Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanda Kamu Mengalami Eco-Anxiety, Terlalu Cemas Soal Krisis Iklim

ilustrasi perempuan membawa sebuah poster (pexels.com/artempodrez)
ilustrasi perempuan membawa sebuah poster (pexels.com/artempodrez)
Intinya sih...
  • Kondisi psikologis eco-anxiety memengaruhi aktivitas sehari-hari.
  • Sumber informasi yang kredibel dan berita positif dapat membantu mengurangi kecemasan lingkungan.
  • Rasa marah terhadap orang yang tidak peduli lingkungan bisa diarahkan menjadi tindakan positif seperti menjadi aktivis.

Bencana alam, polusi, hingga satwa yang terancam punah hampir diberitakan setiap hari. Dan setiap orang memberikan respon yang berbeda dengan perubahan iklim dan pemanasan global. Sebagian orang merasa khawatir dan cemas terhadap krisis lingkungan yang terus bergulir.

Kecemasan yang berlebihan terhadap isu-isu lingkungan menandakan kamu tengah mengalami eco-anxiety. Kondisi psikologis ini gak boleh dipandang sebelah mata, karena bisa mengganggu aktivitas sehari-hari. Berikut beberapa tanda dan gejala bahwa kamu sedang mengalami eco-anxiety.

1.Cemas dan takut terhadap krisis iklim

ilustrasi ekspresi cemas (pexels.com/mart-production)
ilustrasi ekspresi cemas (pexels.com/mart-production)

Ciri utama dari eco-anxiety adalah rasa cemas, takut, atau khawatir berlebih tentang isu lingkungan, kehancuran bumi, dan masa depan planet. Khawatir dan cemas merupakan respon bahwa kamu sadar dan memiliki kepekaan moral atas penderitaan spesies lain akibat krisis lingkungan. Namun, jika berlebihan akan mengganggu kondisi psikologis hingga fisik.

Update informasi terkini tentang kondisi bumi adalah sebuah tanda bahwa kamu sadar akan urgensi perubahan iklim. Namun, terlalu banyak berita yang kamu terima dengan berbagai tone dan framing media, bisa membuatmu terkena overload informasi yang juga berujung membuatmu semakin cemas.

Untuk menghindarinya, kamu perlu memilah sumber informasi yang kredibel dan melakukan crosscheck. Imbangi juga berita negatif tentang perubahan iklim dengan berita yang positif. Kecemasanmu perlu disalurkan melalui tindakan yang produktif seperti terhubung langsung ke komunitas pecinta lingkungan.

2.Marah pada individu atau kelompok yang gak bertanggung jawab pada lingkungan

ilustrasi perempuan di dekat jendela (pexels.com/cottonbro)
ilustrasi perempuan di dekat jendela (pexels.com/cottonbro)

Rasa cemas berlebih pada keberlangsungan lingkungan hidup bisa membuatmu cenderung frustasi dan marah pada orang-orang yang gak bertanggung jawab menjaga lingkungan. Misalnya kamu merasa sangat marah saat ada orang yang gak memilah sampah dengan benar atau membuang sampah sembarangan.

Kamu juga merasa marah terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas krisis lingkungan. Contohnya kamu sangat murka terhadap korporasi yang membakar hutan demi membuka perkebunan sawit.

Rasa marah yang gak disalurkan dengan baik akan mengakibatkanmu menjadi lebih agresif terhadap orang lain. Manfaatkan kemarahanmu untuk bertindak dengan menjadi aktivis atau menyuarakan isu-isu lingkungan.

3.Merasa bersalah atas limbah atau jejak karbon yang kamu hasilkan

ilustrasi ekspresi kecewa dan merasa bersalah (pexels.com/inzmamkhan11)
ilustrasi ekspresi kecewa dan merasa bersalah (pexels.com/inzmamkhan11)

Merasa bersalah atas sampah atau jejak karbon yang kamu hasilkan juga bisa jadi indikasi kamu mengalami kecemasan ekologis. Kamu selalu merasa bersalah saat memakai produk plastik, padahal dalam kondisi terdesak. Atau kamu merasa hampa dan gak cukup untuk mrmbuat perubahan yang berarti bagi lingkungan.

Setiap individu pasti menghasilkan limbah atau jejak karbon dari setiap aktivitas yang dilakukan. Merasa bersalah terhadap jejak karbon pribadi adalah sebuah manifestasi bahwa kamu punya kesadaran yang tinggi terhadap nilai-nilai keberlanjutan. Namun, rasa bersalah yang terus menerus akan menggiringmu pada tekanan mental yang berat, memperburuk rasa cemas, bahkan menyebabkan stres kronis.

4.Obsesif terhadap gaya hidup ramah lingkungan

ilustrasi sampah plastik (pexels.com/shkrabaanthony)
ilustrasi sampah plastik (pexels.com/shkrabaanthony)

Apakah kamu terdorong untuk menjalani gaya hidup ramah lingkungan yang perfeksionis dan tanpa celah? Misalnya kamu menghitung jejak karbon terlalu detail, anti terhadap plastik, atau tiba-tiba menjadi vegan yang ekstrem.

Eco-anxiety akan mendorong pikiran-pikiran intrusif yang membuatmu terpaksa melakukan atau terobsesi pada tindakan yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Hal ini berbeda dengan kesadaran lingkungan, yang dilakukan masih dalam batas wajar. Obsesif terhadap gaya hidup ramah lingkungan yang berlebih bisa memicu tekanan emosional.

5.Trauma karena bencana alam

ilustrasi cemas dan takut (pexels.com/mart-production)
ilustrasi cemas dan takut (pexels.com/mart-production)

Trauma karena bencana alam gak bisa dikatakan secara langsung menyebabkan eco-anxiety. Gejala ini bisa masuk dalam katergori PTSD (post-traumatic stress disorder). Namun, masih beririsan dengan kecemasan ekologis.

Misalnya, saat seseorang mengalami bencana alam secara langsung dan timbul rasa cemas berlebihan terhadap isu-isu lingkungan yang lebih luas. Trauma akibat bencana alam tersebut bisa berkembang menjadi kecemasan ekologis.

Eco-anxiety bisa menjadi pedang yang bermata dua. Jika gak dikelola dengan positif, ia akan memunculkan energi dan perilaku negatif. Akan tetapi, jika disalurkan dengan bijak, maka kamu akan menemukan ketenangan bahkan solusi dari isu krisis iklim saat ini.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us