10 Cerpen Sejarah Pahlawan Indonesia, Inspiratif!

- Pahlawan jatuh 10 November mengingatkan perjuangan para pahlawan Indonesia yang menginspirasi generasi muda.
- Cerpen tentang Cut Nyak Dhien, Ki Hadjar Dewantara, Jenderal Soedirman, Kartini, Pangeran Diponegoro, M.C Tiahahu, dan Sultan Hasanuddin memberikan inspirasi perjuangan dan keberanian.
- Bung Tomo dan Bung Hatta juga menjadi tokoh inspiratif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November selalu mengingatkan kita atas perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan negara Indonesia. Sejarah dan kisah para heroik ini juga mengandung makna dan pelajaran berharga, hingga semangat serta keberanian mereka menginspirasi banyak orang, khususnya generasi muda.
Banyak bacaan mengenai sejarah pahlawan yang bisa kita jadikan acuan agar selalu mengingat jasa-jasa para pahlawan. Yuk, simak beragam cerita pendek (cerpen) sejarah pahlawan yang bisa dijadikan inspirasi!
1. Cut Nyak Dhien - Perempuan berani dari Aceh

Di tengah peperangan rakyat Aceh melawan Belanda, gugurlah seorang pemberani bernama Teuku Umar yang tertembus timah panas. Pecahlah tangis anak perempuan ketika ayahnya tewas di medan perang. Datang seorang ibu menenangkan putrinya lalu berkata, "sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah syahid!"
Ya, sosok ibu itu ialah Cut Nyak Dhien, istri dari Teuku Umar. Meninggalnya Teuku Umar memang menutup kisah cintanya bersama sang suami, namun perang terhadap ketidakadilan tidak boleh dihentikan. Tidak ingin berlarut dalam kesedihan, Cut Nyak Dhien melanjutkan perjuangan melawan Belanda bersama pasukan kecilnya di pedalaman Meulaboh.
Rencong, senjata tradisional Aceh selalu dibawanya saat menghadapi Belanda, membuat penjajah cukup kewalahan. Tekadnya yang begitu besar ingin menggerus penjajahan Belanda tidak mematikan semangat juangnya hingga masa tua. Sampai pada akhirnya, umur tua yang memutus perjuangan perempuan pemberani dari Aceh ini.
2. Ki Hadjar Dewantara - Sang cahaya pendidikan

"Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani." Semboyan yang menggentarkan dunia pendidikan di Indonesia ini bergaung hingga sekarang. Setelah kembali dari pengasingan Belanda karena tulisan provokatifnya bersama klub Tiga Serangkainya, Ki Hadjar Dewantara, bertekad memajukan pendidikan bangsa Indonesia.
Tulisan yang dimaksud adalah "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een", yang artinya "Satu untuk semua, tetapi semua untuk satu juga". Terdengar pedas di telinga penjajah pada saat itu, bukan? Namun, keandalannya menulis sangat disegani dengan gaya tulisan yang bersifat komunikatif, dan melengkapi ide-ide antikolonial.
Dengan bekal pendidikan di negeri pengasingan, terwujudlah Perguruan Nasional Taman Siswa di Yogyakarta pada tahun 1922. "Jadikan setiap tempat sebagai sekolah dan jadikan setiap orang sebagai guru," ungkap Ki Hadjar Dewantara yang bernama asli Soewardi Soerjaningrat. Tekadnya membawa dirinya dianugerahi gelar Bapak Pendidikan di Indonesia oleh Ir. Soekarno.
3. Jenderal Soedirman - Bapak gerilya

Tampak dari kejauhan sebuah pasukan menelusuri hutan rimba dan salah satu barisan membopong sebuah tandu besar. Ada seorang di dalam tandu tersebut yang sibuk memberikan perintah lewat radio, namun kondisinya dipastikan kurang sehat. Jenderal Soedirman namanya, yang tidak kenal lelah melepaskan bangsa ini dari pendudukan Belanda.
Pendudukan Belanda semakin memanas bahkan setelah Indonesia mengumumkan kemerdekaannya. Perjanjian Linggarjati (Mei 1947) dan Renville (Desember 1948) seakan tidak digubris oleh Belanda tentang status kemerdekaan Indonesia, memicu Agresi Militer I dan II. Dengan penyakit TBC yang dideritanya, Jenderal Soedirman berhasil merangkul TNI dan berbagai kelompok laskar untuk bersama-sama mengusir Belanda.
"Ibu Pertiwi memanggil!", begitu kira-kira seruan Jenderal Soedirman kepada tentara untuk melakukan perlawanan. Perjuangan yang tak ada habisnya harus terhenti juga karena penyakit yang semakin menggerogotinya. Kematian Sang Jenderal gerilya menyisakan duka bagi seluruh rakyat Indonesia dengan simbol bendera setengah tiang di seluruh daerah.
4. R.A Kartini - Pelopor emansipasi wanita

Di sebuah rumah bangsawan Jawa, ada seorang perempuan sibuk menorehkan ide-ide dengan penanya. Keluhan-keluhan Raden Ajeng Kartini mengenai perempuan Jawa yang pada masanya tidak boleh mengenyam pendidikan tinggi, tertuang pada surat-surat Kartini ke teman-temannya di Eropa. "Mengapa perempuan tidak bisa belajar? Mengapa perempuan tidak diberi kesempatan yang sama?," bunyi salah satu surat itu.
Dengan menggunakan bahasa Belanda, Kartini merupakan salah pengagum pemikiran maju bangsa Eropa. Cita-cita besar untuk perempuan Jawa mengakses pendidikan demi dapat berkontribusi bagi masyararakat, berkecamuk di dadanya saat itu.
"Habis Gelap Terbitlah Terang". Ya, inilah judul buku populer yang merupakan kumpulan dari surat-surat Kartini tersebut. "Aku Mau ..." menjadi identik pada tulisan-tulisannya. Sepenggal ungkapan itu mewakili sosok perempuan Jepara yang tidak terlalu menonjol kala itu, namun menanam harapan besar. Padahal, Kartini berbicara tentang banyak hal, seperti sosial, budaya, dan agama.
5. Pangeran Diponegoro - Pahlawan Jawa yang Tak Gentar

Derap kuda hitam yang kekar mencuri perhatian komandan Belanda. "Siapa dia?," batin para serdadu Belanda di Perang Jawa terbesar. Dengan ciri khas sorban putih, dialah putra sulung Sultan Hamengkubuwana III yang bernama Raden Ontowiryo atau yang dikenal dengan Pangeran Diponegoro.
Geram melihat patok-patok Belanda ditanam di lahan desa Tegalrejo, tempat tinggalnya, memicu perang terbesar yang penah tercatat di tanah Jawa. Tidak sendiri, dimulainya Perang Diponegoro yang menghabiskan banyak korban jiwa dan merugikan Belanda puluhan juta gulden, didukung para ulama Islam terbesar kala itu, yaitu Kiai Maja.
Pangeran Diponegoro dikenal dengan orang yang cerdik dalam mengatur strategi perang. Taktik perang terbuka, perang gerilya, perang urat syaraf atau psychological warfare (psywar), hingga teknik spionase ia gencarkan hingga membuat Belanda kewalahan. Penyerangan demi penyerangan terhadap Belanda dilakukan dengan dukungan penuh rakyat Jawa.
Taktik-taktik licik Belanda dan senjata paling ampuhnya, yaitu strategi adu domba digencarkan. Hingga pada saatnya Pangeran Dipenogoro ditangkap yang menginspirasi lukisan legendaris, Raden Saleh. Tak pernah memberi jeda pada penjajah membuat Pangeran Diponegoro menjadikan pahlawan yang bernyali besar yang tak takut maut.
6. Martha Christina Tiahahu - Perempuan Maluku di medan perang

"Ayah, aku ingin ikut berperang!", ungkap seorang perempuan dengan rambut panjang terurai dan ikat kepala. Tidak main-main, sang ayah memberi kesempatan Martha Christina Tiahahu ikut berperang dan masuk ke dalam pasukan Kapitan Pattimura. Padahal, kala itu ia masih remaja yang umurnya 17 tahun. Semangat pertempuran ini cukup membuat khawatir Belanda.
Kadang dengan tombak, kadang dengan batu, itulah senjata yang digunakan perempuan Maluku ini untuk menghabisi serdadu Belanda, menantang timah-timah panasnya. "Baru kali ini kami melihat perempuan di medan perang tanpa kenal takut," begitu kira-kira ungkap penjajah.
Dalam pertempuran sengit di negeri Ouw – Ullath, M.C Tiahahu ia kalah dan ditangkap. Hal ini membuat ayahnya dihukum mati. Namun, semangat dan keberaniannya terus berkobar hingga masih tetap terus gerilya melakukan perlawanan. Perjuangan tanpa henti ini membuatnya dijuluki "Mutiara dari Nusa Laut".
7. Sultan Hasanuddin - Ayam jantan dari Timur

"De Haantjes van Het Oosten" atau Ayam Jantan dari Timur, itulah julukannya. Bahkan, Belanda sendiri yang menciptakan julukan tersebut atas kegigihan dan keberanian seorang Sultan Gowa keenam belas, Sultan Hasanuddin. Perang Gowa dimulai ketika VOC Belanda tertarik menguasai rempah-rempah di perairan Sulawesi dan Maluku, teritorial Kesultanan Gowa.
Sebagai Sultan Gowa, Hasanuddin jelas tidak menyukai ide monopli perdagangan tersebut yang ditenggarai oleh Laksamana Cornelis Speelman. Pecahlah pertempuran untuk mempertahankan wilayah dan menolak sistem perdagangan zalim. "Akan kami lawan!," ungkap Hasanuddin berperang tanpa kenal waktu dan takut.
Akan tetapi, taktik politik devide et impera pun lagi-lagi menjadi senjata ampuh Belanda, dengan memengaruhi mantan tahanan Kesultanan Gowa, yakni Aru Palaka. Dengan demikian, perang menjadi lebih sengit daripada sebelumnya yang menyebabkan kekalahan Kesultanan Gowa. Di akhir hayatnya, Sultan Hasanuddin masih sering menolak ide-ide Belanda dan terus menyatakan perlawanan terhadap penjajah.
8. Antasari - Pemuka agama dari Banjar

Penindasan oleh Belanda kepada rakyat Banjar menjadi pemicu perlawanan di Kalimantan. Kala itu, sultan Banjar, pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar, adalah Antasari, yang berani melakukan pemberontakan. Dimulai dari penyerangan terhadap tambang batu bara yang dioperasikan oleh Belanda di Pengaron.
Perang Banjar atau Perang Antasari namanya, berkecamuk yang semakin sengit, berlangsung terus di berbagai medan. Sebuah kapal Belanda bernama Onrust diserang habis-habisan dan semua kru kapal dibunuh. Mengetahui hal ini, Belanda pun geram. Mereka melakukan sayembara yang bernilai 5000 - 10.000 gulden.
"Siapa yang dapat membawa kepala Antasari, akan menerima sejumlah upeti!," ungkap pasukan Belanda. Tidak disangka, rakyat Banjar dan prajurit Antasari merupakan kelompok setia, sehingga tidak akan berkhianat yang lantas menolak sayembara tersebut. Belanda kala itu tidak mampu membunuh Antasari selama hidupnya. Antasari meninggal dunia karena sakit.
9. Bung Tomo - Pertempuran Surabaya yang membakar semangat

"Merdeka atau mati!," seru Sutomo atau yang dikenal dengan Bung Tomo, si orator ulung yang membakar semangat perjuangan. Sang mantan jurnalis ini memimpin komando di depan pemuda Surabaya untuk melawan kolonialisme. Walaupun minim senjata, Bung Tomo memiliki tekad kuat untuk melakukan pengusiran terhadap penjajah.
Penjajah masih belum bisa menerima kemerdekaan ini sehingga masih banyak melakukan penyerangan serta pendudukan. Kekosongan kekuasaan akibat mundurnya Jepang karena bom atom, membuat Belanda dan Inggris tertarik untuk kembali mengambil alih. Bender-bendera Belanda yang kembali dikibarkan menyulut kemarahan rakyat Surabaya dan Bung Tomo.
Tak kenal gentar, pertempuran Surabaya 10 November 1945 berhasil memukul mundur pasukan Inggris untuk sementara waktu. Meletusnya pertempuran Surabaya merupakan perang pertama setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Tekad dan semangat Bung Tomo yang membara tidak pernah dilupakan dan tercatat dengan baik dalam sejarah bangsa ini.
10. Mohammad Hatta - Tokoh persiapan kemerdekaan Indonesia

Selama hidupnya, Bung Hatta bergabung dengan banyak organisasi ternama di Indonesia dan membuat buku yang cukup membuat penjajah geram. Bung Hatta dikenal dengan intelektualitasnya yang sangat andal dalam masalah diplomasi. Pada malam 16 Agustus 1945, sejumlah pemuda menjemput paksa Ir. Soekarno dan Hatta.
"Selamat malam, Pak," ujar sejumlah pemuda. "Jepang tengah lemah karena bom atom di Nagasaki. Ayo, segera umumkan kemerdekaan, Pak!" lanjut mereka di Rengasdengklok.
"Kemerdekaan Indonesia harus diakui!" ungkap Bung Hatta kepada para panitia persiapan kemerdekaan lainnya pada malam di rumah Laksamana Maeda. Bersama yang lain, termasuk Ir. Soekarno, Bung Hatta berkontribusi besar terhadap perumusan naskah teks proklamasi.
"Merdeka, Merdeka, Merdeka!," seru rakyat Indonesia di pagi hari 17 Agustus 1945. Sang saka merah putih mulai dikibarkan. Inilah peristiwa penting yang melibatkan Mohammad Hatta hingga terpilihnya ia menjadi wakil presiden pertama Indonesia.
Nah, itulah beberapa contoh cerpen mengenai sejarah pahlawan di Indonesia. Cerita inspiratif seperti ini diharapkan bisa menginspirasi rakyat Indonesia, khususnya para generasi muda. Jadi, cerita mana yang paling menarik menurutmu?