Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Perilaku Orangtua yang Merusak Mental Anak

Ilustrasi keluarga (pixabay.com/pexels)

Menjadi orangtua memang bukan perkara mudah. Banyak hal yang harus dipersiapkan dan sikap yang harus diperbaiki agar menjadi orangtua  yang baik bagi anak-anaknya.

Beberapa orangtua kadang tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan memberikan dampak negatif pada perkembangan mental anak. Sebagai bahan referensi, berikut perilaku orangtua yang dapat memberikan dampak negatif pada perkembangan anak.

1. Menganggap anak adalah investasi

Ilustrasi (pixabay.com/Greyerbaby)

Menganggap anak adalah investasi, artinya mengharapkan apa yang sudah diberikan pada anak akan dikembalikan di masa depan. Ini adalah kesalahan yang sering dilakukan para orangtua. Menganggap anak sebagai investasi akan memberikan tekanan mental tersendiri kepada anak bahwa dia harus mengembalikan apa yang sudah diberikan oleh orangtuanya.

Sebagai orangtua sudah menjadi kewajiban dan tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan anak sampai dengan dia dewasa. Kebutuhan ini berupa kebutuhan fisik yaitu sandang, papan dan pangan maupun psikologis terkait rasa aman, kasih sayang dan -pendidikan. Berikan kasih sayang secara tulus dan ikhlas maka dengan sendirinya anak-anak akan mencintai kita dengan tulus pula tanpa terbebani bahwa yang dilakukanya sebagai kewajiban dan balasbudi terhadap orangtua.

2. Memberikan semua yang diinginkan oleh anak

ilustrasi membaca media sosial (pixabay.com/cuncon)

Beberapa orangtua mengira bahwa dengan memberikan semua yang diinginkan oleh anak adalah salah satu bentuk memberikan kebahagiaan. Sebenarnya tidak semua keinginan anak dapat dipenuhi, karena anak belum sepenuhnya memahami apakah ada efek negatif dari permintaanya atau tidak. Selain itu menuruti semua permintaan anak akan memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan mental dan karakter anak. Misalnya anak jadi tidak bersyukur dengan apa yang dimiliki dan tidak menghargai setiap pemberian.

Sebaiknya orangtua mulai tegas memberikan aturan kepada anak dan memilah mana keinginan yang dapat dipenuhi dan mana yang tidak dapat. Berikan juga pengertian kepada anak mengapa keinginannya tidak dapat dipenuhi agar anak paham terhadap tindakan orangtua.

3. Memfasilitasi anak dengan segala kemudahan

ilustrasi anak mencuci piring (pixabay.com/laterjay)

Memfasilitasi anak dengan segala kemudahan biasanya dilakukan oleh orangtua dengan kondisi ekonomi menengah ke atas. Keadaan ekonomi orangtua yang baik membuat orangtua ingin memberikan segala hal yang terbaik bagi anak-anaknya, diantaranya dengan memberikan fasilitas yang mempermudah semua aktifitas anak. 

Memberikan semua kemudahan bagi anak adalah salah satu kesalahan yang sering tak disadari orangtua. Hidup dan tumbuh dengan berbagai kemudahan membuat mental anak menjadi rapuh dan tak terbiasa menghadapi kesulitan. Anak menjadi mudah menyerah dan kurang memiliki daya juang saat menghadapi tantangan dalam kehidupan.

4. Tidak ingin anak mengetahui kesusahan ekonomi yang dirasakan orangtua

Ilustrasi (pixabay.com/Tumisu)

Banyak orangtua tidak ingin anak mengetahui kesulitan ekonomi yang sedang dialami dengan berbagai alasan. Mereka tetap berusaha memenuhi keinginan anak dengan berbagai upaya walaupun kondisi keuangan sedang tidak memungkinkan. Akibatnya justru semakin menyulitkan orangtua itu sendiri, karena anak akan menuntut sesuatu yang mungkin tak mampu dipenuhi orangtua.

Sebenarnya anak perlu mengetahui kondisi keuangan keluarga agar ia juga memahami saat ada keinginanya yang tak terpenuhi. Dengan mengetahui kondisi keuangan orangtua diharapkan anak mampu menyesuaikan diri dan lebih menghargai hasil kerja orangtua.

Komunikasikan dengan anak jika memang saat ini kondisi keuangan keluarga sedang kurang baik. Tidak perlu sampai menyebutkan nominal pendapatan yang terlalu kecil atau nominal utang yang ada, cukup berikan pengertian bahwa saat ini kondisi keuangan sedang kurang baik dan kita harus berhemat. Hal ini dimaksudkan agar anak memahami mengapa sebagian kebutuhan dan keinginanya belum dapat dipenuhi orangtua. 

5. Selalu membantu anak setiap mengalami kesulitan

Ilustrasi ayah dan anak (pixabay.com/MabelAmber)

Memberikan bantuan setiap kali anak kesulitan terdengar sangat wajar dilakukan orangtua pada anaknya. Namun perlu diketahui jika hal ini dilakukan secara terus-menerus akan berdampak kurang baik bagi perkembangan mental anak. 

Anak yang selalu mendapatkan bantuan dari orangtuanya akan sulit mencapai kemandirian. Ia tidak akan mampu memecahkan masalah sendiri dan akan selalu mencari bantuan orang lain apabila mengalami kesulitan dalam hidupnya.

Sebaiknya biarkan anak mencoba menyelesaikan permasalahanya sendiri. Cukup berikan pengawasan pada anak saat berusaha memecahkan masalahnya atau menghadapi kesulitan tanpa ikut terlibat secara langsung.

6. Memuji anak secara berlebihan

Ilustrasi tangan anak (pixabay.com/Greyerbaby)

Pujian memang dapat meningkatkan semangat dan motivasi anak, namun memberikan pujian secara berlebih juga tidak baik bagi perkembangan mental anak. Memuji anak secara berlebih akan memunculkan sifat sombong dalam diri anak. Selain itu anak akan lebih terfokus pada hasil daripada proses, karena tujuanya adalah mendapatkan pujian

Sebagai gantinya untuk memberikan motivasi pada anak bisa dilakukan dengan memberikan perhatian dan kasih sayang. Salah satu bentuk perhatianya misalnya dengan hadir dan memberikan dukungan pada moment penting anak, misalnya saat anak tampil dalam lomba di sekolah.

Demikian beberapa perilaku orangtua yang tanpa disadari dapat merusak mental anak. Jika mungkin pernah melakukan hal-hal di atas tak perlu merasa bersalah secara berlarut-larut karena menjadi orangtua adalah proses belajar yang panjang, sehingga diperlukan kesabaran dan perbaikan diri secara terus menerus.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us