10 Hal yang Membuat Anime One Piece Terasa Usang, Jadi Kurang Menarik!

One Piece telah mengudara selama lebih dari dua dekade dan berhasil mengukuhkan posisinya sebagai anime paling populer dan sukses sepanjang masa. Namun, dengan lebih dari 1.100 episode yang terbentang selama dua puluh tahun, One Piece tak luput dari berbagai masalah yang mengganggu kualitas serial ini, mulai dari alur cerita yang lambat hingga animasi dan humor yang terasa ketinggalan zaman sejak perilisannya pada tahun 1999.
Meskipun dicintai oleh banyak orang, beberapa aspek dalam One Piece tak dapat diabaikan oleh penonton modern yang semakin kritis terhadap kualitas. Diharapkan Luffy dapat mencapai impiannya menjadi Raja Bajak Laut sebelum dekade berikutnya mengingat kecenderungan One Piece untuk memperpanjang cerita. Setidaknya, para penggemar tidak perlu menunggu terlalu lama untuk remake dari Studio Wit yang diharapkan dapat mengatasi sebagian besar masalah yang ada dalam serial ini. Berikut adalah sepuluh alasan mengapa anime One Piece terasa usang. Apa saja? Yuk, langsung saja simak!
1. Kualitas Animasi: Episode awal memiliki rasio aspek 4:3

One Piece telah mengudara sejak tahun 1999 sehingga wajar episode-episode awal dari serial legendaris ini terasa kurang relevan bagi penonton modern. Salah satu aspek yang paling mencolok adalah penggunaan rasio aspek 4:3 yang baru diperbarui menjadi 16:9 pada episode 205, 200 episode sebelum anime ini akhirnya menyesuaikan diri dengan standar layar modern.
Toei Animation baru mengadopsi rasio aspek 16:9 pada tahun 2011, padahal stasiun televisi telah menjadikannya standar sejak sekitar tahun 2009--2010. Meskipun tidak terlambat, patut dicatat bahwa banyak anime lain pada masa itu juga menggunakan rasio aspek 4:3, jadi One Piece bukanlah satu-satunya anime yang mengalami transisi ini.
2. Saga East Blue: Pintu masuk yang terlalu panjang bagi penggemar baru

Saga East Blue yang bisa dianggap sebagai prolog bagi cerita utama One Piece menjadi tantangan tersendiri bagi calon penggemar untuk tetap setia mengikuti serial ini. Dengan 61 episode, lebih panjang dari kebanyakan musim anime lainnya, dibutuhkan dedikasi yang cukup besar untuk mencapai titik cerita One Piece benar-benar mulai berkembang. Padahal, Saga East Blue sendiri merupakan pengantar yang baik untuk memahami dunia One Piece secara keseluruhan.
Namun, menghabiskan hampir 24 jam waktu menonton hanya untuk satu saga awal, ditambah dengan lebih dari 1.000 episode keseluruhan serial, bisa menjadi hal yang menakutkan bagi banyak orang. Saga East Blue sebenarnya bisa dipangkas menjadi sekitar 30 episode tanpa kehilangan esensi ceritanya.
Kabar baiknya, remake One Piece oleh Studio Wit yang sedang dalam pengerjaan memberikan harapan bagi calon penggemar. Remake ini diharapkan menyajikan pacing yang lebih ketat dan jumlah episode yang lebih sedikit per arc sehingga memudahkan mereka untuk menikmati kisah One Piece tanpa merasa terbebani oleh durasi yang panjang.
3. Minimnya pembangunan dunia pra-timeskip

Meskipun One Piece dipuji karena pembangunan dunianya yang kaya dan detail, arc-arc awal, terutama sebelum time skip, terasa kurang dalam beberapa aspek penting. Beberapa penggemar mungkin berpendapat bahwa Oda masih dalam tahap pengembangan awal saat itu. Namun, absennya detail penting dan poin-poin plot krusial, seperti konsep Haki, di awal cerita, mengakibatkan banyak retcon atau perubahan retroaktif di sepanjang seri.
Salah satu contohnya adalah Buah Iblis tipe Logia. Awalnya, mereka digambarkan sebagai kekuatan yang tak terkalahkan berkat kemampuan mereka untuk mengubah tubuh menjadi elemen tertentu. Namun, dengan diperkenalkannya Haki, terutama Armament Haki yang memungkinkan serangan fisik menembus tubuh Logia, kekuatan Buah Iblis tipe ini menjadi kurang signifikan. Oda tampaknya semakin menekankan pentingnya Haki dalam cerita sehingga Buah Iblis tipe Logia, terlepas dari kekuatan mereka yang besar, kehilangan peran pentingnya dalam narasi, kecuali untuk menunjukkan kekuatan yang luar biasa.
4. Beberapa lelucon di One Piece sudah ketinggalan zaman

Sebagai serial yang telah berjalan selama lebih dari dua dekade, ada beberapa lelucon di One Piece yang terasa tidak relevan lagi di era modern, khususnya yang terkait dengan Sanji dan Brook. Sanji seringkali menjadi karakter yang kontroversial karena pandangannya terhadap wanita dan perilaku mesumnya, terutama yang ditampilkan dalam arc Thriller Bark. Meskipun perilaku Sanji mencapai titik terendah di arc tersebut, unsur-unsur tersebut tetap meninggalkan kesan yang kurang menyenangkan bagi sebagian penggemar.
Brook mungkin sedikit lebih baik, tetapi tidak jauh berbeda. Selain itu, sifat Momonosuke yang cenderung menjurus ke arah pelecehan seksual selama arc Wano juga menjadi sorotan negatif. Beberapa lelucon mungkin bisa dimaafkan karena perbedaan budaya antara Jepang dan Indonesia. Namun, ada pula lelucon yang sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai dan sensitivitas penonton modern.
Perubahan zaman membuat beberapa lelucon menjadi topik yang sensitif dalam lanskap media saat ini. Meskipun One Piece merupakan anime bergenre shonen, hal ini tidak bisa menjadi alasan untuk membenarkan penggunaan lelucon-lelucon yang tidak lagi relevan dan berpotensi menyinggung perasaan penonton.
5. Terlalu banyak plot sampingan

Dalam dunia fiksi, alur cerita A, B, dan C berfungsi untuk memberikan peran dan tujuan bagi karakter-karakter pendukung sehingga cerita mereka dapat berkembang seiring dengan plot utama. Episode dan arc awal One Piece tidak mengalami masalah sudut pandang karena jumlah anggota Topi Jerami masih sedikit. Namun, seiring bertambahnya anggota kru dan meluasnya fokus cerita pada dunia One Piece, jumlah karakter yang memiliki sudut pandang sendiri dalam setiap arc menjadi membengkak. Akibatnya, setiap plot menjadi berlarut-larut hingga hampir tidak ada perkembangan signifikan dalam setiap episode.
Dengan begitu banyak karakter yang harus diikuti dalam setiap episode, sulit untuk memberikan waktu layar yang cukup bagi masing-masing karakter untuk mengembangkan cerita dan kepribadian mereka secara mendalam. Masalah sudut pandang ini mungkin diperparah oleh pacing One Piece yang cenderung lambat. Dengan banyaknya karakter dan plot yang terjadi dalam setiap arc, sulit bagi penggemar untuk mengikuti keseluruhan cerita, terutama jika mereka tidak menontonnya secara maraton.
6. Episode filler merusak alur One Piece

Dalam komunitas anime, episode filler umumnya dipandang sebelah mata meskipun tidak selalu buruk. Jika dibandingkan dengan Naruto yang dijuluki raja episode filler, One Piece tidak memiliki jumlah filler yang berlebihan. Namun, dalam sebuah saga epik yang membentang ratusan episode, keberadaan episode filler, terutama arc filler, hanya berfungsi untuk menambah jumlah episode secara keseluruhan dan mengganggu alur cerita utama.
Untungnya, One Piece tidak dipenuhi dengan episode filler, dan ketika ada, setidaknya mereka menyajikan pengembangan karakter dan latar belakang dunia yang lebih luas meskipun tidak termasuk dalam cerita kanon. Beberapa episode filler memang cukup menghibur, namun tetap saja tidak memiliki kontribusi signifikan dalam keseluruhan cerita, selain menambah durasi serial yang sebenarnya sudah sangat panjang.
7. Terlalu banyak kilas balik di One Piece

Dalam anime bergenre shōnen, kilas balik seringkali menjadi elemen tak terpisahkan, terutama ketika momen-momen penting terjadi. Namun, One Piece cenderung menggunakan kilas balik secara berlebihan mengingat jumlah episode yang telah mencapai ratusan. Meskipun kilas balik berguna untuk mengingatkan penonton akan peristiwa penting dan perkembangan karakter sebelum momen krusial, One Piece seringkali mengulang-ulang kilas balik yang sama hingga membuat penonton merasa bosan.
Pada umumnya, kilas balik di One Piece tidaklah mengganggu. Namun, pengulangan yang berlebihan justru dapat merusak alur cerita alih-alih memperkuat momen-momen penting. Untungnya, kilas balik dalam episode-episode terbaru telah dianimasikan ulang dengan kualitas yang lebih baik, sesuai dengan standar animasi modern. Meskipun demikian, kilas balik yang terlalu sering, bahkan jika memiliki relevansi dengan cerita, tetap dapat mengganggu pengalaman menonton.
8. Kualitas animasi pertarungan yang tidak konsisten

Baru-baru ini, khususnya pada arc Wano, One Piece berhasil meningkatkan standar kualitas animasinya, terutama dalam menyajikan serangan dan adegan pertarungan yang spektakuler. Namun, hingga arc Wano, One Piece memiliki sedikit masalah dalam hal konsistensi kualitas animasi pertarungan dari satu arc ke arc lainnya.
Meskipun animasi awal One Piece memiliki pesona tersendiri, jika dibandingkan dengan anime shonen modern, kualitasnya terasa kurang memuaskan. Hal ini bukan sepenuhnya kesalahan One Piece mengingat anime ini telah mengudara sejak lama. Namun, jika dibandingkan dengan anime-anime lain dari era awal dan akhir 2000-an, kualitas animasi per episode One Piece terasa kurang konsisten.
Untungnya, beberapa episode spesial dari arc-arc ikonik telah di-remaster dengan animasi dan desain suara yang lebih modern, seperti Episode Nami. Beberapa penggemar menyukai perubahan ini, sementara yang lain lebih menyukai animasi asli dengan segala keunikannya. Bagaimanapun, setidaknya ada pilihan bagi setiap penggemar, baik yang menggemari pesona animasi awal 2000-an maupun yang lebih menyukai gaya animasi modern.
9. Pertarungan puncak Luffy terganggu oleh alur cerita lain

Dengan begitu banyak alur cerita yang harus diselesaikan dalam setiap arc, pertarungan terakhir Luffy seringkali terganggu oleh penyuntingan episode. Alih-alih menjadi puncak dari setiap arc, duelnya dengan antagonis utama justru terpecah-pecah menjadi puluhan episode sehingga porsi pertarungan Luffy hanya berlangsung beberapa menit sebelum beralih ke alur cerita lain, biasanya pertarungan lain yang terjadi secara paralel.
Durasi pertarungan terakhir Luffy dalam sebuah arc bisa mencapai lebih dari satu jam waktu tayang. Namun, alih-alih mendedikasikan seluruh episode untuk duel pamungkas ini, cerita seringkali terpotong oleh berbagai sudut pandang lain yang terjadi secara bersamaan. Meskipun formula ini terkadang efektif, namun dengan begitu banyak alur cerita yang harus diikuti dalam setiap arc, terutama menjelang klimaksnya, pertarungan Luffy sering kali terasa kurang memuaskan bagi penggemar, padahal seharusnya bisa menjadi jauh lebih epik.
10. One Piece memiliki pacing cerita yang buruk

Dengan lebih dari 1.100 episode dan masih terus berlanjut, One Piece seringkali dikritik karena pacing ceritanya yang lambat. Banyak episode yang terasa berlarut-larut demi memenuhi durasi 20 menit, sebuah praktik umum dalam anime shōnen untuk memperpanjang serial. Sayangnya, hal ini berdampak pada alur cerita secara keseluruhan yang menjadi kurang dinamis.
Meskipun bukan satu-satunya anime shōnen yang memiliki masalah pacing, durasi One Piece yang sangat panjang membuatnya semakin terasa. Sebagian besar jumlah episodenya dapat dikaitkan dengan pacing yang lambat ini.
Harapan pun tertuju pada remake One Piece oleh Wit Studio. Diharapkan remake ini akan menyajikan pacing yang lebih ketat dan jumlah episode yang lebih sedikit, memberikan pengalaman menonton yang lebih memuaskan bagi para penggemar baru ataupun lama. Pacing yang lambat dan jumlah episode yang sangat banyak seringkali menjadi penghalang bagi calon penggemar untuk terjun ke dunia One Piece karena mereka merasa kesulitan untuk berkomitmen pada cerita yang begitu panjang. Remake ini diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut dan membuat kisah epik One Piece lebih mudah diakses oleh semua orang.