Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Faktor Kenapa Perempuan Bertahan Terima KDRT dan Toxic Relationship

ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad mengatakan, perempuan kerap menjadi korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) karena berada dalam beberapa faktor situasi.

Mulai dari faktor pengaruh budaya, ketergantungan ekonomi, ketergantungan psikologis, sosial sampai stigma, membuat banyak perempuan bertahan di tengah situasi KDRT yang kerap berulang.

"Ada banyak faktor yang dapat membuat seorang perempuan berada pada situasi tersebut,” kata Bahrul kepada IDN Times, dikutip Jumat (15/9/2023).

1. Pengaruh budaya membuat perempuan harus tunduk pada laki-laki

Pameran perlengkapan pernikahan dan pesta Ikapesta Wedding Expo 2022 di New PRPP Convention Centre Semarang, 26--28 Agustus 2022. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Pameran perlengkapan pernikahan dan pesta Ikapesta Wedding Expo 2022 di New PRPP Convention Centre Semarang, 26--28 Agustus 2022. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Faktor pertama adalah pengaruh budaya. Kondisi budaya patriarki punya peranan yang dominan dalam memposisikan perempuan sebagai subordinasi laki-laki. Hal ini selanjutnya memberi syarat pada perempuan untuk tunduk atau patuh pada laki-laki. 

“Kondisi ini mengakibatkan potensi kerentanan perempuan mengalami KDRT, baik perempuan maupun laki-laki dalam budaya patriarki memandang wajar terjadinya KDRT,” kata dia.

2. Ketergantungan pada ekonomi membuat perempuan bertahan pada toxic relationship

Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad (dok. IDN Times/Istimewa)
Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad (dok. IDN Times/Istimewa)

Faktor selanjutnya adalah ketergantungan ekonomi. KDRT banyak terjadi atau rentan dihadapi oleh perempuan yang tidak memiliki sumber daya finansial yang cukup atau akses ke pekerjaan.

Perempuan merasa sulit untuk meninggalkan hubungan yang beracun atau toxic relationship. Hal umum karena mereka bergantung pada pasangan untuk dukungan finansial. 

“Ketergantungan ekonomi juga mengakibatkan perempuan mengalami KDRT yang berulang dan berkelanjutan,” kata Cak Fu sapaan karib Bahrul.

3. Ketergantungan psikologis, takut dapat balasan atau tindakan lebih buruk

Ilustrasi Pacar Idaman (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi Pacar Idaman (IDN Times/Mardya Shakti)

Faktor yang lain adalah ketergantungan psikologis. Saat berada di kondisi ini, perempuan yang mengalami KDRT seringkali takut akan balasan atau tindakan lebih buruk jika mereka mencoba untuk pergi atau melaporkan kejahatan pelaku KDRT.

Rasa takut ini bisa sangat menghambat langkah-langkah untuk melindungi diri. Cak Fu mengatakan, beberapa perempuan mungkin merasa bertanggung jawab untuk mempertahankan keluarga dan berusaha untuk memperbaiki pasangan mereka. 

“Mereka mungkin merasa bersalah jika memutuskan untuk pergi dan meninggalkan anak-anak atau pasangan yang melakukan KDRT,” kata dia.

4. Faktor sosial dan stigma, takut disalahkan

ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (IDN Times/Aditya Pratama)

Faktor terakhir adalah faktor sosial dan stigma. Dalam budaya masyarakat patriarki, perempuan seringkali disalahkan jika meninggalkan suami. Perempuan juga disalahkan jika kehidupan rumah tangganya tidak harmonis, dan seringkali dituduh tidak cakap mengelola rumah tangga. 

“Padahal kehidupan rumah tangga adalah tanggung jawab bersama antara suami dan istri. Akibatnya, muncul stigma sosial terkait dengan perceraian atau pemutusan hubungan, yang bisa membuat perempuan merasa malu atau takut dihakimi oleh keluarga atau masyarakat,” kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
Lia Hutasoit
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us