6 Novel yang Bikin Kamu Serasa Nonton Film Romcom 2000-an

- Fenomena novel romantis 2000-an yang kembali populer pada 2025.
- Novel-novel romcom dengan beragam cerita menarik dan vibrasi yang sama dengan film-film masa lalu.
- Penggunaan sentuhan magical realism dalam beberapa novel untuk menambah daya tarik.
Memang ada yang spesial dari film romcom 2000-an, mulai dari ketiadaan aplikasi digital yang dipercaya jadi penyebab berubahnya definisi kencan sampai kesederhanaan-kesederhanaan lain yang bikin kangen masa lalu. Bahkan, kesan-kesan itu gagal dibangkitkan lagi dalam sinema-sinema romcom masa kini.
Kalau kamu kehabisan film romantis 2000-an, boleh, deh, beralih kepada novel. Dengan vibrasi yang sama dengan film romcom era milenium, mereka bisa jadi sumber hiburan alternatif yang memuaskan hati. Daftarnya ada di bawah, silakan catat!
1. First-Time Caller karya BK Borison

First-Time Caller adalah salah satu novel romcom yang mencuri perhatian pada 2025 ini. Ditulis dari dua perspektif sekaligus, kamu akan diajak menyelami dinamika hubungan dua orang yang tak sengaja bertemu gara-gara acara radio. Semua bermula dari penyiar radio bernama Aiden yang menerima panggilan dari seorang bocah di salah satu segmen yang dibawakannya. Sang bocah meminta saran kencan untuk sang ibu yang sudah lama menjomblo. Di sisi lain, sang ibu, Lucie tak sadar kalau kisahnya viral.
2. Funny Story karya Emily Henry

Funny Story adalah kisah pelik dua pasang kekasih yang tak sengaja bertemu saat mereka sama-sama pulang kampung. Peter mengajak tunangannya, Daphne, dan Petra ditemani tunangannya yang bernama Miles. Namun, siapa sangka, pada saat itu benih cinta lama justru tumbuh di antara Peter dan Petra yang sudah berkawan sejak kecil. Ini jelas menyingkirkan Daphne dan Miles ke tepian dalam keadaan patah hati. Namun, benar saja hanya Miles yang bisa memahami luka Daphne.
3. Picking Daisies on Sunday karya Liana Cincotti

Diterbitkan secara independen oleh si penulis, Picking Daisies on Sunday ternyata sukses besar. Dengan vibrasi romcom 2000-an, kamu akan diajak mengikuti pergolakan batin Daniella yang pernah naksir sahabatnya, tetapi tertolak. Empat tahun berselang, mereka dipertemukan kembali. Parahnya, si sobat memintanya pura-pura jadi pendampingnya selama menghadiri upacara pernikahan. Masih menyimpan rasa, Daniella pun tidak punya alibi untuk menolak.
4. The Love of my Afterlife karya Kirsty Greenwood

Dilengkapi sentuhan magical realism, kamu akan bertemu dengan Delphie, perempuan 27 tahun yang tak pernah punya pacar seumur hidupnya. Satu hari, ia tewas karena sebuah kebodohan sepele. Menariknya, ia justru bertemu dengan seorang pria yang ia percaya sebagai belahan jiwanya di alam barzah. Saat sang belahan jiwa ternyata tak sengaja terpanggil ke alam barzah karena sebuah kesalahan, ia memohon kesempatan hidup untuk bisa menemui "jodohnya" itu sekali lagi. Namun, Delphie hanya punya waktu 10 hari untuk mewujudkan keinginan terakhirnya itu.
5. Better than the Movies karya Lynn Painter

Better than Movies bakal mengingatkanmu kepada film-film romcom remaja 2000-an. Ini tentang Liz yang naksir berat kepada salah satu teman sekelasnya. Namun, untuk bisa mengakses koneksi dengan si pujaan hati, Liz butuh bantuan. Satu-satunya orang yang berpotensi mewujudkan kepentingannya adalah tetangganya yang menyebalkan, Wes. Hubungan transaksional mereka pun dimulai, tetapi tentu penuh liku dan revelasi yang mengubah dinamika relasi keduanya.
6. The Seven Year Slip karya Asley Poston

The Seven Year Slip merupakan novel romcom dengan elemen fantasi. Plot berpusat kepada Clementine, perempuan dengan karier mentereng yang burnout dengan hidupnya. Satu hari, ia dapat warisan apartemen dari bibinya yang baru meninggal. Apartemen ini katanya penuh kekuatan magis, sesuatu yang dianggapnya angin lalu. Sampai satu hari, ia menemukan seorang pria berdiri di dapur apartemen itu dan ternyata datang dari masa lalu. Siapa dia dan mengapa datang sekarang kepada hidup Clementine?
Ada satu hal yang sama dari enam novel romantis di atas, vibrasi 2000-annya yang ditandai dengan ketiadaan aplikasi kencan. Semua pertemuan protagonisnya terjadi secara organik. Duh, makin teryakinkan buat baca, nih!