5 Cara Dukung Rekan Kerja yang Terjebak Impostor Syndrome

- Tunjukkan apresiasi secara spesifik, bukan sekadar pujian umum.
- Ajak mengobrol secara personal dan berikan ruang aman untuk curhat.
- Jangan ikut menyebarkan budaya kerja yang kompetitif secara berlebihan.
Di balik senyuman profesional dan pencapaian hebat di meja kerja, gak sedikit orang yang diam-diam merasa dirinya hanya “beruntung” dan bukan kompeten. Mereka terus merasa gak cukup baik, takut ketahuan kalau sebenarnya gak sepintar yang orang lain kira. Kondisi ini dikenal sebagai impostor syndrome, dan tanpa disadari, banyak rekan kerja kita yang sedang mengalaminya diam-diam.
Tanda-tandanya gak selalu terlihat jelas, tapi dampaknya bisa serius buat kepercayaan diri dan kesehatan mental. Lingkungan kerja yang suportif bisa jadi kunci utama agar mereka merasa lebih aman dan dihargai. Yuk simak lima cara konkret yang bisa kamu lakukan untuk bantu rekan kerja yang sedang mengalami impostor syndrome!
1. Tunjukkan apresiasi secara spesifik, bukan sekadar pujian umum

Saat rekan kerja menyelesaikan tugas dengan baik, hindari pujian generik seperti “bagus, ya!” yang terlalu umum. Lebih baik sampaikan apresiasi yang spesifik, misalnya “riset kamu detail banget, ngebantu kita ambil keputusan cepat.” Hal sederhana ini bisa bantu mereka melihat bahwa kontribusinya benar-benar dihargai.
Orang yang mengalami impostor syndrome sering kesulitan percaya kalau pencapaian mereka layak diakui. Dengan memberi pujian yang konkret, kamu membantu mereka membangun narasi positif tentang diri sendiri. Ini juga bisa menurunkan kecemasan mereka terhadap penilaian orang lain.
2. Ajak mengobrol secara personal dan berikan ruang aman untuk curhat

Kadang yang dibutuhkan cuma satu orang yang benar-benar mau dengerin tanpa menghakimi. Cobalah ajak mengobrol santai sambil makan siang atau ngopi, lalu tanyakan kabar mereka dengan tulus. Jangan buru-buru memberi saran, cukup hadir sebagai teman yang siap mendengarkan dulu.
Buat mereka merasa aman buat cerita tanpa takut dinilai lemah atau drama. Dari situ, kamu bisa bantu mereka pelan-pelan memvalidasi perasaannya. Dukungan emosional kayak gini sering kali lebih ngaruh dibanding saran teknis.
3. Jangan ikut menyebarkan budaya kerja yang terlalu kompetitif
.jpg)
Lingkungan kerja yang terlalu fokus sama pencapaian dan perbandingan bisa memperparah rasa gak cukup baik. Kalau kamu sering membandingkan rekan satu sama lain, mereka yang merasa impostor akan makin tenggelam dalam rasa gak percaya diri. Hindari komentar seperti “dia bisa cepat, kamu juga harusnya bisa.”
Ciptakan budaya kerja yang kolaboratif, bukan kompetitif. Rayakan kerja tim, bukan cuma individu yang paling menonjol. Dengan begitu, rekan kerja yang sedang berjuang bisa merasa bagian dari tim, bukan beban dalam tim.
4. Bantu mereka kenali kekuatan dan potensi diri

Kadang, orang yang merasa dirinya “palsu” butuh orang lain buat mengingatkan bahwa mereka punya kelebihan nyata. Kamu bisa bantu mereka menyadari kekuatan yang mungkin selama ini mereka abaikan. Misalnya, “cara kamu menyampaikan ide tuh bikin orang langsung paham, itu skill langka, lho.”
Dorongan kayak gini bisa membangun kepercayaan diri pelan-pelan tanpa terkesan memaksakan. Dengan menunjukkan kekuatan mereka secara obyektif, kamu menanamkan sudut pandang baru yang lebih sehat. Ini bisa jadi langkah kecil yang berdampak besar untuk kesehatan mental mereka.
5. Jadi contoh dalam berbagi kegagalan dan ketidaksempurnaan

Salah satu pemicu utama impostor syndrome adalah anggapan bahwa orang lain selalu lebih “sempurna.” Kalau kamu selalu tampil seolah-olah gak pernah gagal, itu bisa bikin orang di sekitar merasa semakin gak layak. Padahal, membagikan momen jatuh dan bangkit bisa jadi sumber kekuatan.
Cobalah ceritakan saat kamu merasa ragu, melakukan kesalahan, atau pernah gagal dan bagaimana kamu belajar dari situ. Cerita nyata kayak gini bikin suasana kerja lebih manusiawi dan penuh empati. Semakin banyak orang berani jujur soal tantangan, semakin kecil ruang untuk rasa minder berkembang.
Kamu gak harus jadi terapis buat bisa mendukung rekan kerja yang sedang terjebak dalam impostor syndrome. Cukup jadi kolega yang hadir, mendengar, dan memperlakukan mereka dengan empati. Di dunia kerja yang serba cepat dan penuh tekanan, satu tindakan kecil bisa berdampak besar buat menciptakan lingkungan kerja positif dan tim yang solid.