Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Alasan Pasangan Berselingkuh dalam Hubungan yang Sehat

potret pasangan bahagia (unsplash.com/Andres Molina)
potret pasangan bahagia (unsplash.com/Andres Molina)
Intinya sih...
  • Perselingkuhan bisa terjadi dalam hubungan sehat karena kehilangan gairah, komunikasi yang memudar, atau kebencian yang tumbuh.
  • Orang bisa berselingkuh meskipun masih mencintai pasangannya karena mencari kesenangan baru dan terlalu terhubung dengan pasangan.
  • Individu yang tumbuh dalam lingkungan kacau dapat merasa tidak pantas untuk bahagia, sehingga berselingkuh sebagai tindakan pencegahan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Perselingkuhan ada kalanya terjadi dalam cara yang tidak terduga, bahkan saat hubungan asmara tersebut terlihat benar-benar sehat. Hubungan tersebut mungkin terlihat sangat bahagia, seakan kecil sekali kemungkinan ada pengkhianatan. Namun, dalam teorinya, seseorang bisa selingkuh karena ada sesuatu yang hilang, seperti gairah yang telah memudar, komunikasi yang semakin memudar, atau kebencian yang telah mengakar.

Beberapa orang dapat selingkuh, meskipun mereka masih mencintai pasangannya. Orang-orang ini pada satu sisi masih tertarik terhadap hubungan tersebut, namun juga tetap memiliki hasrat untuk berselingkuh. Kontradiksi ini bisa sangat membingungkan bagi pasangan yang diselingkuhi dan pasangan yang selingkuh itu sendiri. Mengapa pasangan berselingkuh dalam hubungan yang sehat? Alasan apa yang membuat seseorang mau berkorban mempertaruhkan apa yang berharga bagi mereka dengan berselingkuh?

1. Daya tarik hal baru dan kebutuhan akan dopamin

potret pria dan wanita duduk bersama (unsplash.com/Jarritos Mexican Soda)
potret pria dan wanita duduk bersama (unsplash.com/Jarritos Mexican Soda)

Saat menjalin hubungan romantis, setiap individu di dalamnya sangat berkaitan dengan sistem penghargaan dopaminergik otak, jaringan saraf yang mendorong motivasi, penguatan, dan kesenangan. Pada tahap awal hubungan, sistem ini sangat aktif, membanjiri otak dengan dopamin, neurotransmitter yang bertanggung jawab atas aliran ketertarikan yang memabukkan. Namun, seiring waktu kegembiraan di awal hubungan ini bisa semakin memudar.

Bagi orang-orang yang selalu membutuhkan percikan atau getaran terus-menerus, hubungan yang sedang dijalani bisa terasa membosankan. Pada akhirnya, orang tersebut memilih untuk mencari kesenangan tersebut dengan berselingkuh dan menemui orang baru. Dalam posisi ini orang tersebut bukan artinya ingin meninggalkan hubungan. Namun, mereka tidak bisa mengalahkan godaan untuk mendapatkan pengalaman mengasyikan dan berisiko, sehingga orang-orang yang berselingkuh ini tak bisa lagi melihat penilaian baik.

2. Takut akan kerentanan yang mendalam

potret pasangan bahagia (unsplash.com/William Recinos)
potret pasangan bahagia (unsplash.com/William Recinos)

Anehnya, sebagian orang memilih untuk berselingkuh bukan karena mereka merasa terputus, namun karena merasa terlalu terhubung dengan pasangannya. Bagi individu yang memiliki kecenderungan untuk menghindari keterikatan, terlibat dalam keintiman emosional yang sangat mendalam bisa sangat membebani. Kondisi ini juga dapat memicu kehilangan otonomi, menjadi terlalu bergantung, atau mengungkapkan kerentanan yang telah lama mereka lindungi.

Individu seperti ini biasanya tumbuh dalam lingkungan di mana cinta bersifat bersyarat, tidak konsisten, atau bahkan berbahaya. Mempelajari, bahwa kedekatan dapat mengarah pada rasa sakit. Itulah alasan mereka akan merasa sangat resah saat ada dalam keintiman yang sejati. Pada akhirnya orang-orang ini berselingkuh, kemudian mencari cara untuk menciptakan jarak yang memungkinkan kembali mereka mendapatkan rasa kendali emosional.

3. Krisis identitas

potret pasangan harmonis (unsplash.com/Samuel Yongbo Kwon)
potret pasangan harmonis (unsplash.com/Samuel Yongbo Kwon)

Hubungan jangka panjang menghubungkan dua kehidupan, rutinitas yang saling terkait, identitas bergeser, dan prioritas satu sama lain yang saling bercampur. Poin-poin ini memang dapat membuat hubungan menjadi lebih mendalam, namun juga dapat menyebabkan krisis identitas bagi sebagian orang. Terutama, untuk orang-orang yang sangat mengasosiasikan harga diri dengan kemandirian, spontanitas, atau petualangan. Seiring berjalannya waktu, beberapa orang mungkin merasa telah kehilangan kontak dengan versi diri mereka dahulu.

Dalam situasi ini mereka mungkin mulai melihat diri mereka sebagai pasangan bukan sebagai individu, sehingga merasa hidup berjalan stagnan. Dalam penelitian mengenai pengembangan diri, dijelaskan bahwa orang biasanya memiliki motivasi mendasar untuk memperluas diri mereka sendiri. Upaya ini, bisa dilakukan baik dengan mengejar pengalaman baru yang lebih menantang dan bergairah. Ketika dorongan bawaan untuk mengembangkan diri ini  tidak terpenuhi dalam hubungan saat ini mereka akan mencari di tempat lain, termasuk dengan berselingkuh.

4. Sabotase diri yang tidak disadari

potret pasangan yang tidak saling tatap (unsplash.com/nguyen quan)
potret pasangan yang tidak saling tatap (unsplash.com/nguyen quan)

Pasangan berselingkuh dalam hubungan yang sehat bukan berarti tidak bahagia, tetapi mereka merasa tidak pantas untuk bahagia. Ketika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang kacau atau tidak stabil secara emosional, hubungan yang sehat dan aman dapat terasa asing, bahkan meresahkan. Alih-alih merangkul stabilitas, mereka secara tidak sadar mengantisipasi akhir dari hubungan tersebut dan mengambil tindakan pencegahan untuk mengganggunya.

Sebuah studi di tahun 2010 tentang perkembangan keterikatan dan pelecehan emosional menunjukkan bahwa individu yang mengalami penolakan, kontrol, atau permusuhan di masa kanak-kanak yang sering kali mengembangkan gaya keterikatan yang tidak aman. Akibatnya, dapat merusak kemampuan regulasi emosional, menciptakan persepsi diri yang negatif, serta mengganggu kemampuan untuk mempertahankan keintiman. Jika cinta tidak datang di awal kehidupan, mereka mungkin berpikir bahwa cinta merupakan kebahagian sementara atau hanya datang dari sebuah pengkhianatan.

Hubungan yang terlihat baik-baik saja, tak menjamin tidak memiliki masalah internal dalam diri individu terlibat yang bisa sebabkan perselingkuhan. Terutama, ketika individu tersebut masih memiliki luka atau trauma masa kecil yang belum selesai. Jadi, menjalin komunikasi berkala, mengungkapkan kerentanan, kegelisahan akan hubungan maupun yang dirasakan diri itu penting. Perasaan yang tidak diutarakan dan diabaikan hingga menumpuk, sering kali jadi penyusup yang sebabkan pengkhiatan dalam hubungan sehat pun bisa terjadi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us