5 Cara Keluar dari Perangkap Workaholic Tanpa Harus Resign

Pernah merasa seperti hidup cuma buat kerja? Bangun pagi langsung cek email, malam pun masih kepikiran tugas kantor? Kalau iya, bisa jadi kamu terjebak dalam perangkap workaholic! Bekerja keras memang bagus, tapi kalau sampai mengorbankan kesehatan fisik, mental, dan kehidupan pribadi, itu tandanya ada yang perlu diubah.
Banyak orang berpikir satu-satunya cara keluar dari jeratan workaholic adalah dengan resign. Padahal, tanpa harus keluar dari pekerjaan, ada banyak cara untuk menyeimbangkan hidup dan kerja dengan lebih baik. Yuk, coba terapkan lima langkah berikut agar kerja tetap produktif tanpa harus kehilangan kebahagiaan!
1. Tetapkan batasan antara kerja dan kehidupan pribadi

Salah satu penyebab utama workaholic adalah tidak adanya batas yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Saat semua waktu tersita untuk kerja, kamu mulai kehilangan momen berharga dengan keluarga, teman, atau bahkan waktu untuk diri sendiri. Kalau dibiarkan, bukan hanya tubuh yang lelah, mental juga bisa ikut drop!
Mulailah dengan menetapkan jam kerja yang jelas. Jika pekerjaanmu fleksibel, pastikan kamu menentukan kapan harus mulai dan berhenti bekerja. Matikan notifikasi pekerjaan di luar jam kerja dan beri tahu rekan kerja atau atasan tentang batasan ini. Dengan cara ini, kamu bisa mengembalikan keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi tanpa harus mengorbankan produktivitas.
2. Pelajari cara berkata "tidak" tanpa rasa bersalah

Kadang, kita jadi workaholic karena terlalu sering berkata "iya" untuk semua tugas yang diberikan. Akibatnya, pekerjaan makin numpuk, waktu istirahat makin berkurang, dan stres pun meningkat. Kalau kamu terus-terusan menerima semua tugas tanpa mempertimbangkan kapasitas diri, lama-lama bisa kelelahan sendiri!
Mulailah berlatih untuk mengatakan "tidak" dengan cara yang profesional. Misalnya, jika atasan meminta pekerjaan tambahan di luar kapasitasmu, coba jelaskan situasi dengan sopan dan tawarkan alternatif solusi.
Menghargai batas kemampuan diri bukan berarti malas atau kurang berdedikasi, justru ini tanda bahwa kamu memahami cara kerja yang lebih sehat dan efisien.
3. Sisihkan waktu untuk kegiatan di luar pekerjaan

Salah satu tanda workaholic adalah ketika semua aktivitasmu hanya berkutat di pekerjaan. Kamu mungkin lupa kapan terakhir kali melakukan hobi atau sekadar bersantai menikmati waktu sendiri. Padahal, tubuh dan pikiran juga butuh rehat agar bisa tetap produktif.
Mulailah dengan menjadwalkan waktu khusus untuk kegiatan di luar pekerjaan, seperti olahraga, membaca, atau sekadar berkumpul dengan teman-teman. Dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan, otakmu akan lebih segar dan kreativitas pun meningkat. Jangan biarkan pekerjaan mencuri seluruh waktumu, karena hidup bukan cuma soal kerja!
4. Kelola stres dengan cara yang lebih sehat

Banyak workaholic bekerja berlebihan bukan karena mereka suka, tapi karena merasa tertekan. Tekanan dari atasan, target yang tinggi, atau bahkan rasa takut gagal bisa membuat seseorang terus bekerja tanpa henti. Jika stres ini tidak dikelola dengan baik, bukan hanya produktivitas yang menurun, tapi juga kesehatan fisik dan mental.
Daripada melampiaskan stres dengan kerja terus-menerus, coba temukan cara yang lebih sehat. Bisa dengan olahraga, meditasi, menulis jurnal, atau sekadar mengambil napas dalam-dalam saat merasa kewalahan. Dengan mengelola stres secara efektif, kamu bisa tetap fokus dan produktif tanpa harus mengorbankan kesejahteraan diri.
5. Evaluasi tujuan dan prioritas hidup

Coba tanyakan ke diri sendiri, apa tujuanmu bekerja keras selama ini? Jika jawabannya hanya untuk memenuhi ekspektasi orang lain atau takut dianggap tidak cukup baik, mungkin saatnya untuk mengevaluasi ulang prioritas hidup. Hidup yang seimbang bukan berarti tidak bekerja keras, tapi tahu kapan harus berhenti dan menikmati hasilnya.
Buat daftar prioritas yang benar-benar penting bagi dirimu, bukan hanya sekadar target pekerjaan. Jangan sampai kesibukan di kantor membuatmu kehilangan hal-hal yang lebih berharga, seperti kesehatan, hubungan sosial, atau kebahagiaan pribadi. Ingat, bekerja adalah bagian dari hidup, bukan seluruh hidupmu!