5 Tips Psikologis dari Halodoc Agar Lebaran Lebih Bermakna

- Halodoc komitmen mendampingi kesehatan mental masyarakat selama Idul Fitri
- Peningkatan 16% konsultasi kesehatan mental di minggu pertama setelah Idul Fitri
- Miki Amrilya Wardati, S.Psi., M.Psi memberikan 5 tips praktis untuk menjaga kesehatan mental selama Lebaran
Idul Fitri semestinya menjadi momen hangat yang dirayakan bersama keluarga dan orang tercinta. Namun, tidak semua orang bisa menikmati suasana ini dengan damai. Tekanan sosial, pertanyaan pribadi yang sensitif, hingga ekspektasi lingkungan sering kali menjadi sumber stres dan kecemasan.
Sebagai platform kesehatan digital tepercaya, Halodoc berkomitmen untuk mendampingi masyarakat tidak hanya dari sisi kesehatan fisik, tapi juga mental. Terutama saat momen krusial seperti Idul Fitri, ketika kondisi emosional banyak orang bisa sangat rentan.
Berdasarkan data Halodoc Health & Wellness Insight 2025, terjadi peningkatan 16 persen pada konsultasi kesehatan mental di minggu pertama setelah Idul Fitri. Ini menjadi tanda bahwa banyak orang masih menghadapi tantangan emosional meskipun perayaan telah usai.
Chief Medical Officer Halodoc, dr. Irwan Heriyanto, MARS, mengatakan, “Kami percaya bahwa menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan fisik. Momen Idul Fitri bisa menjadi tantangan bagi sebagian orang karena tekanan sosial. Data Halodoc menunjukkan, bahwa gangguan kecemasan dan depresi menjadi dua masalah utama pengguna. Oleh karena itu, kami menghadirkan layanan mental yang lengkap dari edukasi, tes mandiri, hingga konsultasi langsung dengan psikolog atau psikiater”.
Agar momen Lebaran bisa lebih tenang dan bermakna, berikut lima tips praktis dari Mitra Psikolog Halodoc, Miki Amrilya Wardati, S.Psi., M.Psi!
1. Jaga suasana hati agar tetap positif

Idul Fitri memang identik dengan kebahagiaan, tapi tidak semua orang merasakannya dengan cara yang sama. Interaksi sosial yang kurang sehat, seperti pertanyaan pribadi, komentar menyinggung, atau rasa ingin tahu berlebihan dapat memicu stres. Hal ini memunculkan appraisal, yaitu penilaian emosi terhadap situasi, yang bisa berujung pada perasaan terganggu, marah, hingga stres berkepanjangan.
Ketika emosi negatif muncul, tubuh akan otomatis melakukan appraisal terhadap situasi tersebut. Jika tidak dikelola dengan baik, kondisi ini dapat memicu stres berlebih. Rekomendasinya, fokuslah pada hal-hal yang membuat hati senang, seperti menjalankan ibadah dengan khusyuk, berbincang santai dengan keluarga dekat, atau menikmati momen kecil tanpa tekanan.
2. Atur batas dalam interaksi sosial

Menurut Social Comparison Theory oleh Leon Festinger, manusia secara alami cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain, termasuk dalam percakapan saat Lebaran. Hal ini bisa memicu rasa tidak nyaman ketika muncul pertanyaan atau komentar yang menyentuh sisi personal seseorang.
Maka dari itu, penting untuk menetapkan batas dalam interaksi sosial demi menjaga hubungan tetap sehat dan harmonis. Hindari pertanyaan sensitif, seperti “Kapan nikah?” atau “Kapan lulus?” dan gantilah dengan topik yang lebih umum, misalnya menanyakan hobi, aktivitas, atau cerita seru selama Ramadan.
3. Kendalikan situasi, kelola emosi

Pertanyaan yang bersifat pribadi memang bisa memicu tekanan emosional. Namun, kita bisa mengubah cara pandang agar tidak terlalu terbebani. Teknik cognitive reframing atau membingkai ulang pikiran bisa diterapkan untuk mengurangi dampak emosional dari situasi tersebut.
Rekomendasinya, gunakan komunikasi asertif untuk menyampaikan batas dengan sopan. Jika ditanya hal yang mengganggu, seperti “Kapan menikah?”, kamu bisa menjawab dengan nada santai namun tegas: “Terima kasih sudah peduli. Saya masih menikmati masa sekarang dulu.” Ini akan menjaga kenyamanan tanpa menimbulkan konflik.
4. Jangan ragu mencari bantuan profesional

Jika berbagai upaya sudah dilakukan namun perasaan cemas dan tidak nyaman tetap muncul, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Kecemasan yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi gangguan kecemasan yang berdampak pada kualitas hidup secara keseluruhan.
Melalui Halodoc, kamu bisa dengan mudah berkonsultasi dengan psikolog klinis atau psikiater yang kompeten. Mendapatkan bantuan dari ahlinya bukan berarti kamu lemah, melainkan bentuk kepedulian terhadap kesehatan diri sendiri. Jangan menunggu sampai terlalu berat untuk ditangani sendiri.
5. Beri waktu jeda sebelum kembali ke rutinitas

Setelah menikmati libur panjang Lebaran, kembali ke rutinitas harian sering kali terasa berat. Kondisi ini dikenal sebagai transition stress atau post-holiday blues, yaitu tekanan psikologis karena perubahan aktivitas yang drastis.
Agar transisi terasa lebih mulus, cobalah memberi waktu jeda sebelum kembali ke aktivitas penuh. Misalnya, gunakan satu atau dua hari untuk menyesuaikan diri, merapikan jadwal, dan mengatur prioritas. Merencanakan hal-hal menyenangkan seperti bertemu teman atau menekuni hobi juga bisa membantu menjaga semangat setelah liburan.
Dengan memahami tantangan psikologis yang dapat muncul selama dan setelah Idul Fitri, kita bisa lebih siap menghadapi tekanan sosial dan menjaga kesejahteraan emosional. Lebaran seharusnya menjadi momen yang membawa kedamaian, bukan beban. Halodoc akan terus hadir mendampingimu menjaga kesehatan mental dengan akses yang mudah dan terpercaya.