5 Silent Red Flags Pertemanan yang Sering Diabaikan, Toxic Banget!

Pernah gak, sih kamu merasa hubungan pertemanan yang terlihat baik-baik saja ternyata bikin energi mental kamu terkuras habis? Kadang, tanda-tanda pertemanan toxic ini muncul dengan sangat halus sampai-sampai kita sering gak sadar bahwa kita sedang terjebak di dalamnya. Berbeda dengan konflik terbuka, silent red flags ini justru lebih berbahaya karena bisa bertahan lama tanpa kita sadari.
Di era digital seperti sekarang, memilih lingkaran pertemanan yang sehat jadi kunci utama kesejahteraan mental. Sayangnya, banyak dari kita yang tetap bertahan dalam hubungan pertemanan yang merugikan hanya karena takut kesepian atau terlanjur nyaman.
Yuk, kenali lima silent red flags dalam pertemanan yang sering kita abaikan tapi sebetulnya super toxic!
1. Teman yang selalu jadikan kamu emotional support, tapi gak pernah ada saat kamu butuh

Pernahkah kamu punya teman yang selalu curhat panjang lebar tentang masalahnya, tapi saat kamu yang butuh tempat bercerita, mereka mendadak sibuk atau bahkan mengalihkan pembicaraan?
Ini adalah tanda klasik pertemanan toxic yang bersifat one-way relationship. Mereka hanya datang saat butuh "bahu untuk bersandar" tapi menghilang saat giliran kamu yang membutuhkan.
Dalam pertemanan sehat, harusnya ada keseimbangan dalam hal memberi dan menerima dukungan. Kalau kamu merasa selalu jadi "tempat sampah emosional" bagi temanmu tanpa pernah mendapat dukungan balik, mungkin sudah waktunya mengevaluasi hubungan kalian.
Toxic friendship gak harus selalu ditandai dengan konflik terbuka, lho. Kadang, ketidakseimbangan seperti inilah yang paling menguras energi mental.
2. Teman yang suka melontarkan "bercandaan" yang merendahkan kamu

Humor memang penting dalam pertemanan, tapi ada batas antara lelucon yang menyenangkan dan komentar yang merendahkan. Teman yang sering membuat lelucon dengan menghina penampilanmu, kebiasaanmu, atau hal personal lainnya kemudian bilang "kan cuma bercanda" saat kamu tersinggung, itu red flag banget.
Kalau diperhatikan, biasanya "bercandaan" ini dilakukan berulang-ulang dan targetnya selalu kamu. Mereka bahkan mungkin melakukannya di depan orang lain untuk mempermalukanmu.
Ingat, teman sejati gak akan membuat lelucon dari hal-hal yang kamu insecure tentangnya. Pertemanan yang sehat justru harusnya jadi safe space untuk kamu jadi diri sendiri tanpa takut dijadikan bahan tertawaan.
3. Teman yang selalu kompetitif dalam segala hal dan gak bisa bahagia atas kesuksesanmu

Kadang, kompetisi dalam pertemanan memang bisa jadi motivasi positif. Tapi kalau temanmu selalu merasa harus mengungguli kamu dalam segala hal dan gak bisa tulus ikut senang saat kamu sukses, hati-hati! Ini bisa jadi tanda bahwa mereka melihat kamu sebagai kompetitor, bukan sebagai teman.
Perhatikan reaksi mereka saat kamu membagikan kabar baik. Apa mereka langsung mengalihkan pembicaraan ke pencapaian mereka sendiri? Atau malah mengurangi nilai kesuksesanmu dengan komentar seperti "Oh, itu? Aku dulu juga pernah, malah lebih..."
Teman yang toxic biasanya gak nyaman kalau kamu bersinar lebih terang dari mereka, dan akan melakukan apa pun untuk tetap jadi pusat perhatian.
4. Teman yang suka gosip dan membicarakan teman lain di belakang

Kalau kamu punya teman yang suka membicarakan kejelekan teman lainnya di depanmu, bisa jadi dia juga membicarakan kamu di belakangmu. Ini adalah red flag yang sering diabaikan karena kadang terasa menyenangkan bisa tahu "gosip terbaru", padahal ini tanda kultur pertemanan yang gak sehat.
Orang yang suka menjelek-jelekkan orang lain biasanya melakukannya untuk meningkatkan rasa percaya diri mereka sendiri atau menciptakan ikatan palsu (kita berdua vs mereka).
Tapi ingat, pertemanan sejati gak dibangun di atas kejelekan orang lain. Kalau temanmu selalu punya cerita buruk tentang orang lain, mungkin sudah waktunya kamu mempertanyakan ketulusan pertemanan kalian.
5. Teman yang selalu ada drama dan krisis dalam hidupnya dan menarikmu ke dalamnya

Punya teman yang hidupnya seperti sinetron dengan drama tanpa henti? Awalnya mungkin kamu merasa dibutuhkan dan senang bisa membantu. Tapi lama-kelamaan, kamu akan merasa terhisap ke dalam pusaran drama mereka yang sebenarnya bukan urusanmu.
Teman yang toxic sering menciptakan drama untuk mendapatkan perhatian atau simpati. Mereka selalu punya "masalah besar" yang harus kamu bantu selesaikan, sampai-sampai kamu gak punya waktu dan energi untuk mengurus hidupmu sendiri. Ingat, membantu teman saat sulit itu baik, tapi kalau polanya selalu sama dan gak ada perbaikan, kamu mungkin hanya jadi enabler untuk perilaku toxic mereka.
Mengenali silent red flags ini adalah langkah awal untuk membangun lingkaran pertemanan yang lebih sehat. Ingat, membuat batasan bukan berarti kamu egois atau gak setia kawan. Justru, ini adalah bentuk self-care yang penting untuk kesehatan mentalmu. Semoga bermanfaat!