Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Alasan Kenapa Padel Bukan untuk Kaum Mendang-Mending

ilustrasi bermain padel (unsplash.com/Artur Kornakov)
ilustrasi bermain padel (unsplash.com/Artur Kornakov)
Intinya sih...
  • Sewa lapangan padel mahal, dengan harga mulai dari Rp150 ribu hingga lebih dari Rp3 juta per jam untuk empat orang.
  • Padel memerlukan komitmen dan kesadaran akan prioritas, sehingga hanya orang-orang yang benar-benar serius yang akan tetap bermain.
  • Perlengkapan padel memiliki spesifikasi khusus dan harganya tinggi, menuntut pemain untuk mengelola prioritas dan investasi pada kenyamanan.

Setelah publik ramai-ramai menghabiskan akhir pekan dengan bersepeda dan berlari, kini lapangan padel perlahan menjadi tempat nongkrong baru yang menggabungkan gaya hidup sehat dengan eksistensi sosial. Harga sewanya memang tidak main-main, belum lagi peralatan seperti raket, sepatu, dan perlengkapan penunjang lainnya yang bisa membuat dompet ikut berkeringat. 

Namun, justru di situlah letak daya tarik padel sebab ia terkesan eksklusif, dinamis, dan tidak sembarang orang langsung tertarik mencoba. Olahraga ini seperti punya seleksi alamnya sendiri, hanya yang betul-betul niat yang bertahan, sisanya memilih jadi penonton. Berikut lima alasan mengapa padel memang bukan olahraga untuk kaum mendang-mending.

1. Harga sewa lapangan padel menguji komitmen mereka yang ingin bermain

ilustrasi lapangan padel (unsplash.com/P-squared Padel)
ilustrasi lapangan padel (unsplash.com/P-squared Padel)

Biaya menyewa lapangan padel bisa bikin siapa pun berpikir dua kali sebelum memutuskan bermain secara rutin. Jika dihitung-hitung, dengan harga mulai dari Rp150 ribu–lebih dari Rp3 juta per jam untuk empat orang, artinya satu sesi padel bisa menguras dana setara satu bulan langganan gym. Bagi sebagian orang, ini bukan sekadar harga olahraga, tapi simbol dari keseriusan. Kalau hanya ingin coba-coba, angka tersebut terasa mahal dan tidak masuk akal.

Namun justru di situlah letak pemilahannya. Padel menyaring pemain yang benar-benar ingin menekuni dan merasakan pengalaman bermain secara utuh. Mereka yang tetap datang, menyewa, dan menikmati permainan meski harus merogoh kocek dalam, adalah orang-orang yang menjadikan padel sebagai bagian dari gaya hidup, bukan tren sesaat. Olahraga ini menuntut kesadaran bahwa yang mahal bukan cuma harga, tapi komitmen untuk tetap bermain dan berkembang.

2. Investasi perlengkapan padel mencerminkan orientasi prioritas

ilustrasi raket dan bola padel (unsplash.com/
ilustrasi raket dan bola padel (unsplash.com/

Bermain padel tidak cukup hanya dengan niat dan waktu, perlengkapan juga memegang peran penting. Raket padel punya spesifikasi khusus yang berbeda dari raket tenis atau badminton, dan harganya pun bisa menembus jutaan rupiah. Belum termasuk sepatu padel, pakaian yang sesuai, serta aksesori pendukung padel yang bisa menunjang performa di lapangan.

Dari sini, padel bukan hanya tentang olahraga, tapi juga soal cara seseorang mengelola prioritas. Mereka yang memilih berinvestasi pada perlengkapan padel biasanya adalah orang yang paham nilai kenyamanan dan performa. Bukan karena gaya-gayaan, tapi karena menyadari bahwa alat yang tepat bisa meningkatkan pengalaman bermain. Sekaligus menjadi cerminan bahwa mereka tidak setengah-setengah saat sudah memutuskan untuk menekuni sesuatu.

3. Kebiasaan berlatih padel membutuhkan waktu dan konsistensi

ilustrasi padel (unsplash.com/Vincenzo Morelli)
ilustrasi padel (unsplash.com/Vincenzo Morelli)

Padel terlihat menyenangkan dan mudah bagi sebagian orang, tapi jangan salah, olahraga ini menuntut koordinasi mata, kaki, dan refleks yang cepat, lho. Butuh waktu untuk memahami pantulan bola padel, membaca strategi lawan, dan menyesuaikan posisi tubuh di lapangan yang berdinding kaca. Tidak cukup sekali-dua kali main untuk bisa menikmati permainan secara penuh, apalagi memenangkan pertandingan.

Proses belajar yang konsisten jadi kunci utama. Mereka yang mendekati padel hanya sebagai tren cepat cenderung mudah menyerah ketika tantangan teknis mulai muncul. Namun mereka yang siap menyesuaikan ritme dan terus berlatih, justru akan merasakan kepuasan tersendiri. Di titik ini, padel mengajarkan nilai kesabaran dan komitmen dua hal yang sering dihindari kaum mendang-mending.

4. Lingkungan padel menciptakan jejaring sosial yang selektif

ilustrasi padel (unsplash.com/Gabriel Martin)
ilustrasi padel (unsplash.com/Gabriel Martin)

Padel sering dimainkan dalam format ganda, yang secara tidak langsung menuntut pemain untuk berinteraksi dan membangun komunikasi yang efektif. Dalam komunitas padel, terbentuk jejaring yang kuat, biasanya diisi oleh orang-orang dengan latar belakang dan komitmen yang sejalan. Pertemuan antarpemain tidak hanya di lapangan, tapi berlanjut ke pertemanan atau kerja sama profesional.

Itulah mengapa banyak orang melihat padel bukan cuma sebagai olahraga, tapi juga sebagai ruang sosial. Untuk masuk ke lingkaran ini, dibutuhkan lebih dari sekadar kehadiran harus ada keaktifan dan kemampuan membawa diri. Kaum mendang-mending cenderung merasa asing karena enggan terlibat terlalu jauh. Padahal, esensi dari padel justru terletak pada komunitasnya yang suportif tapi selektif.

Padel memang bukan olahraga pada umumnya yang bisa didekati setengah hati. Dari harga hingga atmosfer komunitasnya, semuanya menuntut kesiapan mental dan finansial. Kalau kamu masih berada di tahap mendang-mending, mungkin padel memang belum waktunya tapi bukan berarti tak layak dicoba.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us