Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Seseorang Suka Komentar yang Menyakitkan 

ilustrasi emosi (pexels.com/Anna Shvets)
Intinya sih...
  • Komentar menyakitkan dapat merusak hubungan dan menurunkan rasa percaya diri
  • Lingkungan, trauma masa lalu, dan ketidakamanan diri bisa menjadi penyebab perilaku ini
  • Kurangnya kesadaran dampak kata-kata, keterampilan komunikasi, dan pengendalian emosi juga berperan

Komentar yang menyakitkan sering kali meninggalkan luka emosional bagi orang yang menerimanya. Kata-kata yang terucap tanpa memikirkan dampaknya dapat merusak hubungan, menurunkan rasa percaya diri, dan menciptakan jarak dalam komunikasi. Namun, di balik tindakan ini, ada berbagai alasan mengapa seseorang mungkin cenderung melontarkan komentar yang menyakitkan, baik secara sadar maupun tidak sadar.

Terkadang, orang yang memberikan komentar yang menyakitkan tidak benar-benar berniat untuk melukai perasaan orang lain. Sebaliknya, hal tersebut bisa berasal dari masalah internal yang sedang mereka hadapi, pola pikir tertentu, atau bahkan dinamika sosial yang tidak sehat. Berikut adalah lima alasan utama yang bisa menjadi penyebab perilaku ini.

1. Dipengaruhi oleh lingkungan atau pengalaman masa lalu

ilustrasi emosi (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Lingkungan atau pengalaman masa lalu juga bisa menjadi faktor yang memengaruhi seseorang untuk memberikan komentar yang menyakitkan. Jika seseorang tumbuh dalam lingkungan di mana komentar negatif atau penghinaan dianggap normal, mereka mungkin tidak menyadari bahwa perilaku tersebut salah. Pola komunikasi yang tidak sehat ini sering kali diteruskan dari generasi ke generasi.

Selain itu, pengalaman buruk di masa lalu, seperti trauma emosional atau hubungan yang penuh kritik, juga bisa membentuk kebiasaan ini. Mereka yang pernah menjadi korban komentar menyakitkan mungkin secara tidak sadar mengulangi pola tersebut pada orang lain. Lingkaran ini hanya bisa dihentikan dengan kesadaran dan upaya untuk mengubah cara berkomunikasi.

2. Merasa tidak aman dengan diri sendiri

ilustrasi emosi (pexels.com/Engin Akyurt)

Salah satu alasan utama seseorang memberikan komentar yang menyakitkan adalah rasa ketidakamanan yang mereka rasakan terhadap diri sendiri. Orang yang tidak merasa percaya diri atau memiliki masalah dengan harga diri sering kali mencoba menutupi kelemahan mereka dengan cara merendahkan orang lain. Hal ini dilakukan sebagai mekanisme pertahanan untuk mengalihkan perhatian dari kekurangan mereka sendiri.

Dalam banyak kasus, komentar yang menyakitkan adalah bentuk proyeksi dari perasaan negatif yang dimiliki oleh orang tersebut. Alih-alih mengatasi ketidakamanan dengan cara yang sehat, mereka memilih untuk menyoroti kelemahan orang lain agar merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri. Sayangnya, perilaku ini hanya menciptakan lebih banyak konflik dan tidak menyelesaikan masalah mendasar yang mereka hadapi.

3. Menegaskan kekuasaan atau dominasi dalam hubungan

ilustrasi stres (pexels.com/Nathan Cowley)

Komentar yang menyakitkan sering kali digunakan sebagai cara untuk menegaskan kekuasaan atau dominasi dalam hubungan. Orang yang merasa perlu mengontrol situasi atau orang lain mungkin menggunakan kata-kata yang merendahkan untuk menunjukkan superioritas mereka. Hal ini sering terjadi dalam hubungan yang tidak sehat, baik di tempat kerja, dalam keluarga, maupun dalam pertemanan.

Dengan memberikan komentar yang menyakitkan, mereka berusaha membuat orang lain merasa tidak berdaya atau rendah diri. Meskipun mungkin efektif dalam jangka pendek, perilaku semacam ini akan menciptakan jarak emosional dan menghancurkan hubungan dalam jangka panjang. Rasa hormat yang sejati tidak bisa dipaksakan dengan cara merendahkan orang lain.

4. Tidak menyadari dampak dari kata-kata mereka

ilustrasi marah (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Beberapa orang mungkin memberikan komentar yang menyakitkan karena kurangnya kesadaran tentang dampak kata-kata mereka terhadap orang lain. Mereka mungkin berpikir bahwa komentar tersebut hanyalah candaan atau bentuk kritik yang membangun, tanpa menyadari bahwa hal itu bisa sangat melukai perasaan orang yang mendengarnya. Kurangnya empati dan keterampilan komunikasi sering menjadi penyebab utama dalam situasi ini.

Orang yang tidak terbiasa mempertimbangkan perasaan orang lain sebelum berbicara cenderung mengucapkan sesuatu secara impulsif. Akibatnya, komentar mereka dapat dianggap kasar atau menyakitkan, bahkan jika niatnya sebenarnya tidak seburuk itu. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran tentang bagaimana cara berbicara yang lebih sensitif terhadap perasaan orang lain.

5. Tidak memiliki keterampilan untuk mengekspresikan diri dengan baik

ilustrasi marahan (pexels.com/Liza Summer)

Kurangnya keterampilan komunikasi juga menjadi alasan seseorang cenderung memberikan komentar yang menyakitkan. Ketika seseorang merasa frustrasi, marah, atau kecewa, mereka mungkin tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaan tersebut dengan cara yang konstruktif. Sebagai hasilnya, emosi negatif tersebut keluar dalam bentuk kata-kata yang kasar atau tidak pantas.

Orang yang tidak memiliki kemampuan untuk mengelola emosi mereka cenderung berbicara tanpa mempertimbangkan dampaknya pada orang lain. Ini menunjukkan pentingnya mengembangkan keterampilan komunikasi dan pengendalian emosi agar percakapan tetap berjalan dengan baik tanpa harus melukai perasaan orang lain.

Memberikan komentar yang menyakitkan bukan hanya merugikan orang yang mendengarnya, tetapi juga mencerminkan masalah mendasar pada orang yang melontarkan komentar tersebut. Untuk menciptakan hubungan yang lebih sehat dan harmonis, penting bagi setiap individu untuk belajar mengelola emosi, meningkatkan empati, dan mengembangkan cara komunikasi yang lebih baik. Dengan begitu, kita dapat mencegah dampak negatif dari kata-kata yang tidak dipikirkan matang-matang dan membangun lingkungan yang lebih positif.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Larasati Ramadhan
EditorLarasati Ramadhan
Follow Us