Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Karina Aprillia dan Misi Berdayakan Difabel lewat Fashion

Karina Aprilia, founder Layak Official dan Layak School (instagram.com/sandangolehkita)
Karina Aprilia, founder Layak Official dan Layak School (instagram.com/sandangolehkita)
Intinya sih...
  • Karina Aprillia membuka Layak School, sekolah informal untuk difabel
  • Karina memiliki komitmen memberdayakan difabel melalui Layak Official dan Layak School
  • Program yang dibuat Karina bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama bagi difabel dalam mengembangkan potensi mereka
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Salah satu isu yang cukup menjadi perhatian adalah pemerataan aksesibilitas terhadap difabel. Terlepas dari latar belakang individu tersebut, setiap orang termasuk difabel memiliki hak yang sama dalam berbagai hal.

Menurut data BPS tahun 2023, jumlah difabel mencapai 22,97 juta jiwa (8,5 persen dari total populasi). Maka dari itu, kesetaraan difabel juga termasuk Sustainable Development Goals ke-3 dan 8, yaitu fokus pada pendidikan berkualitas dan pekerjaan yang layak. Sayangnya, diskriminasi dan terbatasnya peluang kerja menjadi tantangan bagi difabel. 

Melihat realitas itu, Karina Aprillia melalui Layak Official dan Layak School, berkomitmen memberdayakan difabel. Lewat obrolan hangatnya dengan IDN Times pada Minggu (29/12/2024), Karina membagikan kisahnya dalam menyuarakan inklusivitas dan memberi ruang bagi difabel untuk mengembangkan potensi mereka.

1. Punya empati yang tinggi, Karina sempat bermimpi memiliki panti jompo dan panti asuhan

Karina Aprilia (berbaju biru) dalam konferensi pers Fashion Disabilitas "Harmoni Inklusif" di DION, Senayan Park, Jakarta pusat pada Sabtu (14/12/2024). (IDN Times/Febriyanti Revitasari)
Karina Aprilia (berbaju biru) dalam konferensi pers Fashion Disabilitas "Harmoni Inklusif" di DION, Senayan Park, Jakarta pusat pada Sabtu (14/12/2024). (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Terlahir dari keluarga pebisnis, membuat Karina ingin berbisnis juga. Gak heran meski menginjak usia remaja, ia sempat terpikir memiliki yayasan. Nyatanya, keinginan membuat panti jompo itu masih lekat di hatinya sampai menduduki bangku kuliah. 

“Ternyata, mimpi itu bukan cuma omongan anak SMP belaka. Mimpi itu berkembang terus sampai kayaknya merasa bisa deh bikin panti jompo sekalian panti asuhan buat anak-anak yatim piatu,” katanya.

Karina merasa menyatukan panti jompo dan panti asuhan sama dengan saling melengkapi. Anak-anak panti asuhan bisa mendapatkan kasih sayang, begitu pun sebaliknya. Kelembutan hatinya yang terus mendorong Karina untuk menolong para difabel.

Sambungnya, “Memang dari kecil, aku tuh setiap ngelihat kayak ada kakek-kakek yang jualan, aku selalu nangis.”

2. Lewat Asian Para Games, Karina tersadar bahwa difabel punya potensi emas yang harus digali

Karina Aprilia, founder Layak Official dan Layak School (instagram.com/karinaaprilliaw)
Karina Aprilia, founder Layak Official dan Layak School (instagram.com/karinaaprilliaw)

Karina mengaku sempat menjadi relawan untuk Asian Paragames yang sedang berlangsung di Indonesia. Keikutsertaannya waktu itu, ternyata membukakan mata Karina bahwa difabel punya kemampuan yang patut diapresiasi. Gak seharusnya difabel mendapatkan stigma negatif atau diskriminasi.

“Aku terlalu kagum sama mereka nih, atlet-atlet paralimpik. Itu mereka disabilitas, aku mencoba main sama mereka. Ternyata mereka kemampuannya beyond out thinking,” kata Karina.

Kenyataan yang sering Karina temui adalah pandangan sebelah mata terhadap difabel. Banyak orang kerap fokus dan hanya mencari tahu kelemahannya saja. Mereka lupa bahwa setiap orang dikaruniai kelebihan dan kekurangan.

“Ketika dilatih secara konsisten dan terus-menerus, mereka juga bisa beyond dari yang kita pikirkan,” ucap perempuan lulusan Telkom University ini.

Hal itu makin menggugahnya untuk membantu teman-teman difabel. Selang tiga tahun bekerja, Karina mulai menabung untuk modal bisnis. Dari situlah, ia mulai membuat bisnis yang memberdayakan para difabel, yaitu Layak Official

“Layak itu artinya banyak banget. Layak untuk mendapatkan kesempatan yang sama. Layak untuk bisa meraih mimpi. Layak untuk bisa berkembang. Layak mendapatkan yang setara dengan nondifabel. Intinya, layak dalam hal yang positif,” ungkap Karina. 

3. Lahirlah Layak, clothing brand yang memberdayakan difabel

Fashion Disabilitas "Harmoni Inklusif" di DION, Senayan Park, Jakarta pusat pada Sabtu (14/12/2024). (IDN Times/Febriyanti Revitasari)
Fashion Disabilitas "Harmoni Inklusif" di DION, Senayan Park, Jakarta pusat pada Sabtu (14/12/2024). (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Berhubung Karina tertarik dengan fashion, lantas ia berpikir 'Mengapa tidak membuat clothing line sendiri?'. Ia melihat bahwa potensi dan minat orang terhadap fashion masih tinggi. Di samping itu, belum terlalu banyak brand fashion lokal yang memberdayakan difabel.

“Aku kepikiran untuk bikin clothing brand. Oke, kita coba dengan model-model difabel. Nanti profitnya 40 persen dialokasikan ke sekolah yang fokusnya menghasilkan soft skill,” ucap Karina.

Apa yang dilakukannya memang fokus untuk mereka yang siap terjun ke dunia profesional. Itu sebabnya, 40 persen dari hasil penjualan clothing brand Layak dipakai untuk mengembangkan Layak School.

“Orang kalau diajarin apa yang dia suka, biasanya lebih passionate. Jadi, kita bikin sekolah yang memang melatih soft skill,” tambahnya.

Ke depannya, Karina ingin mengembangkan Layak Group. Bukan sekadar clothing brand, tetapi juga memberikan edukasi lewat sekolah informal serta talent agency. Karina berharap lebih banyak orang atau brand yang bisa memberdayakan teman-teman difabel karena mereka juga memiliki keunikan masing-masing.

Karina menjelaskan, “Kita mau ada Layak Talent Agency pertama di Indonesia yang isi talent-nya adalah difabel yang memang sudah berbakat dan kita latih di Layak School.”

Komitmennya untuk memberdayakan difabel bukan sekadar itu saja. Dua orang dalam timnya juga difabel. Sejauh ini, Karina berusaha terus melibatkan difabel untuk terus berkarya.

4. Membangun Layak School menghadirkan tantangan tersendiri bagi Karina

Karina Aprilia, founder Layak Official dan Layak School (instagram.com/layakofficial)
Karina Aprilia, founder Layak Official dan Layak School (instagram.com/layakofficial)

Perjalanan membangun Layak Official dan Layak School tentunya tidak mudah. Karina mengaku menghadapi banyak tantangan dan keresahan. Terlebih, mengarahkan teman-teman difabel juga perlu perhatian dan kesabaran.

“Keresahan aku itu susah banget ngarahin mereka. Memang ada beberapa yang sudah berbakat, tapi perlu dilatih lagi untuk menjadi model profesional. Tapi, banyak juga yang sulit diarahkan. Mereka belum tahu pose, belum mengenal kamera. Makanya, ada modelling school untuk menjadi kurikulum pertama di Layak School,” cerita Karina.

Kalau sudah passion, Karina merasa semuanya bisa dijalani dengan baik sekalipun banyak tantangannya. Sejauh ini, ia sudah bekerja sama dengan difabel rungu, difabel mental, difabel netra, difabel intelektual, dan lain-lain.

Bagi sebagian orang, inklusivitas mungkin gak menjadi prioritas. Namun, setiap orang memang punya hak dan pilihannya masing-masing untuk mengenal dan memahami kebutuhan para difabel.

“Aku fokus nunjukkin mereka bahwa teman-teman yang difabel ini bisa, lho! Nunjukin bakat, kemampuan, pencapaian mereka. Itu salah satu cara aku untuk gak memikirkan stigma orang lain. Kita bikin acara yang menarik dan kita undang teman-teman lain untuk melihat langsung,” tegasnya.

Pada Sabtu (14/12/20254) silam, ia menggelar fashion show bertajuk Harmoni Inklusivitas. Pagelaran ini menjadi wadah bagi para difabel untuk unjuk diri bahwa mereka juga punya kemampuan luar biasa yang patut diapresiasi. Harmoni Inklusivitas menggandeng tiga desainer yaitu Wilsen Willim, Yosafat Dwi Kurniawan, dan Sahadya.

5. Lewat apa yang dibangunnya, Karina ingin terus mempromosikan teman-teman difabel agar mereka tidak dipandang sebelah mata

Maria Theresia (memegang mic) dalam konferensi pers Fashion Disabilitas "Harmoni Inklusif" di DION, Senayan Park, Jakarta pusat pada Sabtu (14/12/2024). (IDN Times/Febriyanti Revitasari)
Maria Theresia (memegang mic) dalam konferensi pers Fashion Disabilitas "Harmoni Inklusif" di DION, Senayan Park, Jakarta pusat pada Sabtu (14/12/2024). (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Setiap orang punya hak dan kesempatan yang sama. Namun, akses yang kurang merata atau stigma yang tumbuh di lingkungan sekitar, membuat para difabel kerap dipandang sebelah mata. Apa yang dilakukan Karina mungkin hanya sebagian kecil dari banyaknya upaya orang-orang memberdayakan difabel.

Karina bersyukur ada banyak orang lain yang peduli dan concern terhadap difabel. Mulai banyak platform yang mewadahi masyarakat untuk lebih memperhatikan difabel.

“Kita harus peduli dengan lingkungan yang memang mungkin tidak seberuntung kita,” kata dia.

Hal itu membuatnya senang karena masih banyak orang yang ingin membantu para difabel, salah satunya dalam hal pekerjaan. Tidak banyak perusahaan yang membuka atau meloloskan difabel. Untuk itu, Karina gencar memberdayakan teman-teman difabel agar berdaya saing tinggi.

6. Lantas, apa yang seharusnya dimiliki oleh difabel agar mereka siap menghadapi dunia kerja?

Karina Aprilia, founder Layak Official dan Layak School (instagram.com/layakofficial)
Karina Aprilia, founder Layak Official dan Layak School (instagram.com/layakofficial)

Karina melihat perbedaan signifikan antara tingkat pendidikan difabel dan nondifabel. Jika menengok data Badan Pusat Statistik, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret (2024) ditemukan data 69,24 persen difabel usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah.

Ada kesenjangan yang cukup signifikan pada tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan antara difabel dan non-difabel. Hanya ada 5,58 persen difabel yang menamatkan perguruan tinggi berdasarkan BPS Susenas Maret 2024. Apa artinya?

"Yang harus kita fokuskan adalah kemampuan karena kekurangan informasi, terutama untuk teman-teman tuli. Jadi, membuat mereka kadang-kadang malas,” tuturnya.

Lantas, mengubah mindset. Karina melihat adanya mindset yang membuat teman-teman difabel merasa gak bisa dan akhirnya gak mau belajar. Ketika mindset itu bisa diubah, maka akan berpengaruh pada bagaimana individu bersikap dan berperilaku dalam lingkungannya.

7. Baginya, perempuan yang berdaya adalah perempuan yang bisa memberdayakan orang lain

Karina Aprilia, founder Layak Official dan Layak School (instagram.com/sandangolehkita)
Karina Aprilia, founder Layak Official dan Layak School (instagram.com/sandangolehkita)

Sebagai perempuan, Karina memandang perempuan yang hebat dan berdaya adalah perempuan yang bisa memimpin dan memberdayakan perempuan lainnya dengan baik. Dengan kata lain, perempuan diharapkan bisa saling mendukung dan memanusiakan satu sama lain.

“Perempuan menjadi leader perempuan yang baik adalah memanusiakan manusia dan memberdayakan sesama perempuan juga gitu. Gak cuma perempuan, tapi juga memberdayakan laki-laki juga untuk menunjukkan bahwa perempuan itu adalah sosok yang tangguh,” tutup Karina.

Menurut Karina, perempuan juga harus bisa mengubah stigma negatif bahwa perempuan itu bodoh dan tidak berdaya. Banyak tantangan yang harus dihadapi seorang perempuan. Namun, Karina percaya sebenarnya perempuan tetap bisa mendukung perempuan lainnya.

Semoga apa yang dilakukan Karina bisa menginsprasimu, ya. Selalu ingat bahwa difabel juga berhak mendapatkan akses dan kesempatan yang sama.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Adyaning Raras Anggita Kumara
Febriyanti Revitasari
Adyaning Raras Anggita Kumara
EditorAdyaning Raras Anggita Kumara
Follow Us