5 Rekomendasi Film yang Mengangkat Sisi Gelap Industri Film

Kreator film tidak jarang membuat film yang menceritakan seluk-beluk industri perfilman. Film-film tersebut mengangkat berbagai hal mulai dari proses pembuatan suatu film, isu-isu yang menerpa industri hingga masa kejayaan studio film tertentu.
Dari deretan representasi yang diangkat, sisi gelap industri film adalah konsep yang paling jarang diadaptasi ke dalam film. Padahal sisi ini menunjukkan realita di balik layar yang sebagian besar traumatis bagi para aktor maupun kreator.
Aktor yang rela melakukan apapun demi suatu peran, aktor cilik yang rela traumanya diekspos, hingga para kreator yang kehilangan jati dirinya demi karya yang sempurna adalah segelintir contoh masalah yang meliputi industri film. Bagi kamu yang penasaran dengan representasi isu-isu perfilman, simak rekomendasi film yang mengangkat sisi gelap industri film berikut ini, yuk!
1. Why Don't You Play in Hell (2013)

Why Don't You Play in Hell berkisah tentang sekelompok kreator film amatir yang disewa oleh ketua geng Yakuza untuk memproduksi suatu film demi mewujudkan mimpi anaknya sebagai bintang film. Padahal geng tersebut sedang berseteru dengan kelompok Yakuza lainnya.
Why Don't You Play in Hell merupakan film asal Jepang yang diarahkan oleh Sion Sono, sutradara yang dikenal sebagai kreator film paling subversif di industri film Jepang. Tidak hanya menyuguhkan komedi menggelitik dan laga yang apik, film ini juga menyuguhkan satir bagi industri film mulai dari kejayaan hingga sisi gelapnya yang suram.
2. The Disaster Artist (2017)

The Disaster Artist adalah film biopik komedi yang dibintangi dan diarahkan oleh James Franco. Film ini tayang pertama kali di Toronto Internatinal Fillm Festival pada 2017 masuk nominasi Film Musikal atau Komedi Terbaik di Golden Globe Awards ke-75.
The Disaster Artist mengangkat kisah nyata di balik pembuatan The Room, film yang dijuluki sebagai film terburuk sepanjang masa. Diadaptasi dari buku berjudul sama karya Tom Bissell, film ini mengeksplorasi sisi terang dan sisi gelap industri film. Selain itu, film ini juga menginterpretasikan popularitas seorang bintang yang berbahaya layaknya pedang bermata dua.
3. Censor (2021)

Berlatar tahun 1980-an, Censor mengisahkan seorang petugas sensor film yang sehari-harinya menonton berbagai konten video yang sangat vulgar. Hingga pada suatu video film horror, ia menyadari bahwa aktor yang berperan dalam film tersebut adalah saudaranya yang telah menghilang.
Melalui Censor, Prano Bailey-Bano selaku sutradara berusaha menunjukkan realita bahwa kejahatan fiktif yang digambarkan dalam film kerap melahirkan serta meningkatkan kasus kejahatan di dunia nyata. Selain itu, film ini juga menyuguhkan era dimana seni dan kebebasan berpikir dikriminalisasikan di Inggris.
4. Nope (2022)

Nope berkisah tentang sepasang saudara yang mengelola peternakan kuda untuk menyediakan kuda terlatih bagi industri film dan televisi. Mereka berusaha mencari bukti atas benda terbang tak dikenal yang mereka saksikan di Agua Dulce, California.
Nope mengeksplorasi sisi gelap industri film yang mengeksploitasi trauma seorang aktor sebagai nilai jual utama. Berdasarkan hal tersebut, film yang diarahkan oleh Jordan Peele ini dinobatkan sebagai Film Sains Fiksi Terbaik dalam pagelaran Saturn Awards 2022.
5. X (2022)

X berlatar pada 1970-an dimana sekelompok kru film mendatangi sebuah peternakan di Texas untuk syuting. Namun sang pemilik peternakan yang menyewakan rumah bagi mereka tidak mengetahui bahwa film yang akan mereka produksi adalah film dewasa.
Film yang diarahkan oleh Ti West ini berkisah tentang obsesi, nafsu, penyesalan, dan tabu yang kerap menyertai sisi gelap industri film. West mengangkat konsep film dewasa sebagai cara untuk merepresentasikan eksploitasi dan kengerian industri film di waktu yang bersamaan.
Selain mengangkat eksploitasi, X dan deretan film di atas juga menunjukkan betapa menyakitkannya sisi gelap industri film bagi para kreator maupun aktor. Dari Why Don't You Play in Hell hingga X, film mana nih yang akan kamu tonton pertama kali?