“Yang bisa mengubah itu sebenarnya sistem,” ujarnya kepada IDN Times.
Sekolah dan Keluarga Harus Kompak Lindungi Anak dari Bullying

- Perundungan di sekolah berdampak pada kesehatan mental siswa dan memerlukan kerja sama antara sekolah dan keluarga untuk mencegahnya.
- Pencegahan perundungan harus dilakukan di tingkat sistem, dengan peran besar dari pola asuh orang tua dan kemampuan guru dalam mendeteksi tanda-tanda pada anak.
- Edukasi yang berkesinambungan diperlukan agar semua pihak memahami bahwa perundungan bukan hal sepele, serta pentingnya pendidikan tentang empati, komunikasi sehat, dan pengelolaan emosi.
Di sekolah, perundungan tidak selalu tampak jelas. Kadang hanya terlihat dari perubahan kecil. Contohnya, seorang anak yang biasanya ceria tiba-tiba lebih sering menyendiri, nilai pelajarannya anjlok, atau enggan ikut kegiatan bersama teman.
Perubahan ini sering dianggap hal biasa dan kerap dilewatkan, padahal bisa menjadi sinyal anak menjadi korban perundungan. Jika dibiarkan, dampaknya bisa memengaruhi kesehatan mental dan perkembangan anak dalam jangka panjang.
Karena itu, pencegahan perundungan harus dilakukan bersama. Guru, orang tua, dan sekolah harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, dan mendukung tumbuh kembang anak.
Pentingnya dukungan sekolah dan keluarga
Meiri Dias Tuti, M.Psi., Psikolog, pencegahan perundungan yang efektif harus dilakukan di tingkat sistem, bukan hanya pada individu.
Sekolah dan keluarga, kata Meiri, punya peran besar dalam menciptakan lingkungan yang aman dan peka terhadap perubahan perilaku anak. Di rumah, pola asuh menjadi fondasi utama.
Anak yang diabaikan atau justru tumbuh dalam didikan yang terlalu keras berisiko tinggi terlibat dalam perilaku perundungan, baik sebagai pelaku maupun korban. Sementara di sekolah, guru dan tenaga pendidik memiliki kekuatan untuk mendeteksi lebih awal tanda-tanda anak yang mengalami tekanan.
“Kalau sudah melihat ada anak yang menunjukkan gejala seperti ini, jangan tinggal diam,” tegas Meiri.
Dia menekankan pentingnya penelusuran sejak dini melalui guru konseling, misalnya, untuk memastikan apakah anak tersebut mengalami perundungan.
Keluarga merupakan pelindung utama

Orang tua juga perlu memiliki kepekaan terhadap anak yang berpotensi menjadi korban perundungan. Anak dengan ciri-ciri tertentu—seperti tampilan fisik yang berbeda, kurang percaya diri, atau terlalu menonjol di bidang akademik—lebih rentan menjadi sasaran perundungan.
“Biasanya orang tua harus tahu, misalnya anaknya terlihat lemah, tidak percaya diri, atau dari fisiknya berbeda,” ujarnya.
Pendampingan dari rumah menjadi kunci. Orang tua diharapkan tidak hanya memperhatikan perubahan perilaku anak, tetapi juga mengajarkan cara merespons ketika mendapat perlakuan tidak menyenangkan.
“Anak-anak ini sedang belajar, kadang mereka tidak tahu bagaimana menanggapi,” Meiri menambahkan.
Dengan komunikasi yang terbuka dan dukungan emosional yang konsisten, keluarga dapat menjadi pelindung pertama sebelum masalah berkembang lebih jauh.
Perlunya edukasi yang menyeluruh
Pemahaman tentang perundungan di masyarakat masih belum utuh, menurut pengamatan Meiri. Banyak pihak, baik di rumah maupun di sekolah, belum benar-benar memahami bentuk, dampak, dan cara penanganannya.
“Sekarang itu memang pemahaman konsep dan bagaimana penanganan bullying itu kayaknya belum benar,” Meiri mengatakan.
Dia menilai perlunya edukasi yang berkesinambungan, agar semua pihak memahami bahwa perundungan bukan hal sepele.
Lebih jauh, Meiri mengingatkan bahwa perilaku perundungan tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, tetapi juga di dunia kerja. Karena itu, pendidikan tentang empati, komunikasi sehat, dan pengelolaan emosi sebaiknya terus diajarkan sejak dini hingga dewasa.
Harapannya, baik keluarga maupun institusi pendidikan dapat berkolaborasi membentuk sistem yang saling menguatkan untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.


















