Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Tokoh Publik Penuh Toleransi, Inspirasi Merayakan Natal

Dekorasi dalam perayaan natal (Foto: Pexel/Gary Spears)

Hari Natal jatuh pada 25 Desember setiap tahunnya. Ini merupakan peringatan hari kelahiran Yesus Kristus dalam kepercayaan umat Kristen dan Katolik. Kendati demikian, perayaan Natal tidaklah eksklusif bagi mereka yang nasrani. Buktinya, ruang publik dihiasi dekorasi bertemakan Natal, diskon mengatasnamakan Natal bertebaran di mana-mana hingga menjadi liburan nasional yang bisa dinikmati bersama-sama

Untuk itu, semangat toleransi dalam Natal perlu dikencangkan. Yuk, kita belajar bareng dengan para tokoh publik ini!

1. Quraish Shihab, penengah perdebatan ucapan selamat Natal

Potret Quraish Shihab (Instagram/quraish.shihab)

Beberapa tahun yang lalu, ucapan selamat hari Natal yang datang dari umat muslim menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Ada kekhawatiran itu akan mengganggu keyakinan dan bertentangan dengan akidah Islam. Namun, Quraish Shihab berhasil memecah permasalahan ini. Menurutnya, seorang muslim yang mengucapkan selamat Natal tidaklah bertentangan dengan akidah dengan catatan tetap berkeyakinan yang benar tentang Isa Alaihissalam. Bahwa Isa bukanlah anak Tuhan, melainkan seorang rasul yang diutus oleh Allah.

Ayahanda dari Najwa Shihab ini bahkan menyandarkan argumennya dengan mengutip kitab Al-Qur'an tepatnya Surat Maryam ayat 33 yang berbunyi, “Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari wafatku, dan hari aku dibangkitkan kembali”. Dengan kata lain, Nabi Isa mengucapkan selamat terhadap perayaan Natal oleh umat Kristiani. 

2. Romo Mangun, menghayati Natal sebagai pertolongan kepada wong cilik, siapa pun dia

Romo Mangun (di tengah) sedang bersama anak-anak Sanggar Anak Alam di Desa Lawen, Banjarnegara pada 1988 (salamyogyakarta.com)

Yusuf Biliyarta Mangunwijaya atau lebih dikenal sebagai Romo Mangun merupakan seorang iman gereja katolik roma yang selama hidupnya mengabdikan dirinya untuk membela wong cilik tanpa pandang bulu. Tidak heran ketika hari rayanya sendiri, Romo Mangun juga mencerminkan kesederhanaan. Tidak ada pesta maupun makanan dan minuman mewah pada hari Natal.

Di mata Romo Mangun, hari Natal lebih dari sekadar ritual yang jatuh setiap 25 Desember. Hari Natal merupakan penghayatan hidup sehari-hari ketika berpihak, peduli, dan sungguh-sungguh bela rasa terhadap manusia. Baginya tidak masuk akal bila di akhirat ada yang namanya damai, sejahtera, kasih sayang hingga keadilan jika tidak pernah dilalui sebelumnya di dunia. 

Karena itu juga Romo Mangun tidak mengambil hari libur pada saat Natal. Alasannya, bagi orang miskin tiada kata libur. Dengan kedalaman imannya, Romo Mangun memilih tetap produktif dan juga mengkritik perayaan Natal yang glamor dan tidak berpihak pada orang-orang yang menderita.

3. Gus Dur, si paling walk the talk

Gus Dur (paling kiri) menjadi panelis diskusi bersama Romo Mangun (paling kanan) di Bentara Budaya Yogyakarta pada 22 Januari 1994 (gusdur.net)

Siapa yang tidak mengenal Gus Dur? Selain menjadi Presiden RI ke-4, Gus Dur yang merupakan sapaan dari Abdurrahman Wahid juga menyandang gelar Bapak Toleransinya Indonesia. Beliau sempat berpesan untuk jangan menjadikan agama sebagai senjata yang memecah belah dan memutuskan persaudaraan dalam Perayaan Natal Tingkat Nasional pada 27 Desember 1999. 

Bukan saja terucap di bibir, Gus Dur benar-benar mewujudkan pesannya itu. Ketika terjadi peristiwa kebakaran gereja akibat kerusuhan massa di sebuah gereja di Situbondo, beliau dengan cepat memerintahkan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) NU untuk mengamankan perayaan Natal di situ. Seakan tanpa sekat, baginya yang seorang muslim menyelamatkan gereja tak ubahnya menyelamatkan Indonesia.

Bahkan ada kisah jenaka beliau yang dikutip dari laman NU Online, Gus Dur dikenal tidak sungkan mengucapkan selamat hari besar keagamaan bagi para sahabatnya. Rocky Gerung menyebut bahwa Gus Dur tidak pernah melewatkan ucapan selamat Natal kepadanya tiap tahunnya. Padahal diakui Rocky Gerung, dirinya bukan umat yang serius beragama. Direspon oleh Gus Dur kalau dirinya juga tidak serius memberikan selamat.

4. Mohammad Natsir, bertoleransi karena Pancasila

Potret M. Natsir di kediamannya (jadesta.kemenparekraf.go.id)

 

Pada masa orde baru, konflik antar umat Muslim dan Kristiani menanjak. Umat Nasrani dianggap melakukan kristenisasi dengan menyasar kelompok Muslim yang miskin. Di sisi lain, penutupan dan pembakaran gereja juga marak terjadi. Di situlah Mohammad Natsir mengungkapkan pandangannya bahwa jika mengamini Pancasila sebagai ideologi, maka sudah selayaknya adanya kebebasan beragama dengan tidak mengganggu identitas agama orang lain dan bertoleransi supaya kedamaian bersama tercapai.

Memang tidak persis dalam peringatan Natal, namun semangat toleransi dari ulama sekaligus seorang politikus dari Partai Masyumi tersebut bisa dihayati kapan pun termasuk dalam perayaan hari Natal. M. Natsir juga menganjurkan menjaga golongan umat sendiri dengan banyak berbuat baik. “Jiwa Kristus yang begitu murni jangan dipakai untuk tujuan yang tidak murni dan ikhlas. Jangan sampai menjadi peaceful aggression, suatu penyerangan bersemboyan damai”, pesannya. Rasanya hingga kini pesan-pesan beliau masih relevan, ya.

Hari Natal hanya datang sekali setahun, namun semangatnya perlu dibawa dan diterapkan setiap hari. Bahkan tidak saja bagi mereka yang mengimani agamanya, tapi bagi kita yang mengamini makna toleransi di baliknya. Selamat hari Natal semuanya! 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us