Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

8 Tanda Kebanyakan Main, Bukannya Tambah Fresh Malah Capek dan Boros

ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Polina Tankilevitch)
ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Kesukaan orang memang berbeda-beda. Ada orang yang hanya main sesekali, misalnya di akhir pekan. Ada juga individu yang anak rumahan sampai hampir gak pernah main kecuali saat sekalian piknik keluarga. Tipe orang begini menjadikan rumah sebagai zona nyamannya meski buat orang lain mungkin terasa amat membosankan.

Namun, ada juga pribadi sepertimu yang selalu ingin main terus. Kalau sudah main, kamu gak pandang waktu. Bisa dari pagi sampai malam di hari libur atau sore hingga menjelang pagi meski besok beraktivitas seperti biasa. Untukmu yang senang sekali main ke mana pun dan bersama siapa saja barangkali tak terlalu menyadarinya.

Dirimu merasa frekuensi serta durasi mainmu masih dalam batas wajar. Justru orang-orang yang menurutmu kurang main sehingga pikirannya pasti tegang terus. Akan tetapi, kesenanganmu main memang perlu direm, apabila telah menunjukkan delapan tanda berlebihan seperti di bawah ini. 

1. Jarang di rumah atau kos-kosan, tapi bukan buat kerja atau kuliah

ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Gustavo Fring)
ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Gustavo Fring)

Rumah atau kamar kos-kosan hanya menjadi tujuanmu pulang kalau badan benar-benar telah letih selepas main. Bisa juga sebenarnya dirimu belum lelah dan masih ingin main, tapi gak ada teman yang dapat diajak. Kamu kerap melewatkan makan malam bersama keluarga di hari Senin sampai Jumat karena memilih makan di luar sekalian main.

Sementara di Sabtu serta Minggu, dirimu dapat sarapan sampai makan malam sepenuhnya di luar. Dengan kata lain, kamu seharian berada di luar rumah. Jarangnya dirimu di rumah atau kos-kosan juga tidak membuatnya lebih bersih, tapi justru kotor dan kurang terawat.

Kamu cuma pulang buat tidur sebentar kemudian bergegas pergi lagi seakan-akan gak betah lebih lama di sana. Dirimu jarang bertemu keluarga atau tak mengenal teman-teman kos.

2. Pikiran makin gak fokus, akibatnya produktivitas menurun

ilustrasi bermain bersama (pexels.com/Ron Lach)
ilustrasi bermain bersama (pexels.com/Ron Lach)

Pikiranmu hanya berisi main, main, dan main sampai gak ada ruang untuk memikirkan hal-hal lainnya. Boro-boro kamu memikirkan pengembangan diri untuk masa depanmu. Keluarga di rumah yang sedang sakit dan seharusnya membuatmu lebih peduli padanya pun cenderung diabaikan.

Kamu selalu memikirkan besok dan lusa mau main ke mana lagi? Rasa senangmu saat main memang luar biasa. Namun, sekembalinya dari main pikiranmu seperti sulit dipusatkan lagi ke rutinitas kuliah atau kerja. Main yang seharusnya menyegarkan pikiranmu biar siap beraktivitas kembali malah bikin kamu merasa blank. 

3. Capek sampai sakit karena main terus

ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/cottonbro studio)

Orang-orang kelelahan hingga jatuh sakit karena terlalu banyak bekerja. Namun, dirimu justru mengalaminya gara-gara habis main. Ini artinya, waktu mainmu memang sudah terlalu lama dan pilihan kegiatannya begitu menguras tenaga. Contohnya, kamu rela naik motor berjam-jam di siang yang panas cuma buat main.

Nanti pulangnya larut malam dan panas matahari digantikan dinginnya angin. Wajar bila keesokannya kamu meriang. Setiap habis main di akhir pekan, dirimu tidak siap untuk kembali ke rutinitas hari Senin lantaran tubuh terasa tak keruan. Main sebenarnya baik untuk kesehatan fisik dan psikis asal tidak berlebihan. Jika kesehatanmu malah terganggu, berarti mainmu perlu dikurangi.

4. Menghabiskan terlalu banyak uang

ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Israel Torres)
ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Israel Torres)

Sulit untuk merasakan keseruan main tanpa mengeluarkan uang sama sekali. Sayangnya, frekuensi mainmu yang luar biasa tinggi sampai bikin pengeluaran gak seimbang lagi dengan pemasukan. Terlalu banyak uangmu yang dihabiskan buat membayar tiket berbagai tempat wisata, jajan, menonton film, dan sebagainya.

Jika orang lain hanya melihatmu dari luar, mereka bisa berpikir uangmu banyak. Kamu dapat main terus termasuk ke tempat-tempat yang butuh biaya mahal seperti ke luar pulau. Namun, sesungguhnya kantongmu kempis yang dibuktikan dengan saldo rekening tak pernah jauh dari angka minimal. Mengurangi kebiasaan main akan menyehatkan kembali keuanganmu. 

5. Chat-mu penuh rencana main

ilustrasi menggunakan smartphone (pexels.com/Julio Lopez)
ilustrasi menggunakan smartphone (pexels.com/Julio Lopez)

Coba buka berbagai aplikasi media sosialmu. Lihat lima sampai sepuluh chat terakhirmu dengan teman-teman. Apa yang kalian bahas? Kalau chat terjadi baru-baru ini dan semuanya berisi rencana main yang berbeda-beda, artinya kamu terlalu suka main.

Tidak ada topik lain yang bisa menghubungkanmu dengan mereka. Bila bukan untuk keperluan main, dirimu boleh jadi tak akan menghubungi mereka. Coba kurangi kesukaanmu main dengan mulai membicarakan hal-hal lain dengan mereka. Kamu bakal menemukan keseruan yang berbeda tanpa harus pergi ke mana-mana. 

6. Menolak tugas yang lebih penting demi main

ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Min An)
ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Min An)

Kesukaan main yang berlebihan juga membuatmu keliru dalam menyusun prioritas. Main memang diperlukan, tetapi ada kegiatan yang lebih penting seperti sekolah, kuliah, atau bekerja. Kamu bukan lagi anak balita yang kegiatan utamanya bermain. Namun saking senangnya main, dirimu sampai berani menolak tugas penting seperti mewakili kantor di suatu acara di akhir pekan. Bisa juga, lembur yang juga dilakukan oleh teman-temanmu.

Padahal, lemburnya masih dalam batas wajar dan ada bonusnya. Sementara itu, menomorsatukan main cuma membuang-buang uangmu. Gara-gara selalu mendahulukan main, dirimu menjadi terkenal kurang bertanggung jawab dalam berbagai tugas.

7. Sering diingatkan orang biar gak main terus

ilustrasi remaja laki-laki (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi remaja laki-laki (pexels.com/Pixabay)

Orang sampai mengingatkanmu tentu ada alasan yang kuat. Di usiamu yang masih muda, suka main termasuk lumrah. Mereka baru akan menegurmu bila kebiasaan main telah berlebihan dan bisa membahayakan diri. Contohnya, kamu pergi main dengan teman-teman yang kurang dikenal.

Terpenting buatmu cuma ada kawan main. Termasuk kawan baru di medsos pun gak membuatmu memikirkan potensi bahayanya. Orang terdekat menasihatimu agar mengurangi main dalam rangka menjaga keselamatanmu. Bukan untuk merampas kebebasanmu. Jika orang yang menegur lebih dari satu, maknanya hobi mainmu memang perlu direm.

8. Sampai di titik selalu merasa gak punya teman main

ilustrasi wisata danau (pexels.com/SHVETS production)

Perasaan ini menipu karena sebenarnya diri sendiri yang telah berlebihan dalam main sampai kawan-kawanmu gak kuat menemani. Mereka sudah kecapekan atau besok mau ujian, tetapi kamu terus saja mengajaknya main. Kesukaan mereka main tidak separah dirimu. Maka ketika perasaan tak punya teman main muncul, lakukan introspeksi.

Benarkah mereka sama sekali gak mau diajak main atau memang dirimu yang terlalu suka main? Kamu bisa melakukan pendekatan baru ke teman-teman sekaligus untuk mengurangi kesenanganmu main.

Alih-alih dirimu yang mengajak main, minta saja mereka mengajakmu bila ada rencana main. Dengan begitu, otomatis frekuensi mainmu berkurang dan hanya mengikuti jadwal main mereka.

Main diperlukan biar kamu gak stres dengan rutinitas. Akan tetapi, berlebihan main juga tidak baik. Apalagi kalau dirimu sampai menjadikannya sebagai prioritas dan mengalahkan hal-hal lain yang lebih penting. Atur ulang waktu mainmu berikut anggarannya biar rasa senang yang ditimbulkannya tak berujung merugikan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us