Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Novel Thriller dari Sudut Pandang Sosiopat yang Menarik Dibaca

film Confessions (dok. TOHO CO/Confessions)
film Confessions (dok. TOHO CO/Confessions)
Intinya sih...
  • Ripley’s Game – Patricia Highsmith
  • Tom Ripley adalah karakter fiksi dingin dan memikat, hidup nyaman tapi amarahnya berubah menjadi kekerasan diam-diam.Tampa – Alyssa NuttingNovel ini menggambarkan monster yang sangat sadar diri, Celeste Price, seorang guru predator seksual yang menolak tunduk pada moral publik.Confessions – Kanae MinatoNovel asal Jepang ini memadukan drama psikologis dengan kekerasan dingin dan penuh perhitungan, menjadikan pembaca terus merenung sepanjang cerita.

Tak semua kisah menarik datang dari tokoh yang baik. Dalam beberapa novel, justru narator yang kejam, manipulatif, atau tak punya empati menjadi pusat cerita dan justru itulah yang membuatnya begitu memikat. Para tokoh ini adalah sosiopat, mereka tak peduli pada norma sosial atau perasaan orang lain, tapi sangat pandai menyembunyikannya.

Membaca dari sudut pandang mereka seperti menyelami pikiran yang gelap dan bengkok, tapi tak bisa kita hindari. Novel-novel berikut membawa kita masuk ke dunia para sosiopat, di mana kejahatan dilakukan dengan perhitungan dingin dan emosi hanya dipakai sebagai alat manipulasi. Berikut novel yang berani menunjukkan sisi tergelap manusia dari sudut pandang sosiopat.

1. Ripley’s Game – Patricia Highsmith

buku Ripley’s Game (penguinrandomhouse.com)
buku Ripley’s Game (penguinrandomhouse.com)

Tom Ripley adalah salah satu karakter fiksi paling dingin dan memikat dalam sejarah sastra kriminal. Dalam Ripley’s Game, ia sudah hidup nyaman, yakni kaya, menikah, dan dihormati. Namun, ketika seseorang di pesta mengejek seleranya, egonya yang rapuh berubah jadi amarah. Ia menyusun rencana kejam untuk membalas, bukan karena perlu, tapi karena ia bisa.

Novel ini menggambarkan bagaimana luka batin yang tak tampak bisa berubah jadi kekerasan diam-diam. Patricia Highsmith membentuk Ripley dari pengalamannya sebagai perempuan homoseksual yang dikucilkan oleh masyarakat. Namun, isu kelas dan status sosial juga sangat kuat dalam novel ini.

2. Tampa – Alyssa Nutting

buku Tampa (goodreads.com)
buku Tampa (goodreads.com)

Tampa menyelami pikiran Celeste Price, seorang guru yang diam-diam adalah predator seksual. Ia memiliki kehidupan sempurna di luar, tapi semua itu hanya topeng untuk menyembunyikan hasratnya yang mengerikan terhadap murid-murid laki-laki. Dengan narasi yang tajam, menyindir, dan sering kali mengejutkan, Nutting menggambarkan monster yang sangat sadar diri.

Novel ini sempat dilarang di beberapa toko buku karena isinya yang vulgar, namun justru itulah keberaniannya. Nutting tidak membuat tokoh utamanya menyesal atau menghindari kenyataan karena Celeste tahu dia jahat dan menikmatinya. Inilah potret mengerikan dari seorang sosiopat perempuan yang menolak tunduk pada moral publik dan justru mempermainkannya.

3. Confessions – Kanae Minato

buku Confessions (godreads.com)
buku Confessions (godreads.com)

Novel asal Jepang ini dimulai dengan seorang guru perempuan membaca surat kepada murid-muridnya. Di dalamnya terkandung pengakuan mengejutkan yaitu anak perempuannya telah dibunuh oleh dua murid. Dari sini, kisah berkembang dengan sudut pandang berganti-ganti, membongkar lapisan demi lapisan kebohongan, dendam, dan kekosongan moral.

Confessions memadukan drama psikologis dengan kekerasan yang terasa dingin dan penuh perhitungan. Tema hikikomori atau fenomena remaja Jepang yang mengurung diri di kamar selama bertahun-tahun menambah kedalaman emosionalnya. Minato menghadirkan karakter-karakter tanpa empati yang membuat pembaca terus merenung sepanjang cerita.

4. Never Saw Me Coming – Vera Kurian

buku Never Saw Me Coming (harpercollins.com)
buku Never Saw Me Coming (harpercollins.com)

Di kampus fiktif Washington D.C., sekelompok mahasiswa sosiopat mengikuti program penelitian rahasia. Salah satunya adalah Chloe Sevre, gadis cerdas dan menawan yang punya misi pribadi yakni membunuh seseorang dari masa lalunya. Ia menyamar sempurna dari pakaian hingga ekspresi wajahdan menggambarkan semua sebagai kostum kepolosan.

Kurian, yang memiliki gelar PhD di bidang psikologi sosial, sangat lihai menyelami obsesi dan manipulasi dalam diri Chloe. Dengan alur penuh twist dan ketegangan, novel ini memperlihatkan bagaimana kekacauan bisa tersembunyi di balik penampilan biasa. Dalam novel ini, monster tak bersembunyi, mereka berjalan di lorong kampus, tersenyum, dan menunggu saat yang tepat.

5. Looker – Laura Sims

buku Looker (simonandschuster.com)
buku Looker (simonandschuster.com)

Dikisahkan dari sudut pandang seorang profesor sastra tanpa nama, Looker memperlihatkan bagaimana kesedihan bisa berubah menjadi obsesi berbahaya. Setelah ditinggalkan suaminya usai gagal dalam program IVF, ia mulai memusatkan perhatian pada tetangganya yang seorang aktris terkenal. Dari kekaguman menjadi kecemburuan, lalu menjadi pengintaian diam-diam.

Sims menulis dengan gaya yang tajam dan penuh humor gelap. Naratornya bukan pembunuh berdarah dingin, tapi rasa sakit dan kekosongan dalam hidupnya mendorongnya ke tepian kegilaan. Stalker dalam novel ini tidak hanya menakutkan, tapi juga menyedihkan dan sangat manusiawi.

6. You Love Me – Caroline Kepnes

buku You Love Me (penguinrandomhouse.com)
buku You Love Me (penguinrandomhouse.com)

Joe Goldberg kembali lagi, kali ini di kota kecil Bainbridge Island. Setelah gagal di kisah cinta sebelumnya, ia memfokuskan obsesinya pada Mary Kay, seorang pustakawan dengan seorang anak remaja. Joe percaya bahwa ia hanya ingin memastikan Mary bahagia. Tapi cara berpikirnya yang tidak biasa menjadikan setiap interaksi sebagai langkah menuju kendali total atas hidup Mary.

Kepnes menulis dari sudut pandang Joe dengan begitu meyakinkan sampai-sampai pembaca bisa tertipu dan merasa simpati. Joe bukan saja sosiopat, ia juga sangat pandai membungkus tindakan gilanya sebagai bentuk kasih sayang. You Love Me menyuguhkan kisah tentang cinta, obsesi, dan delusi yang menakutkan tapi juga menghibur.

Para narator dalam novel-novel ini tidak meminta simpati, tetapi mereka memaksa pembaca untuk masuk ke dalam logika mereka. Entah lewat kekerasan, pengintaian, atau manipulasi emosional, mereka menunjukkan bahwa sosiopati bisa tersembunyi di balik wajah yang ramah dan senyum manis.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ananda Zaura
EditorAnanda Zaura
Follow Us