5 Film yang Dibuat dengan Teknik Crane Shot, Leluhurnya Drone

Pernah menemukan film yang sebagian frame-nya diambil dari ketinggian? Salah satu sekuen adegan dalam serial Adolescence (2025) adalah contohnya. Terkuak, kru menggunakan drone untuk kebutuhan itu. Namun, tahukah kamu kalau banyak film sebelum itu untuk mendapatkan pemandangan dari ketinggian? Bahkan jauh pada era sebelum drones diperjualbelikan secara bebas.
Crane shot bisa dibilang jalan ninja para sinematografer saat itu. Beda dengan drone, crane memungkinkan kameramen mendapatkan gambar bergerak yang stabil, baik secara horizontal maupun vertikal. Drone memang lebih praktis dan murah, tetapi belum ada yang bisa mengalahkan stabilitas crane. Mau tahu seperti apa superioritas crane? Berikut beberapa film yang memakai teknik tersebut.
1. Enter the Void (2009)

Dikenal sebagai sutradara yang cukup inovatif, Gaspar Noe pernah menggunakan teknik crane shot untuk sebagian besar proses pengambilan gambar Enter the Void. Film ini ditulis dari perspektif seorang pria yang baru saja terbunuh saat hendak melakukan transaksi narkoba. Beberapa detik kemudian, arwahnya diceritakan berkelana di atas kota Tokyo dengan harapan bisa memberi kabar kepada sang adik soal kematiannya. Dengan crane, Noe berhasil menciptakan frame yang pergerakannya mulus baik secara horizontal maupun vertikal. Kamera kadang berada sejajar dengan bahu manusia, tetapi tak jarang pula berada di atas kepala.
2. La La Land (2016)

Stabilitas yang sama berhasil pula didapatkan Damien Chazelle untuk adegan pembuka film La La Land. Adegan yang dimaksud adalah saat dua lakon kita terjebak kemacetan. Saking bosan dan lamanya, beberapa orang memilih untuk menari dan menyanyi di tengah jalan. Mengingat jalanan padat, beberapa tampak naik ke atas mobil untuk beraksi. Dengan ketinggian yang berbeda-beda ini, crane pun jadi solusi terbaik untuk mendapatkan gambar yang stabil dan transisinya mulus.
3. Once Upon a Time... in Hollywood (2019)

Beberapa adegan dalam film Once Upon a Time... in Hollywood juga tampak diambil dengan crane. Terutama saat karakternya menaiki mobil untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Crane juga tampak diandalkan saat kamera hendak menggeser fokus dari satu latar ke lokasi lain yang relatif berdekatan. Tak heran transisinya mulus, stabil, dan imersif.
4. The Revenant (2015)

Cara ini juga dipakai dalam film Revenant. Berlatarkan lanskap alam yang luas, kamu bisa melihat beberapa adegan yang menunjukkan pergeseran lokasi secara vertikal. Ini seolah disengaja untuk menunjukkan betapa luas dan menantangnya alam lepas yang merupakan salah satu inti dari plotnya. Namun, kamu juga bisa melihat betapa mulusnya kamera berganti fokus dari kejauhan menuju bahu dan wajah karakternya.
5. Citizen Kane (1941)

Jauh sebelum drone bisa diakses siapa saja, Citizen Kane menggunakan crane untuk mendramatisasi beberapa adegan. Seperti Revenant, film ini cukup dinamis bergonta-ganti teknik pengambilan gambar. Pada satu adegan ia memperlihatkan karakter dari jarak dekat (close-up) dan beberapa detik kemudian kamera bergeser menunjukkan betapa luas latarnya. Ini memberikan kesan atmosferik dan teror yang mendukung plotnya. Gak heran kalau sampai sekarang Citizen Kane dipelajari dan jadi inspirasi banyak sineas serta sinematografer.
Meski drone merajalela dan kerap dilabeli alternatif lebih murah untuk mendapatkan gambar dari ketinggian, rasanya crane belum tergantikan. Stabilitas dan versatilitasnya untuk memproduksi transisi yang halus masih susah ditandingi.