Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Tanda Pemuji yang Buruk, Ekspresi Wajah Berbeda dari Ucapan

ilustrasi teman (pexels.com/Zen Chung)
ilustrasi teman (pexels.com/Zen Chung)

Memuji dapat menjadi cara untuk menyenangkan orang lain sekaligus mengapresiasi hal-hal hebat yang mampu dilakukannya. Kamu bisa memuji seseorang berkaitan dengan apa saja dan tidak harus menunggunya punya prestasi yang luar biasa. Seperti pujianmu atas kesabarannya, kondisi fisiknya yang selalu bugar meski kesibukannya tinggi, dan sebagainya.

Umumnya, orang senang bila memperoleh pujian. Tapi kesalahan dalam memuji justru bikin kebahagiaan mereka berkurang. Bahkan dirimu memperoleh cap yang kurang baik sekalipun lisanmu manis di hadapan mereka.

Penting untuk mendasari setiap pujian yang kamu berikan pada siapa pun dengan ketulusan. Jangan mengira apa yang dirimu sampaikan lebih penting daripada isi perasaan serta pikiranmu yang sesungguhnya. Apabila kamu melakukan enam hal di bawah ini, dirimu akan mendapat predikat sebagai pemuji yang buruk.

1. Perkataan dengan ekspresimu berbeda

ilustrasi teman (pexels.com/Mikhail Nilov)
ilustrasi teman (pexels.com/Mikhail Nilov)

Kamu bisa dengan cukup mudah memikirkan apa saja yang hendak dikatakan. Akan tetapi, ekspresi wajah jauh lebih sulit untuk dikontrol. Oleh sebab itu, bakal terlihat jelas seandainya ada perbedaan antara ucapan dengan raut wajahmu.

Semestinya pujian diberikan dengan ekspresi bahagia karena kamu merasa senang, bangga, atau puas atas apa yang dilakukan seseorang. Namun, raut wajahmu ternyata tidak bisa berbohong. Bukannya memperlihatkan tiga perasaan di atas justru tampak kebalikan-kebalikannya. 

Mana yang akan lebih dipercayai oleh lawan bicaramu? Sebanyak apa pun pujianmu, ia bakal lebih fokus pada ekspresi wajahmu yang gak bisa direkayasa. Dia jadi tahu kalau kamu tidak bersungguh-sungguh dalam memujinya. Perasaanmu padanya atau atas pencapaiannya sebetulnya negatif.

2. Refleks memuji tanpa tahu apa yang sesungguhnya perlu dipuji

ilustrasi teman (pexels.com/Ketut Subiyanto)
ilustrasi teman (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Hati-hati dengan suasana ramai atau berkelompok yang cenderung membuatmu latah dalam segala hal. Termasuk otomatis memuji seseorang jika kawan-kawanmu juga melakukannya. Sebenarnya gak apa-apa kamu mengikuti apa yang mereka lakukan.

Toh, tindakan yang ditiru bukan keburukan. Akan tetapi, sebelum memuji hendaknya dirimu mencari tahu dulu apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa teman-temanmu memuji seseorang? Tak apa-apa kamu bertanya ada apa ketimbang asal melontarkan pujian.

Tanpa adanya alasan dari tindakan dan asal meniru orang lain bakal bikin pujianmu terasa kurang bermakna bagi penerimanya. Apalagi kalau dia tahu bahwa setelah memuji, dirimu baru sibuk bertanya ke sana kemari tentang apa yang sebetulnya terjadi. Pujianmu tadi urung membuat penerimanya merasa senang.

3. Setelah memuji orang lain ganti memuji diri sendiri

ilustrasi teman (pexels.com/Thirdman)
ilustrasi teman (pexels.com/Thirdman)

Kamu harus fokus ketika memuji. Jangan ada keinginan sedikit pun buat mencari panggung untuk diri sendiri. Misalnya, selepas kamu memujinya ganti memuji diri sendiri. Buruknya lagi, pujian buat diri jauh lebih banyak daripada untuk lawan bicara.

Itu hanya menunjukkan rasa bangga yang berlebihan terhadap diri sendiri. Sekaligus perasaan gak mau kalah dari orang lain. Seharusnya ada perasaan malu apabila kamu membanggakan diri sendiri. Lagi pula itu sama dengan dirimu mengambil momen bahagia orang lain.

Pasti ia menjadi kurang bisa menikmati pujianmu karena harus langsung mendengarkan pujianmu buat diri sendiri. Akhirnya justru dia seperti dipaksa buat memujimu juga. Sikapmu memang tidak etis. Tapi bila lawan bicara gak ganti memujimu, dia pun menjadi sama kurang beretikanya denganmu.

4. Di depan memuji, di belakang mencemooh

ilustrasi teman (pexels.com/Liza Summer)
ilustrasi teman (pexels.com/Liza Summer)

Bila ini dilakukan, kamu layak mendapat sebutan bermuka dua. Pujianmu untuk orang lain tak lebih dari basa-basi yang penuh tipuan. Aslinya, dirimu lebih suka mencela di belakangnya. Seperti contoh dalam ilustrasi, kamu memuji teman atau tetangga yang rajin beres-beres rumah.

Namun di belakangnya ternyata dirimu mencibir peralatan masaknya yang kurang bersih, sudah jelek masih dipakai, boros air ketika mencuci piring, dan sebagainya. Hindari sikap yang tidak konsisten begini. Jangan mengira semua kelakuanmu itu bakal aman untuk selamanya.

Cepat atau lambat perbedaan sikapmu pasti bakal diketahui oleh semua orang. Baik orang yang pernah dipuji maupun mereka yang mendengarkan cemoohanmu boleh jadi sempat bertemu dan saling mencocokkan informasi. Begitu mereka tahu seperti apa perilakumu yang sebenarnya, kamu bakal kehilangan rasa percaya dan respek dari semua orang.

5. Habis memuji ternyata ada maunya

ilustrasi teman (pexels.com/Monstera Production)
ilustrasi teman (pexels.com/Monstera Production)

Raut wajahmu memang selaras dengan pujian yang diberikan untuk orang lain. Kamu terlihat ikut senang untuknya. Tapi kesan tulusmu seketika sirna setelah dirimu meminta sesuatu dari orang yang dipuji. Contohnya, kamu memuji kehebatan teman yang baru saja mendapat promosi.

Pujianmu terkait kinerjanya sudah panjang lebar. Ditambah lagi dengan pujian untuk karakter diri yang membuatnya layak mendapatkan promosi tersebut. Namun, ujung-ujungnya dirimu hanya minta agar diberi sebagian dari rezekinya. Misalnya, dengan traktiran atau pinjaman uang kalau gaji berikut tunjangannya yang lebih tinggi telah turun.

Jika temanmu tahu akhir dari pujianmu cuma cari keuntungan pribadi, ia lebih suka gak dipuji olehmu. Harapanmu akan berbagai hal darinya menjadi beban untuknya. Berilah pujian pada orang yang berhak menerimanya tanpa mengharapkan apa pun buat diri sendiri.

6. Memuji lantas menjatuhkan dengan perbandingan

ilustrasi teman (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi teman (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Awal perkataanmu memang menyenangkan hati orang. Akan tetapi, setelahnya berubah menjadi sangat tidak mengenakkan untuknya. Kamu lantas membandingkan orang yang baru dipuji dengan orang lain. Dalam perbandingan itu, ia diposisikan sebagai pihak yang kurang unggul.

Akibat dari ucapanmu jauh lebih menyakitkan ketimbang seandainya dirimu gak memujinya. Kamu seperti melambungkan hatinya kemudian menjatuhkannya dari ketinggian. Ada perasaan terhina yang kuat dalam dirinya. 

Dibanding-bandingkan dalam situasi biasa saja bikin kesal. Apalagi kamu mengawalinya dengan pujian. Maksudmu yang sebenarnya menjadi tidak jelas. Tapi orang cenderung menyimpulkan dirimu memang sengaja ingin membuatnya merasa terbanting dengan cara itu.

Jika hanya asal memuji memang gampang dilakukan. Bahkan satu kata saja sudah bisa untuk memuji orang lain seperti hebat, keren, dan cantik atau tampan. Tapi menjadi pemuji yang baik butuh ketulusan dari hati yang terdalam. Kalau kamu pernah melakukan enam poin di atas, jangan diulangi lagi ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us