“Self indulgence berfokus pada kesenangan sesaat namun pada akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif jangka panjang,” tutur Dr. Andreas Comninos, Clinical Psychologist, dikutip dari MI Psychology (The Benefits of Self-Compassion).
Apa Itu Self Indulgence? Tren Memanjakan Diri yang Jadi Bumerang!

- Self indulgence adalah kebiasaan memanjakan diri dengan hal-hal yang memberi kesenangan tanpa terlalu diperlukan, sering dikaitkan dengan budaya konsumtif dan tren "treat yourself".
- Kebiasaan self indulgence dapat membawa dampak serius dalam kehidupan sehari-hari, seperti bergantung pada kesenangan sesaat untuk menghindari masalah yang seharusnya diselesaikan.
- Untuk menghindari jebakan self indulgence, belajar membedakan antara kebutuhan dan keinginan, melatih mindfulness, mengganti kebiasaan impulsif dengan aktivitas lebih sehat, dan menemukan keseimbangan dalam hidup.
Akhir-akhir ini, istilah self indulgence mulai ramai dibicarakan di media sosial. Istilah ini sering dikaitkan dengan gaya hidup hedonis, di mana seseorang terlalu memanjakan diri dengan alasan self reward tanpa mempertimbangkan batas atau dampaknya. Banyak yang menganggap hal ini sebagai bentuk “menghargai diri sendiri”. Padahal, jika dilakukan berlebihan bisa berujung pada kebiasaan yang tidak sehat secara emosional maupun finansial.
Namun, apa sebenarnya arti dari self indulgence itu sendiri? Apakah benar termasuk perilaku buruk yang harus dihindari atau masih bisa dianggap wajar jika dilakukan dengan bijak? Yuk, simak penjelasan lengkapnya berikut ini!
1. Apa itu self indulgence?

Menurut Cambridge Dictionary, self indulgence adalah kebiasaan memanjakan diri dengan melakukan hal-hal yang memberi kesenangan, meski sebenarnya tidak terlalu diperlukan. Istilah ini mulai populer pada abad ke-18 dan sering digunakan untuk menggambarkan perilaku yang menomorsatukan keinginan pribadi dibanding tanggung jawab. Dalam konteks modern, istilah ini sering dikaitkan dengan budaya konsumtif dan tren “treat yourself” yang mendorong seseorang untuk terus mencari kepuasan instan.
Fenomena ini juga semakin relevan di era digital, di mana media sosial sering menampilkan gaya hidup serba mewah dan penuh kenikmatan. Banyak orang terdorong untuk mengikuti pola tersebut demi validasi atau rasa puas sementara. Padahal, tanpa disadari kebiasaan ini dapat menjauhkan seseorang dari keseimbangan emosional dan finansial yang sehat.
2. Dampaknya dalam kehidupan sehari-hari

Meski terlihat sepele, kebiasaan memanjakan diri secara berlebihan dapat membawa dampak serius dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, membeli barang mahal saat stres, makan berlebihan ketika sedih, atau berlibur terlalu sering demi “healing” tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan. Kebiasaan semacam ini dapat membuat seseorang bergantung pada kesenangan sesaat untuk menghindari masalah yang seharusnya diselesaikan.
“Self indulgence meningkat ketika seseorang merasa telah menahan diri sebelumnya, sehingga hal itu dijadikan pembenaran untuk berperilaku indulgen,” jelas Anirban Mukhopadhyay dan Gita V. Johar, dalam Journal of Consumer Psychology (2009).
Dalam jangka panjang, perilaku ini dapat menurunkan kemampuan seseorang dalam mengelola emosi, menghambat produktivitas, dan bahkan memicu masalah finansial. Tidak jarang, rasa senang yang dirasakan justru berubah menjadi rasa bersalah atau cemas setelahnya. Pola ini bisa membuat seseorang terjebak dalam siklus pelarian, di mana mereka terus mencari kepuasan baru untuk menutupi kekosongan atau tekanan batin yang belum teratasi.
3. Cara mengatasi dan menemukan batas sehat

Untuk menghindari jebakan self indulgence, langkah pertama adalah belajar membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat membuat keputusan yang lebih bijak dan tidak terjebak dalam kepuasan sesaat.
Psikolog klinis Dr. Kristin Neff menyarankan, “Melatih mindfulness atau kesadaran diri membantu seseorang lebih memahami alasan di balik tindakannya. Apakah benar-benar untuk merawat diri atau sekadar pelarian? Dengan cara ini, kita bisa lebih bijak menentukan kapan harus beristirahat dan kapan harus menahan diri,” dikutip dari Self Compassion: The Proven Power of Being Kind to Yourself.
Selain itu, mengganti kebiasaan impulsif dengan aktivitas yang lebih sehat juga sangat membantu. Misalnya, berolahraga, menulis jurnal, berbicara dengan orang terpercaya, atau melakukan kegiatan yang memberi makna jangka panjang. Memberi hadiah pada diri sendiri sah-sah saja, asalkan tidak dilakukan secara berlebihan.
Jadi, itulah penjelasan tentang self indulgence. Kuncinya adalah menemukan keseimbangan. Belajar menikmati hidup tanpa kehilangan kendali dan tetap bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Dengan melatih kesadaran diri dan mengganti kebiasaan impulsif, kita bisa merawat diri lebih sehat, baik secara emosional maupun finansial!







![Trees For Tomorrow [2].jpg](https://image.idntimes.com/post/20251022/upload_de36ffd18c8f9e22f42e491f6796b936_0023305d-2104-46f4-8e1a-747430cfa3b6.jpg)










