Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Nyindir Maksimal, 7 Peribahasa Dayak Ngaju Ini Sarat Nilai Kehidupan

pixabay.com/darwisalwan
pixabay.com/darwisalwan

Suku Dayak Ngaju merupakan suku asli Provinsi Kalimantan Tengah yang dikenal memiliki kebudayaan kental dan menjunjung tinggi adat istiadat. Bahkan dalam masyarakat modernnya, setiap aspek kehidupan masih lekat dengan petuah atau peribahasa yang diajarkan turun temurun.

Peribahasa-peribahasa ini tentunya menyimpan sindiran yang sarat akan nilai kehidupan, dan diyakini bisa jadi mesin pengingat untuk terus mengontrol diri. 

Berikut ini sederet peribahasa Dayak Ngaju yang bisa menyindir perangai buruk seseorang sampai ke level maksimal!

1. Karas nyahu tapi jatun ujan (keras petir tapi tanpa hujan)

pexels.com/Sora Shimazaki
pexels.com/Sora Shimazaki

Jangan jadi seseorang yang banyak omong, namun tidak ada buktinya. Itulah maksud dari peribahasa karas nyaho tapi jatun ujan ini. Orang dengan sifat ini biasanya juga aktif dalam diskusi debat, namun nyatanya minim ilmu.

Mungkin dari luar kamu akan kelihatan hebat karena pandai berbicara, namun hal itu seperti menipu diri sendiri dan suatu saat bisa jadi bumerang, lho.

2. Duan kulate, ilihi batange (ambil jamur, tinggalkan pohonnya)

pexels.com/Anna Shvetz
pexels.com/Anna Shvetz

Jengkel dengan seseorang yang hanya mau enaknya saja? sindir dengan peribahasa duan kulate ilihi batange ini. Peribahasa ini juga bisa menggambarkan orang-orang yang selalu ingin cara instan dan tidak menghargai proses.

Banyak anak muda zaman sekarang yang tiba-tiba ingin sukses tapi kerjanya cuma ngeluh. Sayangnya, kesuksesan gak bisa datang tiba-tiba. Butuh keringat, darah, dan air mata, seperti lagunya BTS. Jangan mau hasilnya saja, tapi nikmati juga prosesnya.

3. Bisa bulue dia belange (basah kulit tidak belangnya)

pexels.com/Andrea Piacquadio
pexels.com/Andrea Piacquadio

Peribahasa bisa bulue dia belange ditujukan menjadi nasehat untuk orang-orang yang hanya bekerja menggunakan otot, sehingga usahanya jadi sia-sia dan tidak mendatangkan hasil. Ternyata tenaga dan konsisten saja gak cukup, lho.

Kamu juga harus menggunakan otak dan mulai mencintai pekerjaanmu. Selain itu, kamu akan lebih bangga karena melihat sendiri kemampuanmu yang terus berkembang. Dijamin kerjaanmu gak akan sia-sia!

3. Aku raja, aku tamangung, aku damang (aku raja, aku temenggung, aku damang)

pexels.com/Sora Shimazaki
pexels.com/Sora Shimazaki

Peribahasa ini mengartikan perangai manusia yang tinggi hati dan sombong. Tidak masalah, kok, jika ingin menunjukan keistimewaan dalam diri, namun hal itu bukan berarti membuatmu pantas merasa lebih tinggi dari orang lain.

Kesombongan gak akan menghantarkanmu ke tempat yang lebih baik. Hal itu justru malah membuat orang-orang sekitar terluka, dan akhirnya kamu kehilangan banyak teman ataupun pekerjaan.

4. Kalah batang awi sampange (kalah sungai karena anak sungainya)

pexels.com/Mauricio Mascaro
pexels.com/Mauricio Mascaro

Peribahasa ini berarti hilang arah semula karena ulah kemudian. Bisa juga dipakai untuk orang-orang yang kehilangan segalanya dipuncak kejayaan. Entah itu karena kejadian tak terduga, karena salah memilih pergaulan, ataupun karena prilaku dan perkataan.

Saat kamu sudah menentukan impian, usahakan untuk terus mengontrol diri dan fokus agar tidak keluar jalur. Jangan sampai kerikil kecil membesar jadi batu sandungan. Gak mau, kan, sampai kalah batang awi sampange?

5. Bakas-bakas bua rangas (tua-tua buah rengas)

pexels.com/Andrea Piacquadio
pexels.com/Andrea Piacquadio

Gak ada salahnya, kok, punya usia tua namun masih berjiwa muda. Namun peribahasa bakas-bakas bua rangas ini digunakan dengan konotasi negatif untuk menyindir perangai orang tua yang bertingkah bagai remaja puber.

Perubahan prilaku ini sering bikin orang sekitar kesal, mulai dari tebar pesona sana sini, sering keluyuran, bahkan moodnya berubah ubah macam anak ABG.

6. Kilau danum huang dawen kujang (seperti air dalam daun talas)

pexels.com/Vera Arsic
pexels.com/Vera Arsic

Peribahasa yang satu ini memiliki arti dalam, yaitu janganlah menjadi pribadi yang susah dinasehati dan menganggap diri sendiri paling benar. Jangan sampai kamu terbiasa menjadi air dalam daun talas, yang artinya tidak bisa menerima pikiran orang lain. Karena ajaran yang baik tentu tak berguna bagi orang yang tidak mau menerimanya, bukan?

Nah, itulah tujuh peribahasa dayak yang nyindir sampai level maksimal. Hal itu tentunya harus kamu jadikan sebagai motivasi untuk terus mawas diri, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yellow Submarine
EditorYellow Submarine
Follow Us