Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Media Sosial Merusak Pola Pikir Realistis, Jarang Disadari!

ilustrasi membuka media sosial (pexels.com/Cottonbro studio)

Kehadiran media sosial kerap mengambil alih kendali kehidupan. Terutama bagi milenial dan gen z, tanpa disadari kerap menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk bermedia sosial tanpa tujuan. Tidak sekadar sarana berbagi informasi dan berkomunikasi. Media sosial sudah menjelma menjadi sarana untuk berekspresi.

Keberadaan media sosial yang mendominasi kehidupan ternyata juga memiliki dampak negatif. Tanpa disadari kita akan terjebak pola pikir realistis. Bahkan terpaku ekspektasi semu yang sebenarnya di luar batas kendali. Bagaimana cara media sosial merusak pola pikir realistis? Tentu ada beberapa hal yang harus kita ketahui lebih lanjut.

1. Standar di luar jangkauan

ilustrasi media sosial (pexels.com/Juan Pablo Serrano Arenas)

Media sosial menjelma menjadi kebutuhan bagi setiap orang. Bahkan memiliki peranan sebagai sarana mengekspresikan ide, hobi, maupun berbagi tentang detail kehidupan yang dijalani. Tapi di satu sisi, kita juga harus menyadari jika media sosial berpotensi merusak pola pikir realistis.

Kondisi ini bisa terjadi karena adanya standar di luar jangkauan. Kita kerap terpaku pada standar yang sebenarnya sudah tidak realistis. Pada akhirnya berfokus pada pencapaian yang sebenarnya bersifat semu dan tidak sesuai dengan prinsip hidup. Dalam kondisi demikian, keseimbangan akan terganggu.

2. Menciptakan ilusi kehidupan yang terlihat sempurna

ilustrasi selfie (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Tanpa disadari kehadiran media sosial memang mempengaruhi setiap aspek kehidupan. Di satu sisi mungkin dapat menjadi sarana mengungkapkan ekspresi dan berbagai informasi. Tapi di satu sisi, tidak jarang media sosial menampilkan kehidupan yang bersifat manipulatif.

Di sinilah cara media sosial merusak pola pikir realistis. Kehadiran media sosial turut menciptakan ilusi kehidupan yang terlihat sempurna. Orang cenderung membagikan momen-momen yang terlihat baik dan mengagumkan. Contohnya seperti pencapaian dalam hal karier, momentum saat traveling, atau mungkin standar kecantikan fisik yang dianggap ideal.

3. Mendorong mentalitas serba instan

ilustrasi selfie (pexels.com/Anna Shvets)

Tidak dapat dimungkiri jika generasi muda dalam menjalani hidup selalu berkaitan dengan media sosial. Generasi muda bisa membangun koneksi dengan teman sebaya, profesional, atau komunitas yang memiliki minat yang sama di berbagai penjuru dunia. Tapi kita juga harus sadar bahwa media sosial memiliki dua sisi saling berlawanan.

Termasuk dengan menyadari bahwa media sosial merusak pola pikir realistis. Dalam situasi demikian, terdapat dorongan mentalitas serba instan. Seperti kesuksesan seorang influencer, atau meraih kesuksesan karena konten yang sedang viral. Pola pikir demikian pada akhirnya mematikan motivasi dalam berusaha.

4. Mengaburkan batas antara fakta dan opini

ilustrasi kecanduan media sosial (unsplash.com/Timothy Hales Bennett)

Kehidupan selalu diwarnai oleh dua hal yang saling berdampingan. Kita harus mampu memilah antara fakta dan opini dengan objektif. Tapi dengan adanya media sosial yang berkembang pesat, sudah tentu menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi dengan lebih cermat.

Di sinilah cara media sosial merusak pola pikir realistis. Secara otomatis akan mengabur kan batas antara fakta dan opini. Banyak orang berbicara atau menyebarkan informasi tanpa dasar yang kuat. Opini bisa viral dan dianggap fakta hanya karena banyak yang menyukainya atau membagikannya.

5. Menumbuhkan ketergantungan pada validasi eksternal

ilustrasi kecanduan media sosial (unsplash.com/Erik Lucatero)

Apa motivasimu saat sedang berusaha melakukan yang terbaik? Tanpa sadar kita berambisi menjadi orang yang bisa segalanya. Kemudian memperoleh apresiasi positif dari orang-orang sekitar. Inilah yang dinamakan dengan validasi eksternal. Mirisnya, justru validasi dijadikan sebagai standar utama.

Perlu diketahui, ternyata ini menjadi salah satu cara media sosial merusak pola pikir realistis. Semakin kita terpaku pada kehidupan media sosial, semakin menumbuhkan ketergantungan pada validasi eksternal. Sistem like, komen, dan share membuat pengguna terbiasa mengejar pengakuan semu dari luar untuk merasa bahwa dirinya berharga.

Media sosial bisa secara signifikan memengaruhi pola pikir seseorang, terutama dengan cara merusak pola pikir realistis. Situasi ini yang ternyata jarang disadari oleh generasi muda. Mereka terlalu larut dalam media sosial tanpa tujuan yang pasti. Ketika pola pikir realistis sudah terganggu, keseimbangan hidup juga turut berantakan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agsa Tian
EditorAgsa Tian
Follow Us