3 Pasien COVID-19 Meninggal saat Mencari RS, Data Siranap Tak Sinkron?

Jakarta, IDN Times - Terpaan badai COVID-19 yang melanda sejumlah daerah di Indonesia membuat sejumlah rumah sakit mulai penuh. Tidak sedikit nyawa melayang karena pasien COVID-19 tidak mendapatkan perawatan. Tenaga kesehatan pun mulai kewalahan.
Koalisi Warga LaporCovid19 mendapatkan laporan tiga pasien meninggal karena sulit mendapatkan rumah sakit. Relawan LaporCovid-19, Windy mengungkapkan, selama seminggu terakhir yakni 14 sampai 25 Juni 2021, LaporCovid-19 menerima setidaknya 43 laporan warga untuk permintaan rumah sakit.
"Hasilnya, hampir seluruh rumah sakit yang kami hubungi menunjukkan bahwa ruang ICU (Intensive Care Unit), isolasi, dan Instalasi Gawat Darurat (IGD) sudah terisi penuh. Bahkan tiga pasien meninggal karena karena tidak mendapatkan ruang ICU," paparnya dalam siaran tulis yang dikutip laman LaporCovid-19, Minggu (27/6/2021).
1. Banyak RS menolak pasien COVID-19 karena tempat tidur tidak tersedia

Windy menambahkan, berdasarkan hasil pencarian Rumah Sakit (RS) yang dilakukan oleh LaporCovid-19 selama seminggu terakhir, banyak RS menolak pasien karena tidak ada ketersediaan tempat tidur.
"Pasien yang tidak dapat mendapatkan kasur di IGD harus bertahan di rumah dengan ketersediaan alat seadanya dari Puskesmas, bahkan harus berakhir meninggal dunia karena tidak mendapatkan pertolongan secepatnya," imbuhnya.
2. Pasien di Depok meninggal tak kunjung mendapatkan rumah sakit

Dia menceritakan, salah satu di antara pasien gawat darurat adalah seorang laki-laki berusia 59 tahun yang tengah berada di salah satu rumah sakit di Depok dan memerlukan ICU dengan ventilator.
Pada Sabtu (19/6/2021) malam Lapor Covid-19, menghubungi 95 Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) yang berada di Jabodetabek, hingga Minggu (20/6/2021) menjelang dini hari.
"Namun, dari 95 Rumah Sakit itu, 36 memberitahukan bahwa ruang ICU mereka penuh, termasuk RS Mitra Keluarga Depok, RS Sulianti Saroso, RSUD Pasar Minggu dan RS Persahabatan," ujarnya.
"Sementara, delapan RS menyampaikan tidak memiliki ruang ICU dan 51 RS sama sekali tidak merespons. Hingga akhirnya pagi sekitar pukul 05.00 WIB pasien meninggal dunia karena tidak mendapatkan layanan kesehatan yang memadai," ungkapnya.
3. Respons puskesmas juga lambat

Windy menambahkan dari 43 laporan, 15 di antaranya mengalami kondisi kegawatdaruratan medis, sehingga memerlukan pertolongan sesegera mungkin.
Kondisi pasien pada umumnya dengan saturasi oksigen rendah, demam tinggi, disertai mual. Sisanya mengalami gejala ringan hingga sedang yang memerlukan pemantauan Puskesmas setempat.
"Namun sayang, beberapa Puskesmas juga agak lambat merespon bantuan," katanya.
4. Perbedaan data di aplikasi dengan kenyataan

Windy mengatakan LaporCovid-19 juga menghubungi langsung SPGDT RS, juga mengontak Dinas Kesehatan. Selain itu, beberapa kali juga merujuk pada ketersediaan kamar situs SIRANAP Kemenkes.
"Namun kerap terjadi perbedaan data di mana tertulis tersedia di SIRANAP, namun pada kenyataannya tidak tersedia," katanya.
LaporCovid-19 berharap, saat kondisi banyaknya warga yang membutuhkan Rumah Sakit maupun ICU, penting bagi pemangku kepentingan untuk memberikan panduan data ketersediaan Rumah Sakit dan ICU yang akurat, sehingga upaya perawatan dan penyelamatan pasien terwujud secara efektif dan efisien.
5. Jangan ada nyawa melayang karena sulit dapatkan rumah sakit

Selain di Depok, ada laporan pasien meninggal di IGD sebuah RS di Garut dan mengalami
penurunan kondisi kesadaran selama di IGD, pada 21 Juni 2021.
Kemudian, pada 25 Juni ada pasien yang sudah kritis di IGD di salah satu RS di Jakarta, dan nyawanya tidak tertolong karena tidak kunjung dapatkan perawatan.
"Kami menyaksikan ada nyawa melayang saat pencarian. Saat rakyat meregang nyawa, mengapa kebijakan masih lunak berlakukan pembatasan ketat, atau sekalian lockdown. Jangan ada nyawa melayang karena sulit dapatkan rumah sakit," tegasnya.