4 Cara Membebaskan Anak dari Self-Doubt, Ortu Wajib Perhatikan!

Anak-anak yang percaya pada diri mereka sendiri, akan dengan mudah menghadapi tantangan dengan ketangguhan. Sementara itu, mereka yang tidak percaya diri sering terjebak dalam self-doubt (keraguan diri) atau tidak percaya diri.
Membangun rasa percaya diri pada anak-anak bukanlah tentang pujian kosong atau trofi hanya untuk partisipasi. Ini tentang benar-benar memahami dan menghargai siapa anak sebenarnya. Sejatinya, anak-anak ingin dihargai bukan karena apa yang mereka capai, tetapi karena siapa mereka sebenarnya.
Empati dari orangtua mampu membentuk cara anak memandang diri sendiri dan potensi mereka. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua untuk membebaskan anak dari self-doubt.
1. Validasi perasaan mereka

Anak-anak yang merasa didengar akan belajar menghargai emosi mereka daripada menekan atau mengabaikannya. Memvalidasi bukan berarti selalu setuju dengan apa yang mereka katakan, tetapi mengakui bahwa pengalaman mereka itu nyata dan bermakna.
"Anak-anak berkembang ketika mereka merasa divalidasi, didukung, dan dipahami. Tidak ada anak yang melihat ke belakang dan berharap orangtua mereka menunjukkan kurangnya empati," kata psikolog Jeffrey Bernstein, Ph.D., mengutip Psychology Today.
Contoh, seorang anak sedang mengalami kesulitan saat mengikuti pelajaran, sehingga menganggap dan menyebut dirinya bodoh. Sebagai orangtua, hindari menyikapnya dengan kata-kata seperti, "Jangan bilang begitu; kamu pintar, nak!".
Justru respon ini membuat anak merasa diabaikan. Coba pendekatan yang memvalidasi perasaan anak, seperti, "Aku mengerti kenapa kamu merasa seperti itu. Pelajarannya memang sulit hari ini, ya? Tidak apa-apa merasa frustrasi. Yuk, kita cari solusinya sama-sama!" Memvalidasi emosi menjadi cara untuk membebaskan anak dari self-doubt.
2. Pandu mereka melalui tantangan sosial

Teman sebaya memainkan peran besar dalam membentuk rasa percaya diri, terutama pada anak pra-remaja dan remaja. Pengalaman negatif, seperti bullying atau pengucilan, dapat mengikis kepercayaan diri mereka. Orangtua perlu membimbing, bagaimana anak-anak menghadapi situasi sulit ini demi membebaskan mereka dari self-doubt.
Sebagai contoh, seorang anak pulang ke rumah dengan sedih setelah ia dikucilkan teman-temannya. Sang anak lalu berkata kepada orangtuanya, "Kenapa mereka membenciku?" Daripada langsung memecahkan masalah, sebagai orangtua, lakukan komunikasi seperti, "Rasanya pasti tidak enak, ya? Cerita, yuk, ke Ibu gimana kejadiannya tadi."
Ini akan menjadi momen simulasi respon yang bisa anak itu gunakan dan mencari cara untuk memperkuat hubungan dengan teman-teman lain. Dengan begitu, anak merasa didukung dan termotivasi untuk mengambil langkah kecil dalam membangun kembali rasa percaya dirinya di lingkungan sosial.
"Membiarkan anak menghadapi tantangan meningkatkan ketangguhan, kemandirian, dan rasa harga diri. Jika anak menghadapi tantangan sendiri dan berhasil melewatinya, mereka kemungkinan akan merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri," ungkap Dr. Daniel Amen, dokter, psikiater, dan founder Amen Clinics, mengutip laman Good To.
3. Lawan pesan-pesan negatif dari dunia luar

Anak-anak seringkali menyerap pesan-pesan negatif dari dunia luar, baik itu tentang kecerdasan, penampilan, atau nilai diri mereka. Tugas orangtua adalah menantang skrip berbahaya ini dengan belas kasih dan dorongan.
Contohnya, seorang anak berprestasi, berkata kepada orangtuanya, "Aku tidak akan pernah cukup baik, tidak peduli sekeras apa pun aku mencoba!" Hindari mengabaikan kritik diri ini, dan mulai berkata, "Ibu/Ayah tahu kamu merasa seperti itu, tapi faktanya, kami melihat kamu bekerja sangat keras dan selalu memberikan yang terbaik. Bisakah kita bicarakan kenapa kamu merasa seperti ini?"
Dengan mengakui perasaan anak dan mengingatkan akan kekuatannya, orangtua membantu anaknya melihat dirinya dengan cara yang lebih baik. Mengajarkan anak-anak untuk mengubah cara berpikir negatif menjadi positif adalah cara yang sangat efektif untuk meningkatkan rasa percaya diri hingga membebaskan mereka dari self-doubt.
4. Bantu anak menemukan dan merayakan kekuatannya

Rasa percaya diri tumbuh dan self-doubt hilang ketika anak-anak merasa mampu dan dihargai atas siapa diri mereka, bukan hanya karena prestasinya. Ini berarti merayakan kekuatan unik mereka dan memberinya kesempatan untuk mengembangkan keterampilan baru.
Sebagai contoh, anak sering menghadapi kesulitan akademis dan merasa tertutupi oleh saudaranya yang selalu mendapat nilai A. Orangtuanya, lantas mendorong anaknya untuk mengeksplorasi kecintaannya pada memasak dengan mendaftarkannya ke kelas kuliner. Melihat bakatnya diakui oleh orang lain membuat anak merasa bangga dan memiliki tujuan.
"Sisipkan dalam percakapan sehari-hari bahwa keunikan setiap orang itu luar biasa. Tanyakan kepada anak apa yang mereka sukai dari diri mereka sendiri, dan yang membedakannya dari anak-anak lain. Jangan lupa untuk menyampaikan apa yang orangtua sukai dari keunikan ini. Pesan positif yang konsisten dari orangtua memainkan peran penting dalam membantu anak memiliki rasa percaya diri yang kuat," kata psikolog Emily Edlynn, PhD, mengutip laman Parents.
Memahami anak, terutama saat mereka berada di momen-momen paling sulit, mengajarkan bahwa mereka pantas mendapatkan cinta dan rasa hormat. Orangtua yang memvalidasi, membimbing, dan merayakan anak-anak mereka menciptakan fondasi kepercayaan diri yang bertahan hingga dewasa.