Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ayah-Anak Guru Ngaji Ponpes Al-Qonaan Cabuli Santriwati sejak 2020

Ilustrasi kekerasan seksual. (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi kekerasan seksual. (IDN Times/Mardya Shakti)
Intinya sih...
  • Polisi masih selidiki jumlah pasti korban pencabulan ayah dan anak terhadap santriwati di Pondok Pesantren Al-Qonaan, Bekasi.
  • Pencabulan terungkap setelah laporan dari orang tua korban yang masih di bawah umur, dilakukan sejak 2020.
  • Kedua tersangka terancam hukuman penjara paling singkat 5 tahun sesuai Pasal 81 nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bekasi, IDN Times - Polres Metro Bekasi masih melakukan penyelidikan kasus pencabulan yang dilakukan oleh ayah dan anak berinisial MHS (29) dan S (51) terhadap tiga santriwati di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Qonaan, Kampung Asem, Desa Karangmukti, Kecamatan Karangbahagia, Kabupaten Bekasi. 

Wakapolres Metro Bekasi, AKBP Saufi Salamun mengatakan kedua tersangka itu merupakan pengurus sekaligus guru ngaji di Ponpes tersebut. 

"Tersangka kejahatan ini dilakukan oleh Sudin bin Mulin sebagai pemilik dan sebagai guru di tempat belajar mengaji dan anaknya Muhammad Hadi Sopyan alias MHS," katanya kepada wartawan, Senin (30/9/2024).

1. Tersangka sudah beraksi sejak 2020

ilustrasi kekerasan (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi kekerasan (IDN Times/Aditya Pratama)

Saufi mengatakan pencabulan yang dilakukan ayah dan anak ini terungkap setelah adanya laporan dari orang tua santriwati. Dia juga menjelaskan, tiga orang santriwati yang menjadi korbannya masih berusia di bawah umur. 

"Terungkap di September 2024 atas laporan dari orang tua korban yang menjadi santri dari kedua tersangka. Korban sampai saat ini ada tiga, semuanya masih di bawah umur," katanya. 

Saufi juga mengatakan, kedua tersangka telah melakukan pencabulan terhadap santriwatinya sejak 2020 lalu. "Kejahatan ini berdasarkan pengakuan korban terjadi sejak tahun 2020 hingga sekarang," jelasnya. 

2. Polisi masih selidiki jumlah korban

Ilustrasi kekerasan (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi kekerasan (IDN Times/Aditya Pratama)

Saat ini, lanjut Saufi, pihaknya masih melakukan penyelidikan berapa jumlah korban pencabulan yang dilakukan ayah dan anak itu. 

"Karena kami tahu yang dalam pernyataan terakhir ini kan dari 2020 terus sampai sekarang kami tahu arahnya. Itu juga menjadi concern (kekhawatiran) penyidik apakah ada korban yang lain," katanya. 

Akibat perbuatannya, ayah dan anak itu terancam dijerat Pasal 81 nomor 17 tahun 2016, tentang penetapan perpu nomor 1 tahun 2015, tentang perlindungan anak.  

"Mereka terancam penjara paling singkat 5 tahun," jelas Saufi. 

3. Pondok pesantren tidak memiliki izin

Ilustrasi pelecehan seksual. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi pelecehan seksual. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi, Kompol Sang Ngurah Wiratama, kedua pelaku bukan merupakan pimpinan pesantren melainkan hanya berprofesi sebagai seorang guru ngaji. Wiratama juga mengatakan pondok pesantren itu belum memiliki izin. 

"Jadi memang dia ini guru ngaji, namun karena orang-orang yang ngaji belajar ngajinya menginap kemudian berhari-hari sehingga orang-orang sekitar situ sudah mengira dan memberi panggilan pondok pesantren," katanya, Minggu (29/9/2024).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us