Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tips Jadi Pendengar yang Baik Tanpa Terjebak Empathy Fatigue

ilustrasi curhat
ilustrasi curhat (pexels.com/Alexander Suhorucov)
Intinya sih...
  • Tetapkan batasan sebelum mendengarkan, agar emosimu tidak terkuras habis.
  • Dengarkan dengan aktif, fokus pada apa yang mereka maksud tanpa menyerap emosi.
  • Belajar memisahkan masalah orang lain dari identitas pribadi untuk mencegah empathy fatigue.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Menjadi pendengar yang baik adalah skill penting dalam menjaga hubungan. Baik itu dengan pasangan, teman, maupun rekan kerja. Namun, banyak orang tidak sadar bahwa terlalu sering menjadi tempat curhat bisa membuat mental ikut lelah. Kondisi ini dikenal sebagai empathy fatigue, yaitu kelelahan emosional karena terlalu banyak menyerap beban perasaan orang lain. Akhirnya, kamu jadi mudah capek, sensitif, bahkan kehilangan energi untuk diri sendiri.

Makanya, penting banget untuk tetap jadi pendengar yang suportif tapi tetap punya batas sehat. Kamu tetap bisa hadir untuk orang lain, tapi tidak harus mengorbankan ketenangan diri. Kamu tak perlu ikut tenggelam dalam masalah orang lain, kok. Berikut lima tips untuk membantumu jadi pendengar yang baik tanpa terjebak empathy fatigue.

1. Tetapkan batasan sebelum mulai mendengarkan

Mengobrol di ruang tamu
ilustrasi mengobrol (pexels.com/Yaroslav Shuraev)

Batasan bukan berarti kamu tidak peduli, tapi justru bagian dari perawatan diri. Ketika seseorang ingin curhat panjang, kamu boleh jujur bahwa kamu hanya bisa mendengarkan dalam batas waktu tertentu. Ini membantu agar emosimu tidak terkuras habis.

Kamu juga bisa memberi batasan dengan menyampaikan apa yang sedang kamu hadapi. Misalnya, “Aku bisa dengar cerita kamu, tapi setelah ini aku harus istirahat dulu ya.” Dengan cara ini, kamu tetap hadir untuk mereka tanpa memaksakan diri. Batasan seperti ini akan membuat hubungan tetap sehat dan mencegahmu kewalahan.

2. Dengarkan dengan aktif, bukan menyerap semua emosi

ilustrasi curhat
ilustrasi curhat (pexels.com/Julia Larson)

Active listening bukan berarti kamu menampung seluruh emosi orang lain, tetapi fokus memahami apa yang mereka maksud. Dengarkan kata-katanya, bukan energi emosinya. Kamu bisa mengangguk, merangkum, atau menanyakan klarifikasi tanpa ikut larut secara emosional.

Hindari terlalu memposisikan diri sebagai “penyelamat” atau “spons” yang menyerap semua beban. Kamu tetap menunjukkan empati, tapi pada level yang aman. Ingat, kamu tidak harus merasakan apa yang mereka rasakan untuk bisa memahami mereka.

3. Belajar memisahkan masalah orang lain dari identitas pribadi

Mengobrol dengan pasangan
ilustrasi mengobrol (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Ketika sering mendengar curhatan berat, mudah banget untuk merasa seolah-olah masalah itu milikmu juga. Padahal, ini justru berbahaya dan bisa mempercepat empathy fatigue. Kamu perlu melatih diri untuk melihat bahwa setiap orang punya kehidupan, tanggung jawab, dan emosi masing-masing.

Gunakan prinsip “aku hadir, tapi ini bukan tugasku untuk memperbaiki semuanya.” Cara ini membantu kamu tetap peduli tanpa mengambil alih beban yang bukan milikmu. Kamu tetap suportif, tapi tidak ikut terombang-ambing emosinya.

4. Jangan ragu mengambil jeda untuk rehat mental

ilustrasi santai di rumah
ilustrasi santai di rumah (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Bahkan psikolog pun butuh istirahat dari mendengarkan cerita orang lain. Apalagi kita yang bukan profesional. Jika kamu mulai merasa capek, pusing, atau emosimu kacau setelah mendengarkan curhat seseorang, itu tanda kamu butuh jeda.

Kamu bisa melakukan hal sederhana seperti jalan sebentar, mandi air hangat, tidur cukup, atau melakukan aktivitas yang kamu suka. Jeda ini penting untuk mengembalikan baterai emosionalmu. Ingat, kamu tidak bisa menolong orang lain jika kamu sendiri kehabisan tenaga.

5. Jangan memaksakan diri untuk selalu siap kapan pun dibutuhkan

ilustrasi curhat
ilustrasi curhat (pexels.com/MART PRODUCTION)

Menjadi pendengar yang baik bukan berarti kamu harus selalu tersedia 24 jam untuk orang lain. Kamu tetap punya hidup, kekhawatiran, dan kebutuhan pribadi. Jangan merasa bersalah ketika kamu tidak ada di momen tertentu.

Kamu bisa bilang dengan sopan, “Maaf, aku belum punya energi untuk mendengar cerita panjang, tapi aku ada buat kamu setelah aku lebih stabil.” Dengan begitu, kamu tetap menunjukkan dukungan tanpa mengorbankan kesehatan mentalmu sendiri. Teman yang sehat secara emosional pasti bisa memahami hal ini.

Menjadi pendengar yang baik itu berharga, tapi menjaga diri sama pentingnya. Dengan memahami batasan, mendengarkan secara bijak, dan memberi ruang untuk diri sendiri, kamu tetap bisa jadi pendengar yang baik tanpa terjebak empathy fatigue.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us

Latest in Life

See More

Apakah Harus Punya Teman Bule untuk Fasih Bahasa Inggris?

23 Nov 2025, 22:28 WIBLife