Psikolog: Pelaku Inses Punya Agresivitas Tinggi dan Kontrol Diri Lemah

Pada banyak kasus, korban kerap mendapat ancaman

Kasus inses atau hubungan seks sedarah memang cukup jarang terdengar, tetapi bukan berarti tidak ada. Berdasarkan data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, ada 1.210 kasus inses yang terjadi di Indonesia pada tahun 2017. Sangat mungkin jumlah aslinya lebih besar dari yang dilaporkan.

Seperti apa inses dari sudut pandang psikologi? Simak pemaparan dari Riza Wahyuni, S.Psi, MSi, psikolog klinis dan forensik yang bertugas di Layanan Psikologi Geofira dan SATGAS PPA Jatim!

1. Kasus inses paling umum adalah antara ayah dan anak perempuan

Psikolog: Pelaku Inses Punya Agresivitas Tinggi dan Kontrol Diri Lemahtelegraphindia.com

Menurut Riza, definisi inses adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga atau kekerabatan. Seperti antara ayah kandung dan anak perempuan, ibu dengan anak laki-laki, hingga sesama saudara kandung atau saudara tiri.

Riza menyebut bahwa kasus yang dia tangani rata-rata berasal dari latar belakang pendidikan dan ekonomi yang rendah. Selain itu, inses juga kerap dipicu oleh disharmoni dalam keluarga, terutama hubungan suami istri yang buruk. 

"Umumnya, suami (atau ayah) akan mencari hal-hal lain untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. Yang paling sering menjadi korban adalah anak perempuannya," ujar Riza menuturkan.

Menurut Riza, mengacu pada "Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) 3", inses tidak termasuk gangguan jiwa, tetapi lebih ke kelainan pada masalah seksual dan termasuk sebagai perilaku kriminal, sehingga pelakunya bisa diproses secara hukum.

2. Umumnya, anak menjadi korban saat usia pra pubertas

Psikolog: Pelaku Inses Punya Agresivitas Tinggi dan Kontrol Diri Lemahconservativewoman.co.uk

Berdasarkan kasus yang pernah ditangani oleh Riza, rata-rata seseorang menjadi korban inses di usia dini. Ada yang menjadi korban di usia pra pubertas, antara usia 9-10 tahun, ada pula yang terjadi di awal masa pubertas, yakni usia 11-12 tahun. Yang mengerikan, ada kasus inses pada anak usia 19 bulan!

"Anak usia 19 bulan ini dibawa oleh ibunya ke Puskesmas karena demam. Saat diperiksa bagian dalamnya, ada lendir dan ternyata itu bakteri gonore (Neisseria gonorrhoeae). Kalau ada bakteri itu, berarti ada kaitan dengan seksual. Saat diperiksa lebih dalam ke dokter obgyn, ternyata sudah ada robekan dan berdarah. Waktu itu kedua orang tuanya dalam proses perceraian," tutur psikolog klinis dan forensik ini.

Menurutnya, kasus inses selalu diawali dengan paksaan, ancaman, atau rayuan manipulatif. Ada korban yang diancam jika tidak menurut, maka ibunya akan dibunuh. Ada pula yang dipaksa untuk bungkam dan tidak menceritakannya ke orang lain.

3. Pelaku inses punya agresivitas tinggi dan kontrol diri yang rendah

Psikolog: Pelaku Inses Punya Agresivitas Tinggi dan Kontrol Diri Lemahlegalcheek.com

Saat Riza melakukan assessment kepada pelaku dan dari hasil interview, pelaku rata-rata memberi jawaban klasik, yakni "khilaf". Sementara, hasil tes psikologisnya mengatakan kalau rata-rata pelaku mengalami ketidakpuasan seksual, di mana hasrat mereka menggebu-gebu dan harus selalu terpenuhi.

Selain itu, dari hasil tes psikologi, terlihat bahwa pelaku memiliki tingkat agresivitas tinggi, kontrol diri yang lemah, kepercayaan diri rendah, ketidakmampuan mengontrol ego, serta jiwa "petualang" atau keingintahuan yang tinggi dan suka mencoba-coba. Banyak dari pelaku yang punya kepribadian tertutup, ungkap Riza, mengacu pada beberapa kasus yang pernah dia tangani.

Baca Juga: Tanda-tanda Psikologis Orang yang Suka Melakukan Pelecehan Seksual

4. Apa dampak yang dirasakan oleh korban inses?

Psikolog: Pelaku Inses Punya Agresivitas Tinggi dan Kontrol Diri Lemahtodaysparent.com

Menurut Riza, efek psikologisnya adalah korban tidak memiliki kepribadian secara utuh. Mereka merasa sangat malu dengan tubuhnya, ada perasaan bersalah, dan merasa kotor.

Selain itu, mereka menjadi sangat mudah cemas, agresif, takut, dan merasa tidak aman. Bahkan, ada yang menggunakan narkoba untuk pelarian dan menutupi apa yang sebenarnya dia rasakan.

"Trauma yang dialami oleh korban inses bisa diatasi dengan konseling. Konselingnya bersifat individual untuk men-support korban dan meyakinkan bahwa dia masih punya harapan. Konseling ini bisa cepat, bisa lambat, tergantung dukungan dari orang-orang yang ada di sekitarnya," jelas Riza.

Apakah ada kemungkinan korban bisa sembuh dari traumanya? Menurut Riza, tentu ada, selama korban mendapat support yang baik. Untuk korban yang masih pelajar, jika sudah pulih, dia bisa kembali bersekolah dan beraktivitas seperti anak-anak yang lain.

5. Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah inses?

Psikolog: Pelaku Inses Punya Agresivitas Tinggi dan Kontrol Diri Lemahthepragmaticparent.com

Apa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah dan meminimalisir kasus inses? Riza mengingatkan kepada orang tua untuk memberi kamar sendiri pada anak yang masuk usia 3 tahun. Artinya, anak itu sudah dipisahkan tidurnya dari orang tua.

Selain itu, ajarkan anak untuk mengenali bagian tubuhnya, yang mana yang boleh disentuh orang lain dan mana yang tidak boleh. Untuk anak perempuan, bagian yang tidak boleh disentuh orang lain adalah dari hidung hingga di atas lutut, dari muka (depan) dan belakang, sementara laki-laki dari pusar sampai di atas lutut, dari depan hingga belakang.

"Area ini tidak boleh ada yang menyentuh, meraba-raba, dan tidak boleh dijadikan permainan oleh siapa pun, termasuk anggota keluarganya sendiri. Jika ada yang melakukan, maka anak harus teriak dan minta tolong serta menyampaikan kondisinya pada orang yang dia percaya. Yang paling penting, jangan lupa melapor ke pihak berwajib," tegas Riza mengakhiri pembicaraan.

Baca Juga: Efek Positif dan Negatif Memiliki Saudara Kandung dari Sisi Psikologis

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya