Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Film Gillo Pontecorvo, Tirani Kebenaran dalam Sinema Politik

Burn!
Burn! (dok. PEA/Burn!)
Intinya sih...
  • The Battle of Algeirs (1966) mengisahkan perjuangan rakyat Aljazair melawan penjajahan Prancis dengan pendekatan semi-dokumenter yang otentik.
  • Burn! (1969) menyoroti manipulasi politik dan ekonomi oleh kekuatan asing di negara berkembang, mengukuhkan status Pontecorvo sebagai legenda sinema politik.
  • Kapò (1960) memperlihatkan kompleksitas moral dalam kengerian kamp konsentrasi dengan sentuhan Italian neoralism.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bicara soal tema politik dalam sinema, tidak lengkap rasanya jika tidak menyinggung Gillo Pontecorvo. Filmografinya mungkin terbilang sedikit jika dibandingkan dengan sineas Italia lainnya. Selama 40 tahun berkecimpung di industri film, Pontecorvo hanya menggarap 12 judul film dokumenter, 5 film panjang, dan 1 film pendek.

Film-film besutan sineas kelahiran 19 November 1919 tersebut tidak pernah gagal dalam mengabadikan peristiwa penting yang sedang terjadi pada masanya. Pontecorvo dengan senang hati melakukan riset mendalam bertahun-tahun lamanya, menguliti fakta-fakta objektif dari masa lalu hingga ke lapisan terdalam demi menghindari terjadi salah tafsir.

Dengan latar belakangnya sebagai sineas keturunan Yahudi—Italia serta keterlibatannya dalam Partai Komunis Italia (PCI), Pontecorvo menggunakan film sebagai media untuk mengungkap inti dan kebenaran dari sebuah peristiwa bersejarah. Karya-karyanya memberikan dampak besar dalam sinema politik modern, ini rekomendasi film terbaik Gillo Pontecorvo.


1. The Battle of Algeirs (1966)

The Battle of Algiers
The Battle of Algiers (dok. Igor Film/The Battle of Algiers)

Rakyat Aljazair yang tergabung dalam Front Pembebasan Nasional (FLN) berjuang meraih kemerdekaan dari penjajahan Prancis yang berlangsung dari tahun 1954—1962. Alih-alih memadamkan pemberontakan, rangkaian tindakan ekstrem yang diambil oleh pemerintah Prancis justru semakin menyulut kobaran semangat rakyat Aljazair. 

Dalam proses pembuatan karya terbaiknya, Gillo Pontecorvo menggunakan pendekatan yang tidak biasa. Format semi-dokumenter digunakan demi menghadirkan atmosfer mencekam yang terjadi selama perang berlangsung. Menjunjung tinggi otentisitas, proses syuting dilakukan di lokasi asli. Pontecorvo turut mengajak para penyintas yang tidak memiliki pengalaman berakting untuk berperan di dalamnya. 

Meskipun dicekal dan dilarang tayang oleh pemerintah Prancis hingga 1971, The Battle of Algiers diganjar penghargaan Golden Lion di Venice Film Festival. Pontecorvo turut mendapatkan tiga nominasi Oscar untuk Best Director, Best Original Screenplay, dan Best Foreign Language Film. 


2. Burn! (1969)

Burn!
Burn! (dok. PEA/Burn!)

Demi meningkatkan perdagangan gula Inggris, seorang tentara bayaran bernama Sir William Walker (Marlon Brando) memantik pemberontakan budak di pla Queimada. Bertahun-tahun kemudian, ia dikirim kembali untuk memadamkan pemberontakan yang sama, karena kini para pemberontak mengancam kepentingan Inggris.

Manipulasi politik dan ekonomi oleh kekuatan asing di negara berkembang menjadi sajian utama dalam Burn!. Pontecorvo dengan lantang menyinggung taktik kotor yang tidak segan dilancarkan para tokoh imperialis demi keuntungan mereka sendiri. Disokong dengan narasi yang solid ala dokumenter, Pontecorvo mengukuhkan statusnya sebagai legenda sinema politik.


3. Kapò (1960)

Kapò
Kapò (dok. Cineriz/Kapò)

Nasib buruk terus membuntuti Edith (Susan Starsberg) usai ditangkap dan dikirim ke kamp konsenstrasi. Demi melarikan diri dari maut, ia nekat berpura-pura menjadi non-Yahudi dan mendapatkan posisi istimewa sebagai Kapò atau tahanan yang ditugaskan untuk mengawasi tahanan lain. Meskipun dapat bernapas lega, ia tetap bergumul dengan pergolakan batin yang meragukan moralitasnya terhadap sesama tahanan.

Menjadi karya favorit pribadinya, Pontecorvo tidak membatasi dirinya saat menyelami kompleksitas moral dalam kengerian kamp konsentrasi. Sentuhan Italian neoralism–gerakan film yang berfokus pada kondisi sosial dan ekonomi Italia pasca-perang–di film ini memposisikan penonton dalam pilihan sulit antara sisi kemanusiaan atau bertahan hidup dalam situasi yang ekstrem. 


4. Operation Ogre (1979)

Operation Ogre
Operation Ogre (dok. Sabre Films/Operation Ogre)

Laksamana Carrero Blanco yang brutal dan tak kenal ampun menjadi satu-satunya suksesor diktator Francisco Franco yang telah berkuasa di Spanyol sejak 1939. Demi mencegah rezim berlanjut, kelompok teroris ETA melancarkan misi menghabisi nyawa Blanco pada 1973.

Menceritakan kembali peristiwa sejarah, Pontecorvo menggunakan pendekatan realistis. Tidak hanya menyoroti ketegangan dan paranoia yang terjadi di bawah rezim Franco, Potecorvo sukses menunjukkan sisi humanis para pelaku dengan menggali motivasi, idealisme, hingga konflik batin yang dialami para pelaku.  


5. The Wide Blue Road (1957)

The Wide Blue Road
The Wide Blue Road (dok. Triglav Film/The Wide Blue Road)

Sama seperti nelayan lainnya di lepas pantai Dalmatia, Squarciò (Yves Montand) berusaha bertahan di tengah kondisi hidup yang sulit. Namun demi menghidupi keluarganya, ia nekat menggunakan cara ilegal untuk menangkap ikan meskipun harus membayar konsekuensinya dengan harga yang sangat mahal.

The Wide Blue Road menjadi film panjang non-dokumenter pertama yang Pontecorvo garap. Diganjar penghargaan di Karlovy Vary International Film Festival, film ini mengisyaratkan gaya penyutradaraannya yang tak luput dari politik di film-film mendatangnya.

Gillo Pontecorvo meninggal dunia pada 12 Oktober 2006 akibat penyakit gagal jantung yang dideritanya pada usia 87 tahun. Film-film terbaiknya dapat kamu tonton secara gratis di YouTube. Film mana yang akan kamu tonton?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us

Latest in Hype

See More

Rundown Pestapora 2025, Pertunjukan Dimulai Pukul 9 Pagi

04 Sep 2025, 20:14 WIBHype