Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jumbo Dibikin 200-an Kreator, Ryan Adriandhy: Kayak Ngumpulin Avengers

Ryan Adriandhy, sutradara film Jumbo (IDN Times/Rifky Oktarian)

Jakarta, IDN Times - Seminggu setelah trailer film animasi Jumbo dirilis, Ryan Adriandhy, sang penulis dan sutradara, bersama beberapa pemainnya, seperti Prince Poetiray (pemeran Don), Quinn Salman (pemeran Meri), dan Angga Yunanda (pemeran Bang Acil) berkunjung ke kantor IDN di kawasan Gatot Subroto pada Kamis (20/2/2025). Saya begitu bersemangat, mengingat film ini dibuat sejak tahun 2019 dan melibatkan lebih dari 200 kreator di dalamnya.

Ya, 200! Dalam trailer-nya terulis bahwa ini adalah sebuah film animasi karya banyak orang, bukan satu-dua indvidu saja. "Kayak Avengers," kata Ryan menggambarkan proses perekrutan tim di balik karya ini. Animasinya yang indah, desain produksi yang detail, musik latar yang mengharukan, dan premis cerita yang menjanjikan sebuah kehangatan membuat trailer Jumbo menuai komentar positif dari banyak orang.

Dalam kesempatan ini, kami berbincang dengan Ryan tentang bagaimana film ini dibuat. Banyak banget ilmu animasinya, lho!

1. Aktor merekam suara tanpa melihat gambar, berbeda dari dubbing animasi yang sudah jadi

Visinema selaku rumah produksi Jumbo merilis secuplik video rekaman ketika Prince Poetiray mengisi suara Don. Ryan mengatakan, Prince tidak melihat gambar apa-apa dan hanya mengikuti arahannya. Dalam pembuatan animasi, kata Ryan, itu adalah proses yang ideal, yakni mengambil suara dari aktor lebih dulu, baru animasi akan menyesuaikan akting audionya.

Proses tersebut tentu berbeda dari animasi Jepang yang kita import dan tonton sejak tahun 90-an di mana dubber atau pengisi suara menyesuaikan animasi yang sudah jadi, karena harus berganti bahasa.

"Tapi kalau kayak Jumbo gini, ini kan kita bikin dari awal. Prosesnya itu adalah kita take recording aktornya dulu. Dia tidak aku batasi juga dengan harus melihat gambar atau dia harus niruin mulutnya gitu. Aku memberikan kebebasan sama aktor-aktornya untuk memerankan karakternya, membawakan secara emosinya seperti apa gitu.

Aku kasih cue atau aku kasih pengantar visual tuh. Jadi di film animasi tuh kita punya yang namanya concept art sebutannya. Ketika sudah selesai naskah, itu ada tim ilustrator, ada seniman-seniman ilustrator yang akan menggambarkan beberapa adegan-adegan yang penting gitu untuk kita lebih tahu dunianya.

Mood board gitu, tapi kita gambarkan berdasarkan cerita di skripnya, terus karakternya ada siapa aja di situ. Prince pernah lihat itu ya, aku kasih lihat yang kayak contohnya Pulau Gelembung, terus gambar duduk di lapangan kasti gitu. Sama aku udah kasih lihat juga desain Don seperti apa gitu biar dia kebayang.

Kemudian untuk adegan, aku jelasin situasinya, kamu lagi di mana, si Don-nya lagi apa perasaannya, dia lagi ngomong sama siapa gitu. Terus banyak banget sebenernya yang di luar skrip tuh keluar dari Prince gitu. Maksudnya, karena Prince juga punya kesukaan dan pengin akting kan, kadang-kadang banyak improvisasi dari Prince yang akhirnya juga aku masukin, aku pakai."

2. Improvisasi yang dilakukan Prince dalam akting suaranya

Ketika kami tanya bagian mana dari trailer yang merupakan improvisasi Prince, Ryan menyebut adalah part ketika Don sangat bersemangat.

"Itu kayak ketawa-ketawanya dia sama dia teriak, "Yeeeees, wooooo!" itu gak ada. Aku cuma bilang, adegannya adalah kamu sepanjang pertandingan cuma ada di bangku cadangan, gak diajak main. Tiba-tiba ada satu kesempatan kamu akan menggantikan satu orang. Kamu excited banget, pokoknya kamu pengin itu jadi tempat kamu bermain gitu. Ya udah terus dia, "Woy aku main ya, yes!" Dia keluarin sendiri gitu. Dan kalau udah kayak gitu, udah aku bilang ke operatornya simpen jangan di-delete, aku ambil," Ryan antusias.

Animator kelahiran tahun 1990 ini juga menambahkan, semua aktor melakukan rekaman bagiannya sendiri-sendiri. Ia akan meminta mereka untuk merekam setidaknya 8 hingga 10 versi intonasi untuk setiap dialog yang nantinya akan dijahit satu sama lain. Kebayang ya ada berapa banyak file rekamannya?!

3. Cara Ryan menggabungkan 200 lebih kreator untuk mengerjakan Jumbo

Ryan Adriandhy, sutradara film Jumbo (IDN Times/Zahrotustianah)

Film Jumbo dibuat oleh lebih dari 200 kreator, termasuk di dalamnya ilustrator, desainer, animator, technical engineer, musisi, dan komposer. Dengan sumber daya manusia sebanyak itu, bagaimana ya ia menemukan talenta-talentanya?

"Saya naik ke atas bukit, pake lonceng gitu, semuanya dateng hehe," candanya.

Animator yang juga dikenal sebagai komika ini menjelaskan, menemukan banyak sekali talenta-talenta Indonesia dengan kemampuan luar biasa melalui komunitas-komunitas animator hingga ilustrator di media sosial. Banyak dari mereka yang juga sudah pernah terlibat di proyek luar negeri, seperti Lego Star Wars, Rabbids, dan sebagainya.

"Ada yang tipenya aku udah approach studionya. Banyak banget kan studio independen di Indonesia. Kita tuh kerja sama sembilan (studio, red.) gitu, tapi yang animasi doang lima, yang post-production ada empat. Jadi ada yang tipenya aku langsung ke studionya, karena aku tahu mereka di situ udah ngumpul. Ada satu lagi yang bener-bener kayak aku ngumpulin Avengers gitu. Kayak satu-satu-satu-satu dibikin tim, ngumpulinnya sih gitu," katanya.

Ryan mengakui tak semua orang langsung mempercayainya. Ada juga yang sempat skeptis setelah mendengar bagaimana ia ingin Jumbo dibuat. Sebagai seorang animator, ia pun memaklumi perasaan tersebut.

"Jujur ya pas aku ceritain Jumbo tuh pengin kayak apa, beberapa ada yang skeptis, karena mereka pengin banget bisa berkarya di film yang skala produksinya tuh paham gitu bahwa emang (bikin film animasi, red.) gak bisa buru-buru dan butuh rame-rame. Cuma pas kita cerita kayak gitu, ya udah gak papa ayo, tapi pas kita udah mulai kasih lihat progres dan segala macam, mereka baru sadar kayak, ini bener gitu. Jadi mereka baru makin excited gitu," tambahnya.

4. Proses praproduksi yang panjang

Saya pun penasaran, bagaimana ia bisa menyatukan visi dengan banyak kreator yang terlibat di dalamnya, apalagi mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, gak semua di Jadebotabek. Sang sutradara pun menjelaskan, ada meeting praproduksi yang diikuti di Jakarta oleh semua kreator selama 3 hari. Dalam pertemuan itu, mereka membahas aset (sebutan untuk semua benda dalam dunia animasi) apa saja yang dibuat, karakter, serta siapa mengerjakan apa.

"Sebelum itu bahkan kita nonton dulu. Aku tuh bikin yang namanya animatik. Animatik itu blueprint dari filmnya. Jadi semua gambar storyboard dari skripnya digambar sama storyboard artist, bentuknya kayak komik gitu kan. Terus dimasukin ke editing, diedit jadi satu film hanya gambar hitam putih.

Nah, itu diedit sesuai timing filmnya, tapi musiknya masih musik tempelan, sound effect-nya tempelan. Kadang-kadang ada beberapa adegan yang, misalnya, kayak belum ada Angga. Waktu itu ya suara karakternya kita taruh dulu pake suara kita. Dan ini memang sistem yang sering banget dipake sama animasi di luar sana. Cerita trivia, waktu Pixar mau nawarin Tom Hanks mau gak main lagi di film Toy Story 3, itu mereka bikin animatiknya dulu terus Tom Hanks nonton, dia suka ceritanya, dia mau," Ryan menjelaskan.

Untuk mengoordinasikan 9 studio yang bekerja sama dengannya, Ryan memilih satu studio untuk jadi pusat komunikasinya atau disebut animation director yang intens berkomunikasi dengannya sebagai sutradara.

"Nah, itu entar di-brief masing-masing. Kita punya sesi day list sama week list. Nih, aku ceritain ya biar kamu kebayang. Jadi day list tuh ya setiap hari pasti ada yang ngumpulin shot. Dia udah ngerjain, terus nanti aku Zoom call gitu. Jendelanya (Zoom, red.) banyak banget, rame. Udah kayak krisis negara, hehehe, kayak di control room gitu, kan. Terus ya udah aku review. Entar weekly kita lihat progres per minggunya udah sejauh apa, kenapa ada revisi, dikirim lagi," animator lulusan Institut Teknologi Rochester, Amerika Serikat, itu menerangkan.

5. Desain produksi yang detail adalah hasil riset timnya

Ryan Adriandhy, sutradara film Jumbo (IDN Times/Rifky Oktarian)

Kalau kamu sudah nonton trailer-nya, kamu akan menemukan detail-detail latar waktu di era 2000-an. Misalnya, ada kalender tahun 1994 saat Don masih kecil, kemudian telepon umum, dan rumah-rumah yang terlihat Indonesia banget pada era tersebut.

Ryan dengan nada bangga menyebut bahwa itu merupakan kerja tim desain produksinya yang sangat riset untuk membuat visual sedemikian rupa agar dunia Jumbo mudah dikenali. Ia pun sangat senang ketika netizen menyadarinya.

"Nah, terus abis itu ada yang komen gitu, iya tuh ubinnya ubin 90-an banget. Aku langsung tag si production designer-nya di postingan itu, karena memang dia melakukan riset itu. Filmnya tahun 2000-an, terus aku bilang ini penginnya dunianya tuh terasa Asia Tenggara. Artinya, memang dia di Indonesia, tapi kotanya kota fiktif. Namanya Kampung Seruni. Jadi di Kampung Seruni ini aku pengin walaupun lokal, tapi ketika ini jalan ke global, orang-orang di South East Asia juga bisa mengenali dunianya gitu. Jadi waktu itu kita banyak melakukan visit kayak ke Penang, Malaysia, Kota Lama Semarang, Pecinan" kenangnya.

Sementara itu untuk warna, Ryan menjelaskan memang ingin menggunakan warna-warna komplementer, tapi tetap soft dan ada earth tone-nya. Nah, saking banyaknya detail yang ada di film Jumbo, Ryan sampai ingin merilis art book-nya yang ada dalam bentuk 200-an pdf, lho!

"Aku tuh ada rencana sebenernya, mudah-mudahan entar terwujud, aku pengin rilis art book-nya Jumbo, kayak prosesnya gitu. Karena bukan cuma 200 kreator, ada 200 pdf. Kayak bentuk arsitekturnya, tegel ubin segala macem," tambahnya.

6. Fun fact, semua animasi Jumbo ganti baju!

Jumbo (dok. Visinema Pictures / Jumbo)

Ryan Adriandhy juga mengungkap beberapa fakta menarik tentang Jumbo. Yang paling beda dari animasi lainnya adalah karakter di film Jumbo ini ganti baju, lho!

"Karena lingkup ceritanya tuh menurutku gak make sense kalau dia tetap pakai baju yang sama, karena terjadi dalam beberapa hari. Jadi entar ke Acil ada beberapa baju, Don ada beberapa baju. Kalau di trailer tuh ada Don pakai baju garis-garis kayak gini, ada yang baju telur ceplok. Meri tuh ada dua form dia, ada bentuk ketika dia jadi peri, ada yang wujud dia udah blending gitu sama temen-temen manusianya," ujarnya.

Saking menariknya, trailer Jumbo ini juga memunculkan banyak teori fans di media sosial. Dari sekian banyak teori yang beredar, sayangnya, Ryan gak bisa mengonfirmasi maupun membantahnya.

"Kalau ibu-ayahnya Don udah meninggal itu bener, karena kan udah dirilis juga di sinopsis. Kenapa Don sebegitu cintanya sama buku dongeng itu, karena itu peninggalan terakhir dari ayah ibunya yang melekat di dia. Ayahnya itu seniman ilustrator buku anak, ibunya penulis cerita anak. Jadi mereka bikinin buku itu buat Don, terinspirasi dari Don. Judulnya adalah Kesatria di Pulau Gelembung.

Don itu terlalu kecil untuk paham bahwa cerita itu fiktif, jadi dia merasa itu beneran dia sehingga dia tumbuh besar tuh percaya dia kesatria. Makanya dia gak diajak main, karena tingkahnya aneh, kayak, 'Ya gue kesatria Gelembung.' Apaan sih ini bocah gitu. Kalau teori-teori yang lain, bener gak ya? Saksikan aja di bioskop. Saya tidak bisa confirm atau deny," kata Ryan tersenyum penuh rahasia.

Jumbo akan tayang di bioskop pada Lebaran 2025. Kamu mau nonton, kan?

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zahrotustianah
EditorZahrotustianah
Follow Us