Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa Bedanya Cancel Culture dan Boikot? yuk, Simak!

Ilustrasi cancel culture
Ilustrasi cancel culture (freepik.com/The Yuri Arcurs Collection)
Intinya sih...
  • Cancel culture adalah fenomena menarik dukungan, mengucilkan, dan memutus hubungan profesional dengan individu atau pihak tertentu karena tindakan yang dianggap salah.
  • Boikot adalah menolak produk atau layanan sebagai protes terhadap kebijakan atau nilai yang dianggap salah, lebih terorganisir dan menyasar dampak ekonomi pada perusahaan atau institusi.
  • Penting membedakan keduanya karena boikot ditujukan pada produk atau layanan untuk mendorong perubahan, sementara cancel culture fokus pada individu dengan tujuan membuat mereka kehilangan dukungan sosial, reputasi, bahkan karier.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Istilah cancel culture belakangan ini semakin sering dibicarakan terutama di dunia selebriti dan media sosial. Banyak figur publik mendapat reaksi keras dari masyarakat karena perkataan atau tindakan yang dianggap salah. Hal ini membuat orang bertanya: apakah cancel culture sama seperti boikot?

Secara umum, boikot berarti menolak produk atau layanan sebagai bentuk protes. Sedangkan, cancel culture lebih luas karena menyangkut tekanan sosial, penghilangan dukungan, bahkan pemutusan hubungan profesional dengan seseorang atau pihak tertentu. Yuk, kita pahami perbedaannya lebih jelas lagi!

1. Apa itu cancel culture?

Ilustrasi cancel culture
Ilustrasi cancel culture (freepik.com/EyeEm)

Cancel culture adalah fenomena ketika publik menarik dukungan, mengecam, atau bahkan mengucilkan seseorang karena dianggap melakukan tindakan yang tidak pantas atau menyinggung. Bentuknya bisa berupa hujatan, kampanye penghapusan kerja sama, hingga memutus hubungan profesional.

Menurut jurnal Revisiting Cancel Culture karya Ryan S. C. Wong (2022), cancel culture merupakan tindakan, "Mengucilkan individu atau entitas yang dianggap berperilaku kontroversial atau menyampaikan pernyataan bermasalah".

Hudley dari University of California, Santa Barbara juga menjelaskan, "Fenomena ini mencakup boikot, kecaman, dan pengasingan sosial oleh komunitas publik".

Jadi, cancel culture berfokus pada individu atau pihak tertentu. Tujuannya adalah membuat mereka kehilangan dukungan sosial dan reputasi. Dalam beberapa kasus, hal ini bahkan dapat berdampak pada karier mereka di ruang publik.

2. Perbedaan cancel culture dan boikot

Ilustrasi cancel culture
Ilustrasi cancel culture (freepik.com/freepik)

Boikot adalah tindakan kolektif untuk menolak produk atau layanan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan atau nilai yang dianggap salah. Aksinya lebih terorganisir dan menyasar dampak ekonomi pada perusahaan atau institusi.

Encyclopedia Britannica menilai cancel culture sebagai bentuk baru dari boikot yang digunakan untuk mendorong perubahan sosial, tetapi dengan target yang lebih personal. Penelitian Boycotting vs Canceling: Exploring Consumer Activism (2023) menyebut boikot biasanya ditujukan kepada merek atau organisasi, sedangkan canceling ditujukan kepada individu atau figur publik secara langsung.

Dengan begitu, tidak semua boikot adalah cancel culture. Namun, cancel culture sering melibatkan boikot sebagai salah satu bentuk tekanan publik untuk menjatuhkan pihak yang disasar.

3. Mengapa penting untuk dibedakan

ilustrasi cancel culture
ilustrasi cancel culture (pexels.com/cottonbro studio)

Penting membedakan boikot dan cancel culture karena keduanya memiliki tujuan yang berbeda. Boikot biasanya ditujukan pada produk, layanan, atau perusahaan tertentu untuk mendorong perubahan, bukan menyerang orang secara pribadi. Boikot bersifat terfokus dan biasanya hanya berlangsung selama isu tertentu berlangsung.

Sedangkan, cancel culture fokus pada individu atau kelompok dengan tujuan membuat mereka kehilangan dukungan sosial, reputasi, bahkan karier. Dampaknya bisa lebih panjang dan menyeluruh, memengaruhi kehidupan pribadi dan profesional seseorang. Memahami perbedaan ini penting agar masyarakat bisa memberikan respons yang lebih adil dan tepat sasaran, tanpa merugikan pihak yang seharusnya hanya dievaluasi tindakannya.

Di era media sosial, banyak hal bisa viral, termasuk yang memicu boikot atau cancel culture. Kita perlu bijak dan tidak mudah terprovokasi sebelum ikut menilai atau bertindak. Dengan memahami fakta, kita bisa membedakan mana yang tepat untuk diboikot dan mana yang termasuk cancel culture. Sikap ini membuat reaksi kita lebih adil dan tidak merugikan orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Tarmizi Murdianto
EditorMuhammad Tarmizi Murdianto
Follow Us

Latest in Life

See More

Ramalan Zodiak Cancer 2026: Karier, Keuangan, dan Asmara

12 Nov 2025, 06:30 WIBLife