5 Risiko Emosional Saat Catch Feelings Sama Teman Kerja, Worth It Gak?

- Batas profesional bisa jadi kabur saat catch feelings dengan teman kerja
- Risiko rasa canggung saat ditolak atau ditinggal, berpotensi menguras energi dan mental.
- Overthinking jadi konsumsi harian yang mengganggu fokus dan performa kerja.
Kamu pernah gak sih, tiba-tiba deg-degan tiap lihat rekan kerja? Rasanya kayak ada chemistry padahal cuma ngobrol soal kerjaan. Awalnya seru, bikin semangat masuk kantor, tapi lama-lama... kok jadi rumit ya? Naksir teman kerja itu bisa jadi bumbu dalam rutinitas yang monoton, tapi kalau gak hati-hati, justru bisa bikin drama emosional yang gak kamu harapkan. Karena beda konteks dengan pertemanan biasa, hubungan di tempat kerja seringkali punya batasan dan risiko yang gak kelihatan di awal.
Berikut ini lima risiko emosional yang perlu kamu tahu sebelum makin dalam catch feelings sama teman kerja. Gak semua hal yang bikin hati berbunga itu sepadan untuk diperjuangkan—apalagi kalau taruhannya kenyamanan kerja, karier, dan bahkan kesehatan mentalmu.
1. Batas profesional bisa jadi kabur

Saat kamu mulai menaruh perasaan, batas antara profesionalitas dan personalitas bisa perlahan kabur. Obrolan yang tadinya soal proyek jadi penuh kode-kode, dan kamu mulai berharap lebih dari sekadar respons kerja yang biasa saja. Masalahnya, kalau kamu terlalu larut, kamu bisa kehilangan objektivitas saat harus berkolaborasi atau membuat keputusan penting.
Kalau situasi ini terus dibiarkan, hubungan kerja jadi tidak seimbang. Kamu mungkin jadi lebih sensitif terhadap kritik atau malah terlalu memihak. Hal ini gak hanya bisa merugikan kinerjamu, tapi juga mempengaruhi dinamika tim secara keseluruhan. Kamu kerja buat berkembang, bukan buat galau di meja kantor.
2. Risiko rasa canggung saat ditinggal atau ditolak

Gak semua rasa itu berbalas. Kalau ternyata dia gak punya perasaan yang sama atau malah sedang dekat dengan orang lain, kamu harus siap menghadapi hari-hari penuh canggung satu ruangan dengannya. Rasa malu, kecewa, atau bahkan ingin menjauh bisa muncul tanpa kamu bisa benar-benar kabur dari lingkungan kerja itu.
Dan kalau kamu akhirnya harus berpura-pura "biasa aja," itu bisa menguras energi mentalmu setiap hari. Bayangin harus terlihat profesional dan chill padahal hatimu sedang rusak di dalam. Kalau kamu gak punya strategi emosional yang kuat, ini bisa bikin kamu kehilangan semangat kerja bahkan sampai burnout.
3. Overthinking jadi konsumsi harian

Rasa suka yang gak jelas arahnya bisa jadi pintu gerbang overthinking. Mulai dari mikirin maksud chat dia, nada bicara saat meeting, sampai analisis gerakan tubuh yang gak perlu. Padahal bisa aja semua itu cuma ilusi dari harapan yang kamu ciptakan sendiri.
Overthinking ini bisa mengganggu fokus dan membuat kamu kehilangan performa. Kamu terlalu sibuk membaca sinyal yang belum tentu valid, dan akhirnya lupa tujuan utamamu datang ke kantor: bekerja dan berkembang. Ketika kamu terlalu sibuk mikirin dia, siapa yang mikirin goals kariermu?
4. Konflik kepentingan bisa mengintai diam-diam

Kalau ternyata kalian satu tim atau kamu ada di posisi yang lebih tinggi atau lebih rendah darinya, hubungan yang berkembang bisa menimbulkan konflik kepentingan. Rasa suka bisa bikin kamu bias dalam mengambil keputusan atau memberi penilaian kerja.
Ini berpotensi menciptakan ketidaknyamanan di antara rekan kerja lain. Mereka bisa merasa ada ‘perlakuan khusus’ atau justru ikut terseret dalam drama yang kamu sendiri belum siap hadapi. Jangan sampai relasi personalmu membuat lingkungan kerja jadi toksik, bukan karena siapa-siapa, tapi karena kamu membiarkan perasaan memimpin keputusan.
5. Sulit lepas saat hubungan gagal

Kalau ternyata kalian sempat dekat dan berakhir gak baik-baik, luka emosionalnya akan terasa dua kali lipat. Kamu gak cuma kehilangan seseorang yang kamu suka, tapi juga harus tetap melihat dia setiap hari, pretend everything's okay, dan menjaga performa kerja seolah gak ada apa-apa yang terjadi.
Healing jadi lebih lama karena gak ada jarak yang cukup untuk benar-benar move on. Bahkan kadang, kamu harus tetap kerja bareng, komunikasi, atau duduk satu ruangan saat hati kamu belum sembuh sepenuhnya. Ini bisa membuat kamu terjebak dalam lingkaran sakit yang berulang setiap hari kerja.
Perasaan itu manusiawi, bahkan di tempat kerja yang katanya harus rasional. Tapi sebelum kamu menyelam terlalu dalam, pikirkan dulu: apa ini worth it untuk semua risiko yang mungkin terjadi? Kadang, menjaga jarak justru lebih menyelamatkan masa depanmu—baik secara profesional maupun emosional. Kalau kamu memang merasa ada potensi serius, atur strategi, jaga batas, dan pastikan kamu gak kehilangan dirimu dalam prosesnya. Karena cinta boleh, tapi jangan sampai bikin kamu kehilangan fokus hidupmu sendiri.