Keren, Ini 5 Cerita Inspiratif dari Juara Indonesia Masters 2019

Kejuaraan bulu tangkis Indonesia Masters 2019 Super 500 telah berakhir, Minggu (27/1/2019) kemarin. Lima juara juga runner-up dari lima sektor (tunggal putra/putri, ganda putra/putri dan ganda campuran) juga sudah naik podium dan menerima medali juara. Kita bisa menyaksikannya lewat tayangan televisi ataupun melihat langsung di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta.
Nah, tentu saja, cerita para juara Indonesia Masters 2019 bukan sekadar naik ke podium setelah meraih kemenangan di lapangan. Namun, ada cerita inspiratif dari lima juara turnamen BWF World Tour berhadiah total 350 ribu dolar ini yang mungkin bisa menginspirasi kamu. Apa saja?
1. Tak perlu minder meski bersaing dengan pesaing hebat, Anders Antonsen membuktikannya

Seperti bulu tangkis, ada banyak aspek dalam hidup ini yang mengharuskan persaingan. Bahkan, tidak jarang, kita harus bersaing dengan orang yang memiliki lebih banyak keunggulan. Namun, tidak ada alasan untuk minder apalagi menyerah bila harus bersaing dengan pesaing hebat. Juara tunggal putra Indonesia Masters 2019 asal Denmark, Anders Antonsen telah membuktiannya.
Di final, Antonsen yang bukan pemain unggulan dan baru merasakan final di turnamen BWF World Tour, jelas dipandang inferior dibanding lawannya Kento Momota yang merupakan pemain rangking 1 dunia dan juga unggulan 1. Apalagi, di semifinal (26/1/2019), Momota mengalahkan pemain terbaik Denmark, Viktor Axelsen dengan skor telak, 21-15, 21-4.
Yang terjadi, Antonsen (21 tahun) memperlihatkan daya juang luar biasa dan membalik prediksi di atas kertas. Dia langsung mengejutkan Momota di game pertama dengan unggul 21-16. Kalah di game kedua 14-21, banyak orang mengira Antonsen akan dihabisi Momota di game ketiga. Toh, setelah kejar-kejaran poin, dia mampu unggul di angka-angka kritis dan akhirnya menang 21-16 dalam waktu 1 jam 19 menit yang menjadi final terlama di Indonesia Masters 2019 seperti dikutip dari bwfworldtour.bwfbadminton.com.
Menariknya, dalam wawancara seusai pertandingan yang bisa kita saksikan lewat layar televisi, Antonsen berterima kasih kepada publik Istora yang menurutnya sangat luar biasa. Sebelumnya, dia juga melempar kaos yang dipakainya ke tribun. "Ini (Istora) adalah tempat terbaik untuk bermain badminton. Terima kasih untuk dukungannya," ujar Antonsen.
2. Mampu pertahankan gelar, bukti ganda putri Jepang bisa tampil konsisten di level tertinggi

Kata orang, mempertahankan (gelar) itu lebih sulit daripada mendapatkannya. Pun, tidak mudah untuk terus tampil di konsisten di level tertinggi. Namun, kata sulit itu rupanya hanya sekadar kata-kata bagi ganda putri Jepang, Ayaka Takahashi/Misaki Matsutomo. Faktaya, mereka kembali tampil sebagai juara Indonesia Masters 2019. Ayaka/Misaki bahkan menjadi pemain pertama di sektor ganda putri yang berhasil mempertahankan gelar.
Tampil di final pertama, ganda putri peraih medali emas Olimpiade 2016 ini berhasil mengalahkan ganda putri Korea, Kim So-yeong/Kong Hee-yong yang tampil mengejutkan di turnamen ini. Ayaka/Misaki menang dua game langsung 21-19, 21-15 selama 41 menit. Sebelumnya, di semifinal, So-yeong/Hee-yong mengalahkan ganda putri Jepang juara dunia 2018, Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara.
Tahun lalu, Ayaka/Misaki tampil sebagai juara setelah mengalahkan ganda putri andalan Indonesia, Greysia Polii/Apriani Rahayu. Tahun ini, mereka mengalahkan Greysia/Apri di semifinal. "Minggu lalu di Malaysia Masters kami kalah dari Greysia (Polii)/Apriyani (Rahayu), dan kemarin kami bisa mengalahkan Greysia/Apriyani, kami jadi lebih bersemangat. Persaingan ganda putri akan lebih ketat karena akan dimulai olympic race,” tutur Takahashi.
3. Dari Marcus/Kevin, kita bisa belajar tentang semangat dan profesionalisme

Seorang pemain profesional tidak akan pernah mengeluhkan kelelahan karena jadwal turnamen yang superpadat. Sebaliknya, mereka memiliki semangat untuk kembali meraih prestasi demi prestasi. Semangat dan profesionalisme itulah yang ditunjukkan pasangan ganda putra Indonesia, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya. Marcus/Kevin berhasil juara Indonesia Masters 2019 sekaligus mempertahankan gelarnya setelah mengalahkan seniornya, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan 21-17, 21-11.
Padahal, Marcus/Kevin tampil di Indonesia Masters 2019 dalam kondisi kelelahan. Mereka hanya punya waktu recovery setelah tampil di final dan menjadi juara di Malaysia Masters, Minggu (20/1) lantas sudah kembali tampil di Indonesia Masters 2019, Rabu (23/1).
Ketika beberapa juara Malaysia Masters 2019 langsung gugur di babak awal seperti tunggal putra Son Wan-ho dan ganda putri, Yuki Fukushima/Sayaka Hirota dari Jepang yang mungkin disebabkan karena mepetnya recovery, Marcus/Kevin tidak begitu.
Dikutip dari Instagram badminton.ina, Marcus menyebut kunci kemenangannya di final karena bermain fokus menghadapi Hendra/Ahsan yang sangat tenang. "Kami bermain dengan tempo cepat, tidak bisa melakukan kesalahan sedikit, bisa berbahaya. Tadi kami juga banyak beruntung karena bola bergulir di net dan banyak dapat poin," jelas Marcus.
4. Bersimpati kepada kondisi lawan seperti Saina Nehwal, karena lawan hanyalah ketika di lapangan

Tunggal putri asal India, Saina Nehwal meraih gelar Indonesia Masters 2019 dalam waktu paling singkat, 10 menit. Saina menjadi juara setelah lawannya, Carolina Marin asal Spanyol, mengalami cedera pada lutut kanannya. Marin yang sebenarnya mengawali game pertama dengan sangat baik dan unggul 10-4, mengalami cedera setelah salah tumpuan kaki saat memukul shuttlecock seperti dikutip dari indiatoday.in.
Sempat mendapatkan perawatan dan kemudian melanjutkan pertandingan, tetapi juara dunia 2018 ini kemudian memutuskan tidak melanjutkan pertandingan demi menghindari cedera lebih parah. Dia meninggalkan lapangan dengan menangis sembari berjalan terpincang-pincang.
Saina lantas menerima medali sendirian di podium. Nah, dalam wawancara dengan media, Saina tidak terlalu bergembira dengan capaiannya. Dia lebih menunjukkan simpatinya kepada Marin dengan mendoakan agar segera pulih dan kembali ke lapangan. Di akun Twitternya, Saina mengunggah foto saat menemui Marin di kamarnya seusai penerimaan medali. Sebelumnya, ketika masih di lapangan, Saina juga menghampiri Marin dan menanyakan kondisinya sembari membantunya bangit.
"Not the way I wanted it in the finals of #indonesiamasterssuper500, injuries are worst for players and it was very unfortunate to see @CarolinaMarin the best player in women’s badminton to face it today in the match .. I wish u a very speedy recovery, come back soon," tulis Saina di akun Twitternya.
Saina benar. Sejatinya lawan hanyalah ketika berada di lapangan. Setelah pertandingan, mereka adalah kawan yang sama-sama berprofesi sama.
5. Menghormati lawan seperti Siwei/Yaqiong, membuang jauh sikap jumawa

Di final terakhir, ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir tidak mampu meraih gelar sebagai 'kado perpisahan' bagi Liliyana Natsir yang melakoni pertandingan resmi terakhirnya di bulutangkis. Liliyana memutuskan gantung raket. Tontowi/Lliyana kalah dari ganda campuran China yang merupakan ganda rangking 1 dunia, Zheng Siwei/Huang Yaqiong, 21-19, 19-21, 16-21 seperti dikutip dari xinhuanet.com.
Namun, yang menarik adalah apa yang terjadi setelah pertandingan. Meski tampil sebagai juara dengan mengalahkan lawan yang bermain di rumahnya sendiri, Siwei/Yaqiong tidak terlihat jumawa. Justru, Siwei dan Yaqiong memperlihatkan sikap bahwa mereka sangat menghormati Liliyana dan Tontowi. Terutama Liliyana. Di lapangan, Yaqiong lantas memeluk Liliyana yang menghadiahinya jersey. Sejurus kemudian, Siwei juga memeluk Liliyana yang membuat publik Istora ikut memberikan aplaus.
Bagi Siwei (21 tahun) dan Yaqiong (24 tahun) yang memang tengah menikmati masa kejayaan di usia muda, Liliyana (33 tahun) adalah "legend hero" di lapangan bulutangkis yang mereka kagumi. Ketika Siwei baru berusia 8 tahun dan Yaqiong 11 tahun, Liliyana sudah menjadi juara dunia 2005 kala berpasangan dengan Nova Widianto.
Selamat untuk para juara Indonesia Masters 2019. Dan selamat menikmati lembaran baru bagi Liliyana Natsir setelah gantung raket.