dasar tentang kanker payudara, mulai dari jenis, subtipe, hingga pilihan terapinya. Pemahaman ini akan membantu pasien merasa lebih siap, lebih percaya diri dan lebih terlibat dalam proses pengobatan kanker payudara.

Referensi

"Breast Biopsy". National Breast Cancer Foundation. Diakses Juni 2025.

"Signs of Breast Cancer: What to Know". Breast Cancer Research Foundation. Diakses Juni 2025.

"Different Kinds of Breast Lumps". Stony Brook Cancer Center. Diakses Juni 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us