5 Kebiasaan yang Mengindikasikan Kamu Sedang Quiet Quitting

Di tengah hiruk-pikuk dunia kerja, mungkin kamu pernah mendengar istilah quiet quitting. Ini bukan berarti resign secara diam-diam, tetapi lebih ke arah berhenti untuk memberikan lebih dari apa yang diwajibkan. Fenomena ini kian populer di kalangan pekerja muda, terutama karena tekanan kerja yang kian hari kian besar. Namun, apakah kamu menyadari kalau kamu mungkin juga sedang melakukannya tanpa disadari?
Jika kamu merasa lelah dengan pekerjaan yang menguras energi dan tidak memberi ruang untuk berkembang, artikel ini akan membantumu mengenali lima kebiasaan yang bisa menjadi tanda kamu sedang terjebak dalam pola quiet quitting. Yuk, simak baik-baik, siapa tahu kamu menemukan dirimu dalam poin berikut!
1. Tak lagi mengambil inisiatif

Pada awal kariermu, mungkin kamu adalah tipe orang yang aktif dan penuh ide. Namun, jika sekarang kamu hanya melakukan apa yang diperintahkan tanpa berusaha mencari hal baru, ini bisa menjadi tanda quiet quitting. Tidak lagi mengambil inisiatif sering kali menunjukkan hilangnya motivasi atau kepedulian terhadap pekerjaan.
Hal ini terjadi bukan karena kamu tidak mampu, tetapi karena mungkin kamu merasa semua usahamu tidak dihargai atau dihormati. Jadi, kamu memilih untuk berhenti melakukan lebih dari apa yang diharapkan dan hanya fokus pada tugas-tugas dasar yang diwajibkan.
2. Gak berkontribusi dalam diskusi tim

Jika biasanya kamu antusias dalam rapat dan memberikan banyak masukan, tetapi kini memilih untuk duduk diam dan tidak lagi berbicara, bisa jadi kamu sedang quiet quitting. Enggan berkontribusi dalam diskusi tim merupakan pertanda jelas bahwa kamu kehilangan rasa memiliki terhadap pekerjaan dan timmu.
Ini adalah bentuk perlindungan diri untuk menghindari kekecewaan atau bahkan ketidakpuasan. Kamu merasa bahwa pendapatmu mungkin tidak lagi penting, sehingga memilih untuk "bermain aman" dengan hanya menjadi pengamat.
3. Menjaga jarak dengan rekan kerja

Saat seseorang mulai menarik diri dari interaksi sosial di kantor, hal ini bisa jadi sinyal yang kuat. Menjaga jarak dengan rekan kerja sering kali menandakan rasa frustasi atau kelelahan emosional. Kamu mungkin merasa lebih nyaman bekerja sendiri dan menghindari percakapan ringan yang dulu kamu nikmati.
Hal ini juga bisa disebabkan oleh hilangnya semangat untuk membangun hubungan kerja yang lebih baik. Kamu merasa percuma menjalin hubungan yang lebih dalam karena keinginan untuk tetap netral dan menghindari masalah atau konflik.
4. Mengurangi usaha dalam pekerjaan

Ciri lain dari quiet quitting adalah mengurangi usaha dalam pekerjaan. Kamu hanya melakukan apa yang diperlukan, tanpa mencoba untuk memberikan yang terbaik atau menghasilkan sesuatu yang lebih dari standar. Ini adalah pertanda bahwa kamu tidak lagi peduli dengan hasil kerja yang optimal.
Ketika usaha berkurang, biasanya disertai dengan penurunan kualitas pekerjaan. Kamu mungkin merasa apapun yang kamu lakukan tidak akan membawa perubahan, sehingga memilih untuk tidak memberikan usaha ekstra.
5. Gak lagi mencari pengambangan diri

Biasanya kamu rajin mengikuti pelatihan atau mencari pengetahuan baru, tetapi kini hal tersebut terasa sia-sia. Jika kamu sudah tidak lagi tertarik mengembangkan diri atau menambah keterampilan baru, ini bisa menjadi pertanda bahwa kamu sedang quiet quitting.
Kamu mungkin merasa tidak ada kesempatan untuk tumbuh atau pekerjaan saat ini tidak lagi mendukung perkembangan kariermu. Akibatnya, kamu hanya menjalani rutinitas tanpa motivasi untuk berkembang.
Fenomena quiet quitting adalah cerminan dari ketidakpuasan yang tidak diungkapkan secara langsung. Jika kamu menemukan diri dalam tanda-tanda di atas, mungkin ini saatnya untuk merenung dan mengevaluasi kondisi yang kamu hadapi. Apakah pekerjaanmu masih memberikan makna, ataukah kamu perlu melakukan perubahan? Ingatlah, setiap orang berhak untuk bahagia dan merasa dihargai dalam pekerjaannya. Jangan takut untuk mencari solusi atau bahkan membuka babak baru dalam kariermu.