14 Persen Anak Pernah Alami Cyberbullying, Pemerintah Buat Aturan

- Perkuat sistem perlindungan anak melalui dua arah kebijakan utama
- KemenPPPA akan membentuk Kelompok Kerja Pelindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan
- Akses internet lebih dari lima jam di tiga provinsi
Jakarta, IDN Times - Pemerintah resmi tetapkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Pelindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan 2025–2029 sebagai pedoman nasional untuk memperkuat perlindungan anak di ruang digital. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengatakan, beleid ini jadi langkah strategis hadapi berbagai tantangan baru yang muncul seiring percepatan transformasi digital di Indonesia.
Data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 menunjukkan 14,49 persen anak laki-laki dan 13,78 persen anak perempuan usia 13–17 tahun pernah mengalami cyberbullying, sementara empat dari setiap 100 anak menjadi korban kekerasan seksual non-kontak.
"Regulasi ini secara tegas menyoroti sejumlah tantangan yang selama ini dihadapi, seperti masih lemahnya mitigasi terhadap percepatan transformasi digital, terbatasnya kemitraan strategis antar pemangku kepentingan, serta adanya fragmentasi kebijakan yang menghambat efektivitas pelaksanaan program. Di samping itu, pemanfaatan sumber daya dan pengelolaan data pelindungan anak masih perlu diperkuat agar kebijakan dapat lebih tepat sasaran dan berkelanjutan,” ujar Arifah, dikutip Jumat,(7/11/2025).
1. Perkuat sistem perlindungan anak melalui dua arah kebijakan utama

Menurut Arifah, peta jalan jadi panduan strategis untuk perkuat sistem perlindungan anak melalui dua arah kebijakan utama. Pertama, penguatan kapasitas anak, keluarga, dan masyarakat agar memiliki ketahanan serta kecakapan digital. Kedua, memperkuat jejaring kerja sama lintas sektor antara kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat dalam pencegahan serta penanganan kekerasan terhadap anak di dunia maya.
“Perpres ini merupakan hasil dari proses kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk anak-anak sebagai penerima manfaat utama, pakar, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga pemerintah. Melalui forum konsultasi dan lokakarya lintas sektor, kebijakan ini dirancang agar komprehensif, realistis, serta dapat diimplementasikan secara efektif di berbagai tingkatan pemerintahan,” katanya.
2. KemenPPPA akan membentuk Kelompok Kerja Pelindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan

KemenPPPA akan membentuk Kelompok Kerja Pelindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan yang menjadi bagian dari Tim Koordinasi Pelindungan Anak Nasional. Kelompok ini berfungsi sebagai wadah kolaborasi lintas sektor dalam mengoordinasikan pelaksanaan peta jalan, pertukaran data, dan harmonisasi program antarinstansi.
“Setiap anak memiliki hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, termasuk secara digital. Namun hak tersebut harus dibarengi dengan perlindungan yang kuat agar mereka tidak terjerumus dalam bahaya dunia maya. Anak-anak kini rentan terhadap berbagai bentuk ancaman seperti cyberbullying, eksploitasi seksual daring, grooming, dan kecanduan gawai," ujar Menteri PPPA.
"Karena itu, perlindungan anak di ranah digital harus menjadi bagian integral dari kebijakan nasional. Dengan kolaborasi yang kuat, kita pastikan ruang digital menjadi tempat yang aman dan berpihak pada kepentingan terbaik anak,” sambung Arifah.
3. Akses internet lebih dari lima jam di tiga provinsi

Spesialis Perlindungan Anak UNICEF Indonesia, Astrid Gonzaga Dionisio, menyambut baik lahirnya Perpres 87/2025 sebagai bukti komitmen pemerintah jamin keamanan anak di dunia maya. Dia menjelaskan, di tengah derasnya arus digitalisasi, anak-anak menghadapi peluang sekaligus risiko baru seperti kekerasan, eksploitasi, dan cyberbullying.
Dari studi yang dilakukan oleh Kemen PPPA bekerja sama dengan UNICEF pada 2023 di tiga provinsi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan, anak-anak di Indonesia rata-rata mengakses internet lebih dari lima jam per hari, sementara sebagian dari mereka menjadi korban kekerasan daring tanpa mengetahui cara melapor atau mencari bantuan.
"Karena itu, kami berharap peta jalan perlindungan anak yang baru diluncurkan dapat diterapkan secara efektif di tingkat nasional dan daerah, melibatkan kolaborasi lintas lembaga agar anak-anak terlindungi dari ancaman digital yang kian kompleks,” ujar Astrid.
4. Dibuat untuk membangun early warning system dan support system

Sementara itu, Plt. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Ratna Susianawati, menegaskan lahirnya peraturan ini menunjukkan keseriusan pemerintah memperkuat perlindungan anak di ruang digital. Menurutnya, regulasi tersebut disusun melalui proses panjang lebih dari satu tahun dengan melibatkan sedikitnya 15 kementerian dan lembaga.
“Regulasi ini disusun untuk membangun early warning system dan support system perlindungan anak di dunia maya,” tegas Ratna.
















